Adab-Adab Sunanul (Khishalul) Fitrah

Seorang sebagai muslim terikat dengan ajaran Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. Ia menjalani hidupnya dengan cahaya keduanya, dan mengerjakan urusannya sesuai dengan yang tercantum di dalam keduanya. Ini berdasarkan firman Allah SWT, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka." (Surat al-Ahzab: 36) Dan firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah." (Surat al-Hasyr: 7) Dan berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang saya bawa.”(1) Dan sabdanya, “Siapa yang mengerjakan sebuah amalan yang tidak ada perintah kami, maka ia tertolak.”(2)

Karena itulah, seorang muslim melazimi adab-adab berikut ini dalam Khishâl al-Fithrah, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Lima hal yang merupakan bagian dari Fitrah; Istihdâd, Khitan, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.”(3)

Adab-Adabnya adalah: 

1. Istihdâd, yaitu memotong bulu kemaluan dengan benda tajam, seperti pisau dan sejenisnya. Tidak apa-apa jikalau dihilang dengan al-Nurah (penghilang bulu).

2. Khitan, yaitu memotong kulit yang menutupi kepala zakar, disunnahkan melakukannya di hari ketujuh kelahiran. Sebab, Nabi Muhammad Saw mengkhitan al-Hasan dan al-Husain; kedua anak laki-laki Fatimah al-Zahra bersama Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhuma, di hari ketujuh kelahiran keduanya. Tidak masalah ditunda sampai sebelum Baligh. Sebab, Nabi Ibrahim alaihissalam berkhitan ketika usianya sudah mencapai delapan puluh tahun. Diriwayatkan dari Nabi Saw, bahwa jikalau ada seorang laki-laki yang masuk Islam di hadapannya, maka beliau mengatakan, “Buanglah rambut kekufuran dan berkhitanlah.”

3. Mencukur kumis. Seorang muslim mencukur kumis yang mendekati kedua bibirnya. Sedangkan untuk jenggotnya, maka ia membiarkannya agar bisa memenuhi wajahnya dan memanjangkannya. Ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Cukurlah kumis, dan biarkanlah jenggot, serta berbedalah dengan orang-orang Majusi.”(4) Dan sabdanya, “Berbedalah dengan orang-orang musyrik; cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot.”(5) Artinya, biarkanlah ia tumbuh dan biarkan menjadi banyak. Dengan begitu, diharamkan mencukurnya. Kemudian juga hendaklah ia menjauhi al-Qaza’, yaitu mencukur sebagian rambut, dan membiarkan sebagian lainnya, berdasarkan riwayat Ibn Umar radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Saw melarang al-Qaza’.(6)

Sebagaimana ia menjauhi mengecat jenggotnya dengan warna hitam, berdasarkan sabda Rasulullah Saw ketika bapaknya Abu Bakar al-Shiddiq di Hari Fathu Makkah dihadapkan kepadanya, seakan-akan di kepala bapaknya ada   Tsughamah (pohon yang buahnya dan daunya putih), “Bawalah ia kepada istrinya, kemudian ubahlah ia dengan sesuatu, dan jauhkan darinya warna hitam.”(7) Sedangkan jikalau mengecat dengan inai dan katam (sejenis tumbuhan untuk menginai juga), maka itu lebih baik. 

Jikalau seorang muslim memanjangkan rambutnya dan tidak memotongnya, maka hendaklah ia memuliakannya dengan minyak rambut dan menggeraikannya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang memiliki rambut, maka muliakanlah.”(8)

4. Mencabut bulu ketiak. Hendaklah seorang muslim mencabut bulu ketiaknya. Jikalau ia tidak bisa, maka ia bisa mencukurnya, atau mengoleskannya al-Naurah dan sejenisnya, agar bisa menghilangkannya. 

5. Memotong kuku. Seorang muslim hendaklah memotong kuku-kukunya. Disunnahkan memulainya dengan tangan kanannya, kemudian tangan kirinya, kemudian kaki kanannya, kemudian kaki kirinya. Sebab, Rasulullah Saw suka memulai dengan bagian kanan ketika melakukanya.

Seorang muslim melakukan semua ini dengan niat meneladani Rasulullah Saw dan mengikutinya, agar bisa mendapatkan pahala mengikuti Rasulullah Saw dan menjalankan sunnahnya. Sebab, semua amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya. 


Catatan Kaki: 

(1) Disebutkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam Kitabnya al-Arba’in, kemudian berkata, “hadits hasan shahih yang kami riwayatkan dalam Kitab al-Hujjah.” Lihatlah Kitab Misykah al-Mashabih (1/59) dengan nomor (167)

(2) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/91) dan Muslim (18) dalam Kitab al-Aqdhiyah

(3) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (2756) dan al-Nasai (1/14)

(4) Diriwayatkan oleh Muslim (55) dalam Kitab al-Thaharah

(5) Diriwayatkan oleh Ibn Majah (3624)

(6) Diriwayatkan oleh Muslim (16) dalam Kitab al-Thaharah

(7) Diriwayatkan oleh Abu Daud (4163) dengan pensanadan yang hasan

(8) Diriwayatkan oleh Abu Daud (4193) dan al-Imam Ahmad (2/4, 39)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.