Adab-Adab Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar
Ada sejumlah Adab yang perlu diperhatikan dalam Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar:
1-Ia harus paham hakikat yang diperintahkan, bahwa ia adalah sesuatu yang ma’ruf dalam syariat, atau ia adalah sesuatu yang benar-benar harus ditinggalkan, sebagaimana ia juga paham dengan hakikat kemungkaran yang dilarangnya dan ingin diubahnya, bahwa orang tersebut benar-benar sudah melakukannya secara nyata, kemudian yang dingkarinya itu adalah maksiat dan hal-hal yang diharamkan dalam syariat.
2-Ia adalah seseorang yang wara’, tidak melakukan apa yang dilarangnya, kemudian tidak meninggalkan apa yang diperintahkannya, sebagaimana firman Allah SWT, “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. " (Surat al-Shaf: 2-3) Dan firman-Nya, “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (Surat al-Baqarah: 44)
3-Ia adalah sosok yang baik akhlaknya dan santun, memerintah dengan lemah lembut. Ia melarang dengan halus. Ia tidak marah jikalau mendapati sesuatu yang buruk dari orang yang dilarang. Ia juga tidak marah jikalau disakiti oleh orang yang diperintahnya. Akan tepati, ia bersabar, memaafkan dan berlapang dada, sebagaimana firman Allah SWT, “Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Surat Luqman: 17)
4-Jangan sampai ia mengetahui kemungkaran itu dengan cara al-Tajassus (mencari-cari kesalahan). Sebab, tidak layak mengetahui kemungkaran dengan cara memata-matai orang lain di rumahnya, atau membuka pakaian salah seorang di antara mereka untuk melihat apa yang ada di balik pakaian tersebut, atau membuka tutup untuk melihat apa yang ada di balik bejana. Sebab, syariat memerintahkan Umat Islam untuk menutupi aurat yang lainnya, melarang merasa-rasai dan memata-matai. Allah SWT berfirman, “Janganlah kalian mencari-cari kesalahan.” (Surat al-Hujurat: 12) Dan sabda Rasulullah Saw, “Janganlah kalian mencari-cari kesalahan.”(1) Dan sabdanya, “Siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah SWT akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.”(2)
5-Sebelum seseorang ingin melakukan Amar Ma’ruf, hendaklah ia terlebih dahulu memberitahu objek dakwahnya tentang hal yang ma’ruf tersebut. Sebab, bisa jadi ia meninggalkannya karena tidak mengetahui bahwa itu adalah sesuatu yang ma’ruf. Sebagaimana ia juga memberitahu orang yang ingin diingkarinya, bahwa yang dilakukannya itu adalah kemungkaran. Sebab, bisa jadi perbuatannya itu akibat ia tidak tahu bahwa yang dilakukannya adalah kemungkaran.
6-Hendaklah ia memerintah dan melarang dengan ma’ruf. Jikalau orang yang meninggalkan yang ma’ruf tadi tidak kunjung menjalankannya, dan orang yang melakukan perbuatan mungkar tadi tidak kunjung meninggalkannya, maka hendaklah ia menasehatinya dengan sesuatu yang akan melembutkan hatinya, dengan menyebutkan dalil-dalil al-Targhîb dan dalil-dalil al-Tarhîb yang ada dalam Syariat. Jikalau ia tidak juga mau menjalankannya, maka ia bisa menggunakan kata-kata yang keras dan tegas. Jikalau tidak bermanfaat juga, maka ia bisa mengubahnya dengan tangannya. Jikalau ia tidak mampu, maka ia bisa meminta bantuan pemerintah atau saudara-saudara muslim lainnya.
7-Jikalau ia tidak mampu mengubah kemungkaran dengan tangannya dan lisannya karena khawatir akan membahayakan dirinya, atau hartanya, atau kehormatannya, kemudian ia tidak mampu lagi bersabar menghadapi keburukan yang didapatkannya, maka ia mencukupkan diri untuk mengubah kemungkaran dengan hatinya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, maka ubahlah dengan tangannya. Jikalau tidak mampu…” (al-Hadits)
Catatan Kaki:
(1) Diriwayatkan oleh al-Bukhâri dalam hadits yang awalnya, “Hati-hatilah kalian dengan prasangka…” (5/4) (7/24) dan (8/23, 185)
(2) Diriwayatkan oleh Musli dalam hadits yang awalnya, “Siapa yang melapangkan musibah dari seorang mukmin…” (38) Kitab al-Zikr.
Tidak ada komentar