Tazkiyah Kematian dalam Islam
Takziah itu tujuannya adalah menghibur, yaitu menghibur orang yang tertimpa musibah kematian agar bersabar menghadapinya. Ini adalah salah satu bentuk sikap simpati dan empati. Islam mendorong kaum muslimin untuk bertakziyah, menghibur saudara-saudaranya yang mengalami kemalangan.
Semua kita tahu, bahwa seorang manusia pasti memiliki kekasih, istri, keluarga dan kerabat. Jikalau salah seorang di antara mereka meninggal, maka yang lainnya akan bersedih hati. Bagaimana tidak, mereka telah hidup bersama, saling canda-tawa, bersama dalam susah dan senang, namun sekarang memisahkan keduanya, sampai pertemuan kembali di surga kelak.
Ketika bertakziyah, hendaklah kita mengucapkan kata-kata tanda ikut berduka cita dan menghiburnya. Hendaklah kita menabahkannya dengan pesan-pesan keagamaan. Pada saat seperti, biasanya perasaan orang yang terkena musibah sangat labil. Jikalau tidak hati-hati mengeluarkan kata-kata, maka dia akan tersinggung dengan mudah. Makanya, kita jangan tertawa ria di hadapannya. Perbuatan seperti ini mengisyaratkan, bahwa kita tidak ikut berduka cita.
Rasulullah Saw jikalau bertakziyah, maka beliau akan menasehati orang yang tertimpa musibah tersebut. Dalam sebuah hadits dijelaskan, bahwa Usamah bin Zaid ditimpa musibah kematian anaknya. Dia benar-benar berharap agar Rasulullah Saw menjenguknya. Maka beliau mengutus seorang sahabat dan menyampaikan salam, kemudian berpesan:
"Sesungguhnya Allah Swt berhak membuat keputusan. Dia berhak memberikan sesuatu, dan segala sesuatu yang ada dari sisi-Nya ada jangka waktunya. Hendaklah engkau bersabar dan mengintropeksi diri." [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari]
Tentang keutamaan bertakziyah ini, Rasulullah Saw bersabda:
"Tidaklah seorang mukmin menghibur saudaranya yang tertima musibah, kecuali Allah Swt akan mengenakan pakaian kemuliaan baginya pada Hari Kiamat kelak." [Diriwayatkan oleh Ibn Majah dan Al-Baihaqy]
Marilah kita mengejar pahala besar ini dengan bertakziyah dan menghibur saudara-saudara kita yang tertimpa musibah kematian. Bagaimanapun, hukum Takziyah ini adalah sunnah berdasarkan hadits di atas. Bahkan, hal ini juga dianjurkan jikalau yang meninggal tersebut adalah seorang kafir Dzimmi.
Hanya saja, ada perbedaan doa yang diucapkan ketika Takziyah antara seorang muslim dengan kafir.
Jikalau kita bertakziyah kepada seorang muslim, karena saudarnya yang muslim meninggal, maka kita mengucapkan:
أَعْظَمَ اللَّهُ أجْرَكَ وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ
"Semoga Allah membesarkan pahalamu, memperbaiki kesabaranmu dan mengampuni mayatmu."
Jikalau kita bertakziyah kepada seorang muslim, karena saudaranya yang kafir meninggal, maka kita mengucapkan:
أَعْظَمَ اللَّهُ أجْرَكَ وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ
"Semoga Allah membesarkan pahalamu dan memperbaiki kesabaranmu."
Jikalau kita bertakziyah kepada orang kafir, karena saudaranya yang muslim meninggal, maka kita mengucapkan:
وَأَحْسَنَ اللَّهُ عَزَاءَكَ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ
"Semoga Allah Swt memperbaiki kesabaranmu dan mengampuni mayatmu."
Jikalau kita bertakziyah kepada orang kafir Dzimmi, karena saudaranya yang kafir meninggal, maka kita mengucapkan:
أَخْلَفَ اللهُ عَلَيْكَ
"Semoga Allah Swt menggantinya untukmu."
Sedangkan jawaban orang yang ditakziyahi adalah:
آجَرَكَ اللَّهُ
"Semoga Allah Swt membalasmu."
Jikalau bisa bersalaman, maka keduanya hendaklah bersalaman. Jikalau tidak bisa, maka tidak masalah.
Nah, sekarang pertanyaannya, kapanlah Takziyah ini dllakukan?Apakah boleh dilakukan kapan saja, tanpa ada ikatan waktu?
Sebenarnya, Takziyah itu sunnah dilakukan jikalau mayat telah dikubur. Kemudian Anda tidak perlu duduk-duduk disana meramaikan suanana, karena hal ini justru akan menambah kesedihan keluarga yang tertimpa musibah dan menamnbah biaya tanggungannya. Imam Syafii Rahimahullah membenci perbuatan seperti ini. Baginya, hukumnya Makruh. Pendapat ini juga disepakati oleh Imam Ahmad dan Imam Malik.
Berbeda halnya dengan sebahagian pengikut Imam Hanafi, mereka membolehkan acara kumpul-kumpul setelah kematian selama tiga hari, asal tidak dilakukan di Mesjid dan tidak mengandung perbuatan yang diharamkan oleh Syariat.
Perlu dicatat, ketika acara takziyah hendaklah dihindari perbuatan-perbuatan yang menunjukkan kemewahan dan kebahagiaan. Ini bukanlah moment kebahagiaan, tapi moment kesedihan. Kemudian hendaklah dijauhi tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Saw.
Di sebahagian daerah, kadang-kadang di adakan acara-acara yang justru memberatkan keluarga yang berduka. Ibarat pepatah: Sudah jatuh, tertimpa tangga. Naudzubillah Min Dzalik. Bahkan tidak jarang keluarga tersebut harus berhutang sana-sini, menggadaikan ini dan itu hanya untuk mengadakan acara doa bersama di rumahnya atau apapun namanya.
Tidak selayaknya kita memaksa keluarga yang berduka membuatkan makanan untuk menjamu para pelayat. Sebahagian ulama memakruhkan hal ini, bahkan sebahagian lagi mengharamkannya. Namun Ibn Quddmah memberikan sedikit keringanan dalam masalah ini, yaitu jikalau yang datang adalah orang yang datang dari jauh dan wilayah pedalaman, kemudian mereka menginap di rumah, sehingga mereka harus dijamu. Jikalau keadaan tidak seperti itu, maka Imam Ibnu Quddamah tetap tidak membolehkannya.
Seharusnya, orang yang bertakziyah tersebut harus membawakan makanan untuk keluarga yang berduka. Mereka sibuk dan larut dalam kesedihan, sehingga tidak bisa membuat makanan, memasak dan sebagainya.
Taktala Jafar bin Abdul Muthalib meninggalkan, Rasulullah Saw memerintahkan kepada para sahabat lainnya:
"Buatkanlah makanan untuk keluarga Jafar, karena mereka sibuk dengan musibah yang menimpanya." [Diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibn Majah dan At-Turmudzi]
Inilah yang seharusnya kita lakukan, bukan malah sebaliknya. Lebih lanjut, Imam Syafii Rahimahullah mengatakan:
"Hendaknya mereka melayani keluarga mayat siang dan malam dengan membuatkan makanan yang akan mengenyangkan mereka. ini merupakan sunnah dan perbuatan orang-orang baik." []
Tidak ada komentar