Masalah-Masalah Seputar Al-Iqtha’
Masalah-Masalah Seputar Al-Iqtha’
PENGERTIAN
Pengertiannya: Al-Iqtha’ adalah, hakim memutuskan sebuah lahan tanah yang tidak dimiliki seorang pun, untuk seseorang yang dimanfaatkannya bercocok tanam atau bertani atau membangun, baik sekadar pemanfaatan saja maupun kepemilikan.
HUKUM
Hukumnya: Al-Iqtha’ hukumnya boleh untuk Imam kaum Muslimin, tidak untuk selainnya. Sebab Nabi Muhammad Saw dahulu melakukan al-Iqtha’,(1) Abu Bakar juga melakukan setelahnya, begitu juga dengan Umar dan selain mereka –semoga Allah SWT meridhai mereka semuanya.
HUKUM-HUKUM
Hukum-Hukumnya:
a) Tidak boleh melakukan al-Iqtha’ selain Imam. Sebab, tidak boleh seorang pun melakukan al-Tasharruf dalam kepemilikan umum, selain Imam itu sendiri.
b) Tanah yang dijadikan al-Iqtha’ tidak boleh lebih dari kadar yang bisa dihidupkannya dan digarapnya.
c) Orang yang ditetapkan oleh Imam untuk melakukan al-Iqtha’, kemudian ia tidak mampu menggarapnya, maka Imam memintanya kembali demi menjaga kemaslahatan umum.
d) Imam boleh menetapkan al-Iqtha’ untuk siapapun yang diinginkannya sebagai bentuk kasih sayang, yang digunakan untuk lokasi jual beli di pasar, ruang public, dan jalanan yang luas, selama hal tersebut tidak memudharatkan public. Orang yang ditetapkan baginya al-Iqtha’, bukan berarti memilikinya. Ia hanya lebih berhak dari selainnya saja, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang lebih dahulu menghampiri sesuatu yang belum didahului oleh seorang Muslim pun, maka ia lebih berhak atasnya.”(2)
[Peringatan]:
Jikalau lembah mengalirkan air, maka kaum Muslimin bisa memanfaatkannya, dari yang paling tingginya terus ke yang paling bawahnya, sampai semua swah selesai dialiri atau air lembahnya habis. Sawah-sawah yang jaraknya sama-sama dekat, maka alirannya dibagi sesama mereka sesuai dengan besarnya ukuran sawah dan kecilnya. Jikalau mereka sama juga, maka diadakan undian di antara mereka. Hal itu berdasarkan riwayat Ibn Majah, dari Ubadah bin al-Shamit bahwa Nabi Muhammad Saw menetapkan untuk pengairan pohon kurma, bagian paling atas sebelum yang paling bawah, dibiarkan air menggenang sampai kedua mata kaki, kemudian air dibiarkan mengalir sampai ke yang paling bawah yang berada di bawahnya. Begitulah caranya, sampai semuanya selesai atau airnya habis. Dan ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Siramilah wahai Zubair, kemudian biarkanlah air mengalir ke tetanggamu.”(3)
Catatan Kaki:
(1) Muttafaq alaihi, dengan lafadz, “Saya memindahkan bibit dari tanah al-Zubair yang ditetapkan al-Iqtha’ oleh Rasulullah Saw dengan memikulnya di kepalaku, yang jaraknya dariku dua pertiga Farsakh.” Orang yang berbicara ini adalah Asma binti Abu Bakar, istri al-Zubair –semoga Allah SWT meridhai mereka semuanya.
(2) Diriwayatkan oleh Abu Daud (3071), dan dishahihkan oleh al-Dhiya’ dalam al-Muktarah
(3) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/ 145, 146)
Tidak ada komentar