Jenis-Jenis Puasa yang Disunnahkan, Dimakruhkan, dan Diharamkan
Jenis-Jenis Puasa yang Disunnahkan, Dimakruhkan, dan Diharamkan
Puasa-Puasa yang Disunnahkan
Disunnahkan berpuasa pada hari-hari berikut ini
1) Pada hari Arafah bagi yang tidak berhaji, yaitu hari kesembilan bulan Dzul Hijjah, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Berpuasa pada Hari Arafah menggugurkan dosa selama dua tahun; tahun lalu dan tahun akan datang. Dan puasa Asyura (hari kesepuluh) menggugurkan (dosa) tahun sebelumnya.”(1)
2) Hari Asyura dan Hari Tasu’a. Keduanya adalah hari kesepuluh dan kesembilan bulan al-Muharram, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “…Dan puasa Asyura (hari kesepuluh) menggugurkan (dosa) tahun sebelumnya.” Sebagaimana Rasulullah Saw mengerjakan puasa di Hari Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa di hari tersebut dalam sabdanya, “Di tahun depan, Insya Allah kita berpuasa di hari kesembilan.”(2)
3) Enam Hari di Bulan Syawwal, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawwal, maka seperti puasa al-Dahr (sepanjang masa).”(3)
4) Pertengahan pertama bulan Syaban, berdasarkan riwayat Aisyah radhiyallahu anha. “Saya tidak pernah melihat Rasulullah Saw menyempurnakan puasa sebulan pun kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihatnya di bulan apapun, memperbanyak puasa sebagaimana di bulan Syaban.”(4)
5) Sepuluh Hari Pertama di Bulan Dzulhijjah, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Tidak ada satu pun hari beramal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah SWT melebihi hari ini, yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga berjihad di jalan Allah SWT?” Beliau menjawab, “Tidak juga berjihad di jalan Allah SWT, kecuali seseorang yang berangkat dengan jiwanya dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu pun.”(5)
6) Bulan al-Muharram, berdasarkan sabda Rasulullah Saw ketika ditanya, “Puasa apakah yang lebih baik setelah Ramadhan?” Beliau menjawab, “Bulan Allah SWT yang kalian namakan dengan al-Muharram.”(6)
7) Al-Ayyam al-Bidh (hari-hari putih) di setiap bulan, yaitu hari ketigabelas, keempat belas, dan kelimabelas, berdasarkan riwayat Abu Dzar radhiyallahu anhu, “Rasulullah Saw memerintahkan kami untuk berpuasa di setiap bulannya selama tiga hari putih; ketigabelas, keempatbelas, dan kelimabelas. Beliau berkata, ‘Itu sama dengan puasa al-Dahr (sepanjang masa).”(7)
8) -9) Hari Senin dan Hari Kamis, berdasarkan riwayat bahwa beliau banyak berpuasa di hari Senin dan Kamis. Kemudian beliau ditanya mengenai hal itu, dan beliau menjawab, “Amalan-amalan dihadapkan di setiap Senin dan Kamis, kemudian Allah SWT mengampunkan setiap Muslim atau setiap Mukmin kecuali dua orang yang saling tidak bertegur sapa. Dia berfirman, ‘Akhirkan keduanya.”(8)
10) Berpuasa Sehari dan Tidak Berpuasa Sehari, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Puasa yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah puasa Daud, dan shalat yang paling dicintai Allah SWT adalah shalat Daud. Beliau tidur di pertengahan malam, kemudian bangun di sepertiganya, dan tidur lagi di seperenamnya. Beliau juga berpuasa sehari, dan tidak berpuasa sehari.”(9)
11) Puasa bagi Bujangan yang belum mampu Menikah, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang mampu al-Baah (jima’), maka menikahlah. Sebab, ia lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga kehormatan. Siapa yang tidak mampu, maka ia harus berpuasa. Sebab ia menjadi tameng baginya.”(10)
Puasa-Puasa yang Dimakruhkan
1) Puasa Hari Arafah bagi yang Wuquf di Arafah, berdasarkan larangan Rasulullah Saw untuk berpuasa di Hari Arafah bagi siapa yang berada di Arafah.(11)
2) Puasa Pada Hari Jumat Saja, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Hari Jumat adalah hari Raya kalian. Maka, janganlah kalian mempuasakannya, kecuali kalian berpuasa sebelumnya atau sesudahnya.”(12)
3) Puasa Pada hari Sabtu saja, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Janganlah kalian berpuasa di Hari Sabtu, kecuali yang diwajibkan kepada kalian. Jikalau salah seorang di antara kalian tidak mendapati kecuali kulit anggur atau pelepah pohon, maka kunyahlah.”(13)
4) Puasa di akhir bulan Syaban, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Jikalau Syaban sudah masuk setengahnya, maka janganlah kalian berpuasa.”(14)
[Peringatan]
Makruh berpuasa di hari-hari yang disebutkan di atas adalah Makruh Tanzih (makruh yang condong ke halal). Dan berikut ini, hukumnya adalah Makruh Tahrimi (makruh yang condong ke haram), yaitu:
1) Puasa al-Wishal, yaitu menyambung puasa selama dua hari atau lebih tanpa berbuka sama sekali, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Janganlah kalian menyambung (al-Wishal).”(15) Dan sabdanya, “Hati-hatilah dengan al-Wishal.”(16)
2) Berpuasa di Hari al-Syakk (Hari Dikeragui), yaitu hari ketigapuluh di bulan Sya’ban, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang berpuasa di Hari al-Syakk, maka ia sudah durhaka kepada Abu al-Qasim.”(17)
3) Puasa al-Dahr, yaitu puasa setiap hari di sepanjang tahun tanpa ada hari tidak berpuasanya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Tidak ada puasa bagi yang berpuasa selamanya.”(18) Dan sabdanya, “Siapa yang berpuasa selamanya, maka tidak ada puasa baginya dan tidak ada ifthar.”(19)
4) Puasa Seorang Perempuan Tanpa Izin Suaminya Padahal Ia Ada Bersamanya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Janganlah seorang perempuan berpuasa sehari saja, sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya, kecuali Ramadhan.”(20)
Puasa yang Diharamkan
yaitu Sebagai Berikut
1) Berpuasa pada hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, berdasarkan riwayat Umar radhiyallahu anhu, “Dua hari ini, Rasulullah Saw melarang untuk berpuasa di keduanya; hari ketika kalian berbuka dari puasa kalian, dan hari ketika kalian memakan sembelihan kalian.”(21)
2) Hari Tasyriq Selama Tiga Hari. Sebab Rasulullah Saw pernah mengutus seseorang untuk meneriakkan di Mina agar kalian tidak berpuasa di hari-hari tersebut. Sebab ia adalah hari untuk makan, minum, dan berhubungan.(22) Dalam lafadz lainnya: Zikir mengingat Allah SWT.
3) Masa Haidh dan Nifas. Sebab sudah menjadi sebuah Ijma’ tentang rusaknya puasa perempuan yang sedang Haidh dan Nifas, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Bukanlah jikalau ia Haidh, ia tidak shalat dan tidak berpuasa? Dan itu tanda kurangnya agamanya.”(23)
4) Puasa Orang Sakit yang Khawatir Terhadap Keselamatan Dirinya, berdasarkan firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (Surat al-Nisa': 29)
Catatan Kaki:
(1) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (5/ 296)
(2) Diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Shiyam (133)
(3) Diriwayatkan oleh Muslim (822)
(4) Diriwayatkan oleh Abd al-Razzaq dalam Mushannifnya (7861)
(5) Diriwayatkan oleh Ibn Majah (1727), dan al-Imam Ahmad (1/ 224)
(6) Diriwayatkan oleh Ibn Majah (1742), dan al-Imam Ahmad (2/ 303, 329)
(7) Diriwayatkan oleh al-Nasai, dan dishahihkan oleh Ibn Hibban
(8) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (2/ 329), dan sanadnya Shahih
(9) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (4/ 195), Abu Daud (2448), al-Imam Ahmad (2/ 160), dan al-Nasai (3/ 214)
(10) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/ 34). Maksud Tameng itu adalah Mamatahkan Tajamnya Syahwat.
(11) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (2/ 304), dan al-Hakim (1/ 434)
(12) Dipaparkan oleh al-Haitsami dalam Majma’ al-Zawaid (3/ 199), al-Bazzar dan Sanadnya Jayyid. Aslinya terdapat dalam al-Shahihain.
(13) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (744) dan dihasankannya, Abu Daud (2421), Ibn Majah (1726), dan al-Imam Ahmad (4/189)
(14) Diriwayatkan oleh Abu Daud (3337), dan al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (4/ 209), kemudian dishahihkan oleh Ibn Hibban
(15) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/ 48, 49)
(16) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/ 49), Muslim dalam al-Shiyam (58), dan al-Imam Ahmad (4/ 189)
(17) Diriwayatkan oleh al-Nasai (1/ 424)
(18) Diriwayatkan oleh Muslim (815), dan al-Nasai (4/ 206)
(19) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (2/ 189), dan al-Nasai (4/ 205, 206)
(20) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (2/ 444)
(21) Banyak riwayat yang menjelaskan larangan berpuasa di Hari Idul Fitri dan Idul Adha dari banyak para Ashab al-Sunan, di antara mereka adalah al-Imam Ahmad dalam Musnadnya (1/ 24, 34, 40, 61, 70), (2/ 511), (3/ 66)
(22) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (2/ 513, 535), dan al-Dar Quthni (2/ 187)
(23) Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya.
Tidak ada komentar