Hak-Hak Suami Istri dalam Islam
Hak-Hak Suami Istri dalam Islam
HAK-HAK ISTRI
Hak-Hak Istri Terhadap Suaminya: Istri berhak mendapatkan sejumlah hak dari suaminya, yang ditetapkan berdasarkan firman Allah SWT, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf." (Surat al-Baqarah: 228) Dan berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Kalian memiliki hak atas istri-istri kalian, dan istri-istri kalian memiliki hak atas kalian.”(1)
Di antara hak-hak ini:
a) Menafkahinya berupa makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal dengan cara yang Ma’ruf, berdasarkan sabda Rasulullah Saw kepada orang yang bertanya tentang hak perempuan atas suaminya, “Engkau memberinya makan jikalau engkau makan, memberinya pakaian jikalau engkau berpakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menjelek-jelekkan wajahnya, dan tidak menjauhinya kecuali di rumah. Maksudnya, tidak mengalihkannya ke rumah lainnya, kemudian ia mengasingkannya disitu.”(2)
b) Berhubungan Badan: Ia wajib menggauli istrinya walaupun sekali dalam empat bulan; jikalau tidak mampu mencukupi kadar kebutuhannya, berdasarkan firman Allah SWT, “Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surat al-Baqarah: 226)
c) Tidur bersamanya semalam dalam empat hari, sebab begitulah yang ditetapkan di zaman Umar radhiyallahu anhu.
d) Berbagi dengan adil jikalau ia memiliki sejumlah istri, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Orang yang memiliki dua orang istri, kemudian ia condong kepada salah satunya dari yang lainnya, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan salah satu bahunya dalam kondisi miring.”(3)
e) Tinggal bersamanya selama tujuh hari di hari pernikahannya jikalau ia seorang Gadis, dan tiga hari jikalau ia Janda, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Bagi yang Gadis selama tujuh hari, bagi yang Janda selama tiga hari, kemudian ia kembali kepada para istrinya.”(4)
f) Disunnahkan memberikannya izin untuk merawat salah seorang Mahramnya jikalau ada yang sakit, menyaksikan jenazahnya jikalau ada yang meninggal, dan mengunjungi kerabatnya selama tidak memudharatkan kemaslahatan sang suami.
HAK-HAK SUAMI
Hak-Hak Suami: Suami memiliki sejumlah hak tetap terhadap istrinya, berdasarkan firman Allah SWT, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.” (Surat al-Baqarah: 228) Kewajiban mereka adalah hak suami. Kemudian berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Kalian memiliki hak atas para istri kalian.”(5)
Hak-hak itu adalah:
1) Ditaati dalam hal yang Ma’ruf: Ia berkewajiban menaatinya selama bukan dalam hal bermaksiat kepada Allah SWT dan dalam hal yang Ma’ruf, sehingga ia tidak perlu menaatinya untuk sesuatu yang tidak mampu dilakukannya atau sulit dikerjakannya, berdasarkan firman Allah SWT, “Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (Surat al-Nisa: 34) Dan sabda Rasulullah Saw, “Jikalau saya memerintahkan seseorang untuk sujud kepada yang lainnya, maka saya akan memerintahkan seorang perempuan untuk sujud kepada suaminya.”(6)
2) Menjaga Hartanya dan memelihata kehormatannya, serta tidak meninggalkan rumahnya kecuali dengan izinnya, berdasarkan firman Allah SWT, “memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (Surat al-Nisa: 34) Dan sabda Rasulullah Saw, “Sebaik-baik perempuan adalah yang jikalau engkau melihatnya, maka engkau akan merasa senang; jikalau engkau memerintahkannya, maka ia akan taat; dan jikalau engkau meninggalkannya, maka ia menjaga dirinya untukmu dan hartamu.”(7)
3) Melakukan perjalanan bersamanya jikalau ia menginginkannya, asalkan ketika akad ia tidak mensyaratkan untuk tidak melakukan perjalanan bersamanya. Sebab, perjalanan sang istri bersamanya merupakan bentuk ketaatan yang wajib baginya.
4) Menyerahkan dirinya ketika ia memintanya berhubungan badan. Sebab, berhubungan badan merupakan salah satu haknya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Jikalau seorang laki-laki memanggil istrinya ke tempat tidurnya, kemudian ia enggan, sehingga ia bermalam dalam keadaan marah, maka Malaikat melaknatnya sampai pagi.”(8)
5) Meminta izinnya untuk berpuasa jikalau ia dalam kondisi mukim dan tidak safar (melakukan perjalanan), berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Tidak halal bagi seorang perempuan untuk berpuasa, sedangkan suaminya menyaksikan kecuali dengan izinnya.”(9)
Catatan Kaki:
(1) Diriwayatkan oleh Ibn Majah (1851)
(2) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (4/ 447), (5/ 3)
(3) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (2/ 247)
(4) Diriwayatkan dengan lafadz ini oleh al-Dar Quthni (3/ 203, 283), Muslim dalam al-Radha’ (12) dengan lafadz, “Bagi yang Gadis tujuh hari, dan bagi yang Janda tiga hari…”
(5) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (1159), Abu Daud dalam al-Nikah (41), al-Imam Ahmad (4/ 381), dan al-Hakim (2/ 187)
(6) Sudah ditakhrij di bagian sebelumnya
(7) Diriwayatkan oleh Abu Daud, dan diriwayatkan dengan maknanya oleh al-Hakim (2/ 161)
(8) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (7/ 39), Muslim dalam al-Nikah (123), dan Abu Daud (3141)
(9) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (7/ 39)
Tidak ada komentar