Hukum Untuk Pemberontak (Ahli al-Baghy)

 Hukum Untuk Pemberontak (Ahli al-Baghy)


PENGERTIAN 

Pengertiannya, Ahli al-Baghy adalah kumpulan orang yang memilki senjata dan kekuatan, kemudian memberontak kepada Imam dengan Takwil (interpretasi) yang bisa diterima akal. Misalnya, mereka mengklaim bahwa Imam sudah kafir, atau melakukan kezaliman dan kelaliman. Sehingga, mereka merasa berat dan menolak untuk taat kepadanya dan memilih untuk melawannya. 


HUKUM

Hukum-Hukum Mereka: 

1) Imam mengirim surat kepada mereka dan menghubungi mereka, kemudian menanyakan apa yang mereka tuntut, serta juga menanyakan sebab-sebab mereka melakukan pemberontakan. Jikalau mereka menyebutkan kezhaliman yang mereka alami atau dialami selain mereka, maka Imam menghilangkan kezhaliman tersebut. Jikalau mereka menuduhkan sebuah syubhat, maka Imam menerangkannya kepada mereka dan menjelaskan masalah sebenarnya, serta menyebutkan dalilnya. Jikalau mereka kembali kepada kebenaran, maka diterima. Jikalau mereka enggan, maka wajib diperangi oleh seluruh kaum Muslimin, berdasarkan firman Allah SWT, “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.” (Surat al-Hujurat: 9)


2) Tidak layak memerangi mereka dengan alat yang bisa membinasakan, seperti serangan pesawat-pesawat tempur atau meriam-meriam penghancur. Mereka hanya diperangi dengan kadar untuk mematahkan kekuatan mereka dan membuat mereka menyerah. 


3) Tidak boleh membunuh keturunan mereka, tidak juga para istri mereka, dan mengambil harta mereka. 


4) Tidak boleh membunuh yang terluka di antara mereka, sebagaimana tidak boleh membunuh yang ditawan di antara mereka dan membunuh orang yang melarikan diri dari mereka, berdasarkan ucapan Ali radhiyallahu anhu di hari perang al-Jamal, “Tidak dibunuh yang melarikan diri, tidak dibunuh yang terluka. Dan siapa yang menutup pintunya, maka ia aman.” (Diriwayatkan oleh Said bin Manshur, diriwayatkan dengan maknanya oleh Ibn Abi Syaibah, al-Hakim, dan al-Baihaqi)


5) Jikalau perang sudah selesai dan mereka sudah kalah, maka mereka tidak dituntut apapun kecuali bertaubat dan kembali kepada kebenaran, berdasarkan firman Allah SWT, “Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Surat al-Hujurat: 9)


[Peringatan] Jikalau dua kelompok kaum Muslimin berperang karena Nepotisme kelompok atau harta atau kedudukan tanpa ada Takwil (Interpretasi), maka keduanya adalah pelaku kezhaliman. Masing-masing keduanya bertanggungjawab dengan kerusakan yang ditimbulkan, baik jiwa, harta, maupun selainnya. []

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.