Itsar dan Mencintai Kebaikan

Di antara akhlak seorang muslim yang didapatinya dari ajaran agamanya dan keindahan Islamnya adalah Itsar dan mencintai kebaikan bagi yang lainnya. Ketika seorang muslim melihat kesempatan untuk berbuat Itsar, maka ia mendahulukan yang lainnya dari dirinya sendiri dan mengutamakan orang tersebut. Bisa jadi ia lapar agar yang lainnya bisa kenyang, dan bisa jadi ia haus agar yang lainnya tidak merasa dahaga. Bahkan, bisa jadi ia meninggal demi kehidupan yang lainnya. Itu bukanlah sesuatu yang asing dan aneh bagi seorang muslim, ruhnya sudah kenyang dengan makna-makna kesempurnaan, jiwanya sudah dicap dengan cap kebaikan, mencintai hal baik dan keindahan. Itu adalah celupan Allah SWT. Dan siapa yang celupannya lebih baik dari celupan-Nya?


Dalam Itsarnya dan cintanya kepada kebaikan, ia menempuh manhajnya para shalihin yang terdahulu dan melangkah dengan langkah generas pertama yang sudah medapatkan kesuksesan, yang dipuji oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung." (Surat al-Hasyr: 9) Semua akhlak muslim yang utama dan semua sifatnya yang terpuji lagi baik, semua itu diciduk dari muara hikmah Nabi Muhammad Saw, atau diinspirasi dari lautan rahmat Ilahi. Rasulullah Saw bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” Sabdanya ini membuat akhlak seorang muslim semakin mulia dan semakin agung. Dan dengan firman Allah SWT ini “dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”, rasa cinta seorang muslim terhadap kebaikan, kemudian Itsarnya terhadap dirinya sendiri, keluarganya dan anaknya, semakin bertambah kuat dan semakin bertumbuh. 


Seorang muslim menjalani hidupnya dengan terhubung lansung kepada Allah SWT, lisannya selalu basah berzikir mengingat-Nya, hatinya selalu bersimpuh mencintai-Nya. Jikalau ia melepaskan pandangannya melihat Malakut, maka ia mendapatkan pelajaran. Jikalau pikirannya dihadapkan dengan ayat-ayat seperti surat al-Muzammil dan Fathir ini “Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya." (Surat al-Muzammil: 20) dan firman-Nya, "dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (Surat Fathir: 29-30) Maka, dunia akan menjadi kecil dan hina, kemudian akhirat akan semakin agung dan mulia. Orang yang kondisinya seperti ini, bagaimana tidak akan berderma dengan hartanya? Bagaimana ia tidak akan mencintai kebaikan dan mendahulukan yang lainnya? Ia adalah orang yang paham bahwa apa yang dipersembahkanya hari ini, akan didapatinya esok hari dengan kondisi yang lebih baik dan lebih banyak pahalanya. Inilah lima bukti Itsar seorang muslim dan cintanya terhadap kebaikan, yang kami bacakan dengan hak bagi kaum yang berakal: 

1. Di Dar al-Nadwah, Majlis Syuyukh Quraisy (Majelis Para Sesepuh Quraisy) setuju dengan pendapat yang diajukan oleh Abu Marrah –laknatullah alaihi- untuk membunuh Nabi Muhammad Saw dan menangkapnya di rumahnya. Keputusan yang zalim itu sampai ke telinga Rasulullah Saw, dan beliau sudah diizinkan untuk hijrah. Beliau sudah berazzam kuat melakukannya dan mencari orang yang akan tidur di kasurnya di malam hari untuk mengelabui orang-orang yang sudah menunggunya untuk menghantamnya, kemudian beliau bisa meninggalkan rumahnya dan membiarkan mereka menunggunya bangun dari tempat tidurnya. Maka, beliau mendapati anak pamannya; pemuda muslim; Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu layak untuk menjadi penggantinya dan siap dikorbankan. Ketika hal itu ditawarkan kepadanya, maka ia sama sekali tidak ragu mempersembahkan dirinya sebagai pengganti Rasulullah Saw. Kemudian, ia tidur di kasur Rasulullah Saw tanpa tahu kapan tangan-tangan itu akan mencengkramnya dan mencampakkannya kepada orang-orang yang haus darah dan menghunuskan pedang mereka kepadanya layaknya kumpulan  kaki yang mempermainkan bola. Ali pun tidur dan berbuat Itsar kepada Rasulullah Saw dengan hidupnya. Di Usianya yang masih muda, perbuatannya itu menjadi contoh terbaik dalam pengorban. Begitulah, seorang muslim berbuat Itsar dan berderma, bahkan dengan dirinya sendiri. Dan berderma dengan nyawa adalah adalah puncak derma. 

2. Huzaifah al-Adwi menceritakan, “Ketika Perang al-Yarmuk, saya berangkat untuk mencari anak paman saya dengan membawa air. Saya berkata, ‘Jikalau ia dahaga, saya akan memberinya minum dan mengusapkan air ke wajahnya.’ Ketika saya mendapatinya, saya bertanya, ‘Apakah saya boleh memberikanmu minum?’ Kemudian ia berisyarat kepadaku dengan ‘ya’. Kemudian, ada seseorang yang berucap, ‘Oh…” Anak pamanku itu memberikanku isyarat agar saya menemui orang itu. Saya menemuinya, dan ternyata ia adalah Hisyam bin al-Ash. Saya bertanya, ‘Apakah saya boleh memberiku minum?’ Kemudian ada yang lainnya berucap, ‘Oh…’ Hisyam memberikan isyarat agar saya menghampirinya. Kemudian saya menghampirinya dan mendapatinya sudah meninggal. Kemudian saya kembali lagi kepada Hisyam, dan ternyata ia juga sudah meninggal. Kemudian saya kembali menghampiri anak pamanku, dan ternyata ia juga sudah meninggal. Semoga Allah SWT merahmati mereka semuanya.”

Begitulah, ketiga syahid yang baik tadi dijadikan sebagai teladan Itsar; mendahulukan yang lainnya dari dirinya sendiri. Inilah tugas seorang muslim dalam kehidupan ini. 

3. Diriwayatkan, bahwa ada sekitar 35 orang bersama Abu al-Hasan al-Anthaky. Mereka memiliki sejumlah roti, namun tidak cukup untuk membuat mereka semuanya merasa kenyang. Kemudian, mereka memotong-motongnya, mematikan lampu dan duduk bersama untuk memakannya. Ketika lampu dinyalakan, ternyata roti-roti itu masih berada dalam kondisi semula, tanpa berkurang sedikit pun. Sebab, tidak ada seorang pun di antara mereka yang memakannya karena Itsar dengan yang lainnya. Begitulah, setiap muslim yang kelaparan di antara mereka, berbuat Itsar (mendahulukan) yang lainnya. Mereka semuanya adalah Ahli Itsar. 

4. Diriwayatkan oleh al-Syaikhain, bahwa ada tamu yang menghampiri Rasulullah Saw, namun beliau tidak mendapati apapun sajian di rumahnya. Kemudian datanglah seseorang dari kalangan Anshar dan membawa tamu itu ke rumahnya, Ia menyajikan makanan di hadapannya dan memerintahkan istrinya untuk mematikan lampu. Ia menjulurkan tangannya ke makanan tadi seolah-olah ia makan; padahal ia tidak makan, sampai tamu tadi bisa makan. Ia melakukannya sebagai Itsarnya terhadap tamu, mendahulukannya dari dirinya sendiri dan keluarganya. Ketika pagi, Rasulullah Saw berkata kepadanya, “Allah SWT kagum dengan apa yang engkau lakukan tadi malam kepada tamu kalian.” Kemudian turunlah ayat, “dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” (Surat al-Hasyr: 9)

5. Dihikayatkan, bahwa Bisyr al-Harits didatangi seseorang ketika ia sedang sakit yang menyebabkan kematiannya. Orang itu mengadukan kebutuhannya, maka Bisyr membuka baju yang dipakainya, kemudian memberikannya kepadanya. Bisyr sendiri meminjam baju kepada yang lainnya, dan meninggal dengan memakai baju pinjaman itu…


Inilah lima contoh, yang merupakan teladan nyata bagi seorang muslim terkait Itsar dan mencintai kebaikan. Kami memaparkannya disini agar bisa memberikan asupan ide bagi seorang muslim, sehingga ia bisa kembali dipenuhi ruh cinta kebaikan, Itsar, dan melanjutkan tugas risalah keteladanan dalam kehidupan. Ia adalah muslim sebelum apapun. []

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.