Adab-Adab Terkait al-Firasy (Ranjang) dalam Islam

Adab-Adab Terkait al-Firasy (Ranjang) dalam Islam


Untuk masalah Ranjang ini, ada sejumlah adab yang perlu dijaga dan diperhatikan: 

1) Bercanda dengan istri dan bergurau dengan sesuatu yang bisa mengundang syahwat berjima’.(1)


2) Tidak melihat kemaluannya, sebab itu membuatnya tidak menyukainya, dan merupakan sesuatu yang harus dihindari. 


3) Membaca: 

ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺟَﻨِّﺒْﻨَﺎ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥَ ﻭَﺟَﻨِّﺐِ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥَ ﻣَﺎ ﺭَﺯَﻗْﺘَﻨَﺎ

“Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami.”

Begitulah dorongan Rasulullah Saw berdasarkan hadits yang Muttafaq alaihi, dengan lafadz, “Jikalau salah seorang di antara kalian ingin menghampiri istrinya, maka bacalah, ‘Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami’, sebab jikalau ditakdir bagi keduanya anak dari hubungan itu, setan tidak akan memudharatkannya selama-lamanya.”(2)


4) Haram menggaulinya ketika sedang haidh atau Nifas, atau sebelum mandi dari keduanya setelah suci, berdasarkan firman Allah SWT, “Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.” (Surat al-Baqarah: 222)


5) Diharamkan menggaulinya selain lewat al-Qubul, karena adanya ancaman keras  terkait hal itu, seperti sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang menggauli perempuan di duburnya, maka Allah SWT tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat.”(3)


6) Tidak mencabut kemaluannya sebelum puas syahwatnya, sebab hal itu akan menyakitinya, dan menyakiti seorang Muslim itu diharamkan.


7) Tidak melakukan al-‘Azl (menumpahkah sperma di luar rahim) karena tidak mau hamil, kecuali dengan izinnya. Kemudian, tidak melakukan al-‘Azl kecuali karena benar-benar darurat, berdasarkan sabda Rasulullah Saw tentang al-‘Azl, “Ia pembunuhan (dengan cara dikubur) yang tersembunyi.”(4)


8) Disunnahkan bagi yang ingin mengulang Jima’ untuk berwudhu kecil, begitu juga jikalau ingin tidur atau makan sebelum mandi. 


9) Boleh berhubungan dalam kondisi haidh atau Nifas, tetapi untuk bagian selain yang di antara pusar dan lutut, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Lakukanlah segala sesuatu kecuali Jima’.”(5)


Catatan Kaki: 

(1)Berdasarkan Khabar, “Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti pergaulan binatang ternak. Hendaklah di antara keduanya ada pengantar.” Para sahabat bertanya, “Apa pengantar itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ciuman dan kata-kata.” Diriwayatkan oleh al-Dailami, dan kedudukannya Munkar. Disebutkan oleh al-Zubaidi dalam Ithaf Sadah al-Muttaqin (5/ 372)

(2) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (1/ 48), Muslim dalam al-Nikah (18), Abu Daud (2161), dan al-Turmudzi (1092)

(3) Diriwayatkan oleh al-Darimi (1/ 260), disebutkan oleh al-Qurthubi dalam Tafsirnya dan tidak dikomentarinya. Dan banyak hadits semisalnya yang menjelakan haramnya menggauli para wanita melalui dubur mereka. Hendaklah melihat Ibn Katsir dalam tafsirnya terhadap Surat al-Baqarah.

(4) Diriwayatkan oleh Ibn Majah (2011), al-Imam Ahmad (6/ 361), dan al-Hakim (4/ 69)

(5) Diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Haidh (16) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.