Adab-Adab Makan dan Minum (Jamuan)

Seorang muslim berpandangan, bahwa makan dan minum merupakan sarana untuk menuju yang lainnya, bukan tujuan. Ia makan dan minum untuk menjaga keselamatan badannya, demi membantunya beribadah kepada Allah SWT. Ibadah itulah yang akan membuatnya layak mendapatkan kemuliaan di akhirat dan kebahagiaan. Ia makan dan minum bukan sekadar untuk makan dan minum, serta juga bukan untuk syahwat semata. Karena  itulah, jikalau ia tidak lapar, maka ia tidak makan. Jikalau ia tidak haus, maka ia tidak minum. Diriwayatkan dari Nabi Saw, “Kami adalah kaum yang tidak makan sampai kami merasa lapar. Dan jikalau kami makan, maka kami tidak kenyang.”(1)

Berdasarkan hal ini, seorang muslim melazimi adab-adab syariyyah khusus dalam makan dan minumnya, sebagai beriut: 


Adab Sebelum Makan


1. Men-Thayyibkan (membaikkan) makanan dan minumannya, dengan mempersiapkannya dari yang halal dan thayyib, tidak mengandung unsur-unsur haram dan syubhat, berdasarkan firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu." (Surat al-Baqarah: 172) Maksud Thayyib (baik-baik) adalah yang halal, tidak kotor dan najis. 

2. Dengan memakannya dan meminumnya, ia berniat untuk menguatkan badannya beribadah kepada Allah SWT, agar bisa mendapatkan pahala dari makan dan minumnya. Dengan niat yang baik, hal mubah akan berubah menjadi ketaatan yang bernilai pahala bagi seorang muslim. 

3. Membasuh kedua tangannya jikalau ada kotoran, atau masih belum yakin dengan kebersihannya. 

4. Menempatkan makanannya di tikar di atas lantai, bukan di meja makan. Sebab, hal ini lebih tawadhu’, berdasarkan ucapan Anas radhiyallahu anhu, “Rasulullah Saw tidak pernah makan di atas meja makan dan tidak juga memakai mangkuk.”(2)

5. Duduk dengan tawadhu, dengan menekuk kedua lututnya dan duduk di atas kedua telapak kakinya, atau dengan menegakkan kaki kanannya dan duduk di atas kaki kirinya, sebagaimana Rasulullah Saw duduk, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Saya tidak makan sambil bertelekan. Saya hanyalah seorang hamba. Saya makan sebagaimana seorang hamba sahaya makan. Dan saya duduk sebagaimana seorang hamba sahaya duduk.”(3)

6. Ridha dengan makanan yang ada, dan  tidak mencelanya. Jikalau ia senang, maka ia memakannya. Jikalau tidak senang, maka ia meninggalkannya, berdasarkan hadist riwayat Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Saw tidak pernah mencela makanan sedikit pun. Jikalau beliau suka, beliau makan. Jikalau beliau tidak suka, beliau membiarkannya.(4)

7. Makan bersama yang lainnya, baik tamu, atau keluarga, atau anak, atau pembantu, berdasarkan khabar, “Berkumpullah di hadapan makanan kalian dan ingatlah nama Allah SWT, maka Dia akan memberkahi kalian.”(5)


Adab Ketika Makan

1. Memulainya dengan bismilah, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Jikalau salah seorang di antara kalian makan, maka sebutlah nama Allah SWT. Jikalau ia lupa menyebut nama-Nya, maka ucapkanlah: 

بِسْمِ اللَّـهِ أوَّلِهِ وآخِرِهِ

“Dengan nama Allah; awalnya dan akhirnya.”

2. Menutupnya dengan Hamdalah, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang memakan makanan, kemudian mengucapkan: 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا، وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ

“Segala puji bagi Allah SWT yang sudah memberikanmu makan dengan ini, mengaruniakannya kepadanya tanpa kuasa dariku dan kekuatan.”

Maka, diampunkan dosa-dosanya yang terdahulu.”(6)

3. Makan dengan tiga jari tangan kanannya, mengecilkan suapannya dan membaguskan kunyahannya, makan makanan yang terdekat bukan dari tengah-tengah piring, berdasarkan sabda Rasulullah Saw kepada Umar bin Abu Salamah, “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah yang terdekat darimu.”(7) Dan sabdanya, “Keberkahan itu ada di pertengahan makanan. Maka, makanlah dari kedua sisinya, jangan makan dari tengahnya.”(8)

4. Memperbagus kunyahannya, menjilat piring dan jari-jarinya sebelum mengusapnya dengan lap tangan atau mencucinya dengan air, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Jikalau salah seorang di antara kalian makan makanan, maka janganlah ia mengusap jari-jarinya sampai ia menjilatnya atau dijilatkan.”(9) Dan berdasarkan ucapan Jabir radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Saw memerintahkan untuk menjilat jari-jari dan piring, kemudian bersabda, “Kalian tidak tahu di bagian mana dari makanan kalian itu ada keberkahannya.”(10)

5. Jikalau yang dimakan itu ada yang terjatuh, maka ia menghilangkan kotorannya dan memakannya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Jikalau suapan salah seorang di antara kalian (ada yang) terjatuh, maka ambillah, buanglah kotorannya dan makanlah. Jangan membiarkannya untuk setan.”(11)

6. Tidak meniup makanan yang panas dan tidak memakannya sampai dingin, tidak meniup air ketika minum, dan bernafas tiga kali di luar gelas minum, berdasarkan hadits Anas radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Saw bernafas tiga kali ketika minum.”(12) Berdasarkan hadits riwayat Abu Said radhiyallahu anhu bahwa Nabi Saw melarang meniup minuman.”(13) Dan berdasarkan hadits riwayat Ibn Abbas radhiyallahu anhu bahwa Nabi Saw melarang bernafas di bejana atau meniupnya.”(14)

7. Menghindari kenyang yang berlebihan, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiganya untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk bernafas”(15)

8. Mengambilkan makanan dan minuman untuk yang lebih tua terlebih dahulu, yang berada di dalam mejlis. Kemudian memutarnya ke bagian yang paling kanan dan paling kanan. Hendaklah ia menjadi orang yang paling terakhir minum, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “yang lebih tua, yang lebih tua.” Maksudnya, mulailah dengan yang lebih tua dari yang ada di majelis. Kemudian juga berdasarkan riwayat lainnya bahwa Nabi Saw mengizinkan Ibn Abbas untuk mengambil minum terlebih dahulu, sedangkan di bagian kirinya ada para tetua(16) (Ibn Abbas berada di kanan Nabi Saw, dan para tetua berada di kirinya). Maka, izinnya ini menunjukkan bahwa yang paling berhak minum terlebih dahulu adalah yang kanan, berdasarkan sabdanya, “yang paling kanan (terlebih dahulu), yang paling kanan.”(17) Dan sabdanya, “yang menuangkan minuman untuk suatu kaum adalah yang paling terakhir di antara mereka.” Yaitu, minumnya. 

9. Tidak memulai terlebih dahulu mengambil makanan atau minuman, sedangkan di majelis itu ada yang utama didahulukan karena usia yang lebih tua, atau memiliki kelebihan tertentu. Sebab, sikap seperti itu menyebabkan rusaknya adab, menyebabkan pelakunya layak disifati dengan sifat tamak yang tercela. Ada yang bersyair: 

Jikalau tangan dijulur ke perbekalan, maka saya

Bukanlah yang terdahulu di antara mereka

Sebab, orang yang paling tamak dari suatu kaum adalah yang paling dahulu

10. Tidak mengabaikan sahabatnya atau tamunya, sehingga tuan rumah sampai perlu mengatakan kepadanya, “Makanlah” atau memaksanya. Tapi, hendaklah ia makan dengan adab sesuai dengan kadar yang cukup baginya, tanpa malu atau membuatnya merasa malu. Sebab, hal itu akan membuat sahabatnya atau tamunya merasa tidak nyaman, sebagaimana hal itu juga masuk dalam kategori riya, dan riya adalah haram. 

11. Berlemah lembut kepada temannya ketika makan. Tidak berusaha makan lebih banyak dari temannya, apalagi jikalau makanannya sedikit. Sikap seperti itu, sama saja dengan memakan hak yang lainnya. 

12. Tidak memperhatikan para sahabatnya yang sedang makan, kemudian tidak juga mengawasi mereka sehingga merasa malu. Tetapi, hendaklah ia menundukkan pandangannya dan tidak usah memperhatikan. Sebab, hal itu akan menyakiti mereka, sebagaimana juga akan menyebabkan mereka merasa tidak nyaman, sehingga menyebabkannya berdosa. 

13. Tidak melakukan sesuatu yang biasanya dianggap jorok, seperti mengaduk-ngaduk makanan dengan tangannya; tidak mendekatkan kepalanya dengan tempat makanan ketika makan, kemudian makan dengan posisi seperti itu. Tujuannya,  agar tidak ada makanan yang jatuh dari mulutnya, kemudian masuk ke situ. Sebagaimana ia jangan mengambil sisa roti di giginya, kemudian ia memasukkannya ke roti yang tersisa di tempat makanan. Jangan juga ia berbicara dengan kata-kata yang kotor dan jorok, sebab bisa jadi hal itu akan menyebabkan salah seorang sahabatnya ada yang merasa tidak nyaman atau tersakiti. Dan menyakiti seorang muslim adalah haram. 

14. Makannya bersama dengan orang yang fakir, haruslah berdasarkan Itsar (mendahulukan yang lainnya dari dirinya sendiri). Kemudian jikalau ia makan bersama dengan para sahabatnya, haruslah berdasarkan kebahagiaan dan canda tawa. Kemudian jikalau bersama pejabat dan orang yang memiliki status social tinggi, maka haruslah berdasarkan adab dan penghormatan. 


Adab Setelah Makan

1. Menghentikan makannya sebelum kenyang, meneladani Rasulullah Saw. Agar, ia tidak terjerumus ke dalam sikap rakus yang menghancurkan dan kegemukan yang menghilangkan kecerdasan. 

2. Menjilat tangannya, kemudian mengusapnya atau membasuhnya. Namun membasuhnya lebih utama. 

3. Memungut makanan yang berjatuhan ketika makan, sebab ada riwayat yang mendorong hal itu. Ia juga masuk ke dalam Bab Bersyukur atas nikmat Allah SWT. 

4. Mencelah giginya dengan jari-jarinya dan berkumur-kumur untuk kebaikan mulutnya. Sebab, dengan mulutnya itu ia berzikir mengingat Allah SWT dan berbicara dengan para sahabatnya, sebagaimana kebersihan mulut juga mempengaruhi kesehatan gigi. 

5. Memuji Allah SWT setelah makan atau minum. Jikalau ia minum susu, maka ia mengucapkan: 

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَـنَا فيما رزقتنا وَزِدْنَا مِنْهُ

“Ya Allah, berkahilah apa yang Engkau berikan kepada kami, dan tambahkanlah.” 

Jikalau ia berbuka puasa bersama suatu kaum, maka hendaklah ia mengucapkan, “Orang-orang yang berpuasa berada di dekat kalian, makanan kalian dimakan oleh orang-orang yang baik, dan para malaikat mendoakan kalian.” Jikalau ia mengucapkan: 

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِيمَا رَزَقْتَهُمْ، واغْفِرْ لَهُمْ، وارْحَمْهُمْ

“Ya Allah, berkahi rezeki yang Engkau berikan kepada mereka, ampunilah mereka, dan rahmatilah.” 

Maka, ia sudah sesuai dengan sunnah dan sudah mendoakan dengan kebaikan yang banyak. 


Catatan Kaki: 

(1) Saya tidak mendapati orang yang mengtakhrijnya, barangkali ia adalah Atsar dari salah seorang sahabat radhiyallahu anhum, bukan hadits Nabi. Wallahu A’lam. 

(2) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (363), dan Ibn Majah (3292)

(3) Shahih al-Bukhari dalam Kitab al-Ath’imah (13)

(4) Diriwayatkan oleh Abu Daud (3763)

(5) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (3/501), dan Ibn Majah (3286)

(6) Diriwayatkan oleh Abu Daud (3767) dan al-Imam Ahmad (6/246, 265)

(7) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (7/88) dan Muslim (108) dalam Kitab al-Asyribah

(8) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (1805)

(9) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (7/106) dan Abu Daud (52) dalam Kitab al-Ath’imah

(10) Diriwayatkan oleh Muslim (136) dalam Kitab al-Asyribah

(11) Diriwayatkan oleh Muslim (135) dalam Kitab al-Asyribah

(12) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (3/211, 251)

(13) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (1887) dan dishahihkannya

(14) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (1888) dan dishahihkannya, dan Abu Daud (3728)

(15) Diriwayatkan oleh Ibn Majah (3349) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (4/331) yang dishahihkannya

(16) Shahih al-Bukhari dalam Kitab al-Mazhalim (12) dan Muslim dalam Kitab al-Asyribah (127)

(17) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/144), (143), dan Muslim (124) dalam Kitab al-Asyribah

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.