Jenis-Jenis Olahraga yang Dibolehkan Taruhan & Tidak Dibolehkan
Jenis-Jenis Olahraga yang Dibolehkan Taruhan & Tidak Dibolehkan
Boleh melakukan al-Murahanah (Bertaruh) dan mengambil taruhan tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama kaum Muslimin untuk pertandingan kuda dan unta, serta untuk memanah yang dikenal dengan nama al-Munadhalah.
Dan itu berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Tidak ada perlombaan kecuali untuk unta, panah, atau kuda.”(1)
Maksud pertandingan disini adalah, sesuatu yang ditetapkan sebagai taruhan, dan akan diambil oleh orang yang memang dalam pertandingan atau menembak. Sedangkan selain dari jenis olahraga-olahraga ini, seperti gulat, berenang, berlari, atau motor, atau mobil, seperti angkat beban, seperti pacu al-Bighal dan keledai, atau seperti boat, atau seperti menyelesaikan masalah-masalah ilmiah atau menghafalnya dan mengkajinya, walaupun semua itu jenis olahraga yang diperbolehkan, namun tidak boleh ada taruhannya dan tidak juga boleh mengambilnya, berdasarkan pendapat yang shahih.
Tidak bisa dijadikan hujjah kebolehannya, berdalil dengan gulat yang dilakukan oleh Rasulullah Saw bersama Rukanah bin Zaid. Sebab, ketika beliau bergulat dengannya dan mengalahkannya, maka beliau mengembalikan kambing yang dijadikan oleh Rukanah sebagai taruhan pergulatan tersebut.
Sebagaimana tidak bisa juga dijadikan hujjah Taruhan yang dilakukan oleh al-Shiddiq dengan Quraisy. Ia mengambilnya ketika berhasil mengalahkan mereka dalam masalah kekalahan Bangsa Ruum. Sebab, itu terjadi di awal masa Islam sebelum turunnya banyak pensyariatan.
Hikmah pembatasan bolehnya taruhan dan pengambilanya hanya untuk tiga hal yang disebutkan dalam Hadits, sebab ketiga hal ini memiliki pengaruh dalam Jihad, Sedangkan jenis-jenis olahraga lainnya, tidak ada pengaruhnya.
Jihad itu berkaitan dengan naik kuda dan unta, serta menembak dengan panah. Jikalau pada hari ini, tank-tank dan pesawat-pesawat itu diqiyaskan dengan unta dan kuda, maka boleh dilakukan pertandingannya dan boleh mengambil taruhannya, karena memiliki pengaruh besar terhadap Jihad yang menjadi tujuan semua olahraga jasmani.
Jikalau Syariat mengizinkan mengambil taruhan untuk semua jenis olahraga, selain dari tiga jenis olahraga yang disebutkan dalam Hadits, maka akan banyak orang yang menjadikan sejumlah olahraga sebagai pekerjaan yang dijalaninya dan mendapatkan rezeki dalam melakukannya.
Ketika itu, akan terlupakanlah tujuan mulia yang melatarbelakangi olahraga, yaitu kekuatan untuk berjihad demi mewujudkan kebenaran dan menghapuskan kebatilan di muka bumi, agar Allah SWT semata yang disembah agar Istiqamah menjalankan syariat-Nya, agar manusia bisa berbahagia di dunia dan di akhirat, serta tidak menderita.
Tatacara Menetapkan al-Rahn dalam al-Sibaq dan al-Munadhalah
Seharusnya, yang paling utama menetapkan al-Rahn (Taruhan) dalam al-Sibaq dan al-Munadhalah adalah pemerintah atau Lembaga Sosial atau sejumlah Donatur. Tujuannya, agar terbebas dari segala syubhat, dan semata-mata dorongan murni mempersiapkan diri untuk berjihad.
Namun begitu, tidak masalah jikalau yang menetapkan al-Rahn itu adalah salah seorang yang ikut serta dalam al-Sibaq atau yang ikut serta dalam al-Munadhalah, seperti salah seorang mengatakan kepada temannya, “Jikalau engkau mampu mendahuluiku, maka engkau akan mendapatkan dariku sebanyak sepuluh atau seratus dinar, misalnya. Jumhur ulama membolehkan setiap person dari dua orang melakukan al-Sibaq menetapkan al-Rahn, yaitu jikalau keduanya memasukkan orang ketiga dalam al-Sibaq yang mereka lakukan,(2) dengan ketentuan ia sama sekali tidak menetapkan apapun. Inilah pendapat Said bin al-Musayyib, dan Malik enggan menyutujuinya, serta disetujui oleh yang lainnya.
Catatan Kaki:
(1) Diriwayatkan oleh Abu Daud (2574), dan al-Turmudzi (6/ 227)
(2) Masalah ini dikenal dengan Masalah al-Muhallil (yang menghalalkan). Tujuannya, agar masalah ini terbebas dari syubhat al-Qimar (perjudian). Sebab jikalau setiap person dari dua orang yang melakukan al-Sibaq menetapkan, maka setiap person akan mengharapkan al-Ghanimah (keuntungan) dan takut dari al-Gharamah (hutang/ kerugian). Dan ini adalah kondisi para pelaku judi. Sedangkan jikalau mereka berdua memasukkan orang ketiga untuk ikut melakukan al-Sibaq bersama mereka, dengan tidak ikut menetapkan al-Rahn (taruhan), maka bentuknya sudah dari jauh bentuk al-Qimar. Hanya saja, masalah ini dikritik oleh Ibn al-Qayyim. Ia menegaskan bahwa cara seperti ini jauh dari sikap adil dan pertengahan.
Tidak ada komentar