Masalah-Masalah Seputar Akad Al-Syirkah

Masalah-Masalah Seputar Akad Al-Syirkah


Pensyariatannya

Al-Syirkah disyariatkan berdasarkan firman Allah SWT, “maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu." (Surat al-Nisa: 12) Dan firman-Nya,” Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain." (Surat Shad: 24) Sabda Rasulullah Saw, “Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati sahabatnya.”(1) Dan sabdanya, “Tangan Allah SWT di atas dua orang yang berserikat selama keduanya tidak saling mengkhianati.”(2)


Pengertiannya

Al-Syirkah adalah dua orang atau lebih berserikat dalam sebuah harta yang berhak mereka miliki dengan pewarisan dan selainnya, atau mereka kumpulkan di antara mereka dengan bagian-bagian tertentu, kemudian mereka mengembangkannya dengan berdagang atau industry atau pertanian. Ada beberapa jenis: 


Jenis Pertama: Syirkah al-‘Inan

Maksudnya, dua orang atau lebih, dari kalangan orang-orang yang boleh melakukan al-Tasharruf (membelanjakan harta), melakukan persekutuan/ perserikatan dengan mengumpulkan sejumlah harta yang dibagi di antara mereka dengan bagian-bagian tertentu atau saham-saham tertentu, kemudian mereka bersama-sama mengembangkannya. Kemudian keuntungan yang didapatkan, di bagi di antara mereka sesuai dengan saham yang mereka miliki pada modal, sebagaimana kerugian yang didapatkan juga dibagi sesuai dengan saham yang mereka miliki. Setiap mereka memiliki hak untuk melakukan al-Tasharruf dalam Syirkah, baik untuk dirinya sendiri maupun mewakili para serikatnya, sehingga ia bisa menjual dan membeli, menerima dan membayar, meminta hutang dan menagih, serta mengembalikannya karena aib. Ringkasnya, ia bisa melakukan segala sesuatu demi kemaslahatan Syirkah. 


Untuk sahnya Syirkah ini ada syarat-syaratnya, yaitu:

1) Dilakukan di antara kaum Muslimin, sebab tidak ada jaminan orang Non Muslim tidak berinteraksi dengan riba atau memasukkan harta yang haram ke dalam Syirkah. Kecuali jikalau al-Tasharruf itu untuk jual beli sesuatu yang berada di tangan seorang Muslim, sebab tidak ada halangannya dan tidak ada kekhawatiran masuknya harta haram ke dalam Syirkah. 

2) Modalnya harus jelas, dan bagian setiap yang ikut berserikat juga harus jelas. Sebab, keuntungan dan kerugian ditentukan berdasarkan jumlah modal dan saham. Tidak mengetahui jumlah modal atau saham para sekutu bisa menyebabkan memakan harta yang lainnya secara batil, dan itu haram berdasarkan fiman Allah SWT, “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil." (Surat al-Baqarah: 188)

3) Keuntungannya milik bersama yang dibagi sesuai dengan jumlah saham. Tidak boleh mengatakan, “Keuntungan yang kita peroleh dari al-Dha’n, maka itu untuk si Fulan. Dan keuntungan yang kita dapatkan dari al-Kittan, maka itu untuk di Fulan.” Sebab hal itu mengandung al-Gharar (penipuan), dan diharamkan. 

4) Modalnya haruslah berupa uang. Siapa yang memiliki barang, kemudian ia ingin bergabung, maka barangnya ditentukan nilainya dalam bentuk uang sesuai dengan harga hari itu, kemudian dimasukkan ke dalam Syirkah. Sebab, barang adalah sesuatu yang tidak jelas harganya, dan Muamalah dengan sesuatu yang tidak jelas hukumnya terlarang dalam Syariat, sebab bisa melalaikan hak orang lain dan memakan harta secara batil. 

5) Pekerjaan sesuai dengan saham yang dimiliki, layaknya keuntungan dan kerugian. Orang yang bagiannya dalam Syirkah itu ada seperempat, maka ia harus bekerja sehari dari empat hari kerja, misalnya. Begitu juga dengan yang lainnya. Jikalau mereka menggaji pekerja, maka gajinya diambil dari modal sesuai dengan saham para serikat/ para sekutu. 

6) Jikalau salah satu dari dua orang yang berserikat itu meninggal, maka batallah Syirkah. Begitu juga halnya jikalau ia gila, misalnya. Bagi para ahli waris jenazah atau para wali dari orang yang gila, mereka bisa membubarkan Syirkah atau melanjutkannya dengan akadnya yang pertama. 


Jenis Kedua: Syirkah al-Abdan

Maksudnya, dua orang atau lebih berserikat untuk sesuatu yang mereka kerjakan dengan badan mereka, seperti berserikat untuk membuat sesuatu, atau menjahit, atau mencuci pakaian dan selainnya. Hasil yang mereka dapatkan, dibagi di antara keduanya setengah-setengah atau sesuai dengan kesepakatan keduanya.

Dasar pembolehannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa Abdullah, Saad dan ‘Ammar berserikat pada Hari Badar untuk harta kaum Musyrikin yang mereka dapatkan. ‘Ammar dan Abdullah tidak membawa apapun, dan Saad membawa dua tawanan, kemudian Nabi Muhammad Saw mempersekutukan/ memperserikatkan di antara mereka. Dan itu dilakukan sebelum ada Syariat pembagian al-Ghanimah.(3)


Hukum-Hukum Terkait Syirkah

Hukum-Hukum Terkait Syirkah, yaitu: 

1) Masing-masing dari keduanya bisa meminta upah dan mengambilnya dari orang yang mempekerjakan keduanya. 

2) Jikalau salah satu dari keduanya ada yang sakit, atau tidak datang karena ada udzur, maka hasil yang didapatkan oleh salah satu dari keduanya dibagi di antara keduanya. 

3) Jikalau ketidakhadiran salah satu dari keduanya itu dalam jangka waktu yang lama atau sakitnya berlansung lama, maka bagi yang sehat bisa mencari seseorang untuk menggantikannya, kemudian upahnya diberikan dari bagian orang yang sakit atau tidak hadir. 

4) Jikalau salah satu dari keduanya tidak bisa datang, maka yang lainnya bisa membatalkan Syirkah. 


Jenis Ketiga: Syirkah al-Wujuh

Maksudnya, dua orang atau lebih berserikat untuk membeli sesuatu dengan jabatan keduanya, kemudian keduanya menjualnya. Keuntungan yang didapatkan oleh keduanya, menjadi milik keduanya. Dan jikalau ada kerugian, maka dibagi sama di antara keduanya layaknya keuntungan. 


Jenis Keempat: Syirkah al-Mufawadhah

Jenis yang terakhir ini lebih luas dari Syarikah al-‘Inan, al-Wujuh, dan al-Abdan. Sebab ia mencakup semuanya, kemudian juga mencakup al-Mudharabah. Pengertiannya, salah satu dari dua orang yang berserikat, menyerahkan kepada sekutunya semua hak al-Tasharruf, baik yang sifatnya harta (al-Mali) maupun badan (al-Badani) dari jenis-jenis Syirkah,  kemudian ia menjual dan membeli, melakukan al-Mudharabah, mewakilkan, menagih, melakukan Gadai, dan melakukan perjalanan dengan harta tersebut. Keuntungan yang didapat, menjadi milik keduanya sesuai dengan kesepakatan. Kemudian, kerugian yang didapatkan, juga menjadi milik keduanya sesuai dengan bagian harta di antara keduanya, 


Catatan Kaki: 

(1) Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (6/ 78), Abu Daud dan tidak dikomentarinya, di-‘Illatkan oleh Ibn al-Qatthan, dan dishahihkan oleh al-Hakim. Sambungan lafadznya, “Jikalau ia menkhianatinya, maka Aku keluar dari keduanya.” Maksudnya, Dia mencabut keberkahan dari harta keduanya

(2) Diriwayatkan oleh al-Dar Quthni (3/ 35), al-Mundziri tidak mengomentarinya, yaitu lafadz, “Selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lainnya.”

(3) Hadits ini Shahih, diamalkan oleh Ahmad, Malik, dan Abu Hanifah. Semoga Allah SWT merahmati mereka semuanya. 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.