Masalah-Masalah Seputar Al-Wakalah (Perwakilan)
Masalah-Masalah Seputar Al-Wakalah (Perwakilan)
PENGERTIAN
Pengertiannya: Al-Wakalah adalah meminta seseorang untuk menggantikan dalam suatu urusan yang boleh diwakilkan, seperti jual beli, khusumat, dan selainnya.(1)
SYARAT-SYARAT
Syarat-Syaratnya: Disyaratkan untuk al-Wakil dan al-Muwakkal, keduanya adalah orang yang boleh melakukan al-Tasharruf, yaitu sudah masuk al-Taklif.
HUKUM
Hukumnya: Al-Wikalah hukumnya boleh berdasarkan al-Quran dan Sunnah. Allah SWT berfirman, “pengurus-pengurus zakat.” (Surat al-Taubah: 60)
Mereka adalah para wakil Imam untuk mengumpulkan zakat. Dan firman-Nya, “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu.” (Surat al-Kahfi: 19)
Mereka mewakilkan salah seorang di antara mereka untuk membeli makanan. Rasulullah Saw bersabda kepada Unais, “Berangkatlah wahai Unais menemui perempuan ini. Jikalau ia mengaku, maka rajamlah.”(2) Rasulullah Saw mewakilkan Unais untuk memastikan pengakuannya, kemudian untuk menegakkan al-Hadd. Abu Hurairah radhiyallahu anhu mengatakan, “Nabi Muhammad Saw mewakilkanku untuk menjaga zakat Ramadhan.” Dan sabdanya kepada Jabir radhiyallahu anhu, “Jikalau engkau mendatangi wakilku, maka ambillah darinya sebanyak lima belas Wasq. Jikalau ia meminta bukti darimu, maka letakkanlah tanganmu di atas tulang selangkamu.”(3) Rasulullah Saw mengutus Abu Rafi’ Maulanya dan seorang lainnya dari kalangan Anshar, kemudian keduanya menikahkannya dengan Maymunah bint al-Harits radhiyallahu anhu, sedangkan beliau berada di al-Madinah. Beliau mewakilkan keduanya untuk melakukan akad nikah.(4)
HUKUM-HUKUM
Hukum-hukum al-Wakalah, yaitu:
a) Al-Wakalah ditetapkan dengan semua ucapan yang menunjukkan izin, sehingga tidak disyaratkan dengan sighat khusus.
b) Al-Wakalah hukumnya sah untuk semua hak pribadi dalam akad, seperti jual beli, nikah, rujuk, dan al-Faskh seperti Talak dan al-Khulu’, sebagaimana ia juga sah untuk hak-hak Allah SWT yang boleh diwakilkan, seperti membagikan zakat, seperti haji dan umrah untuk orang yang sudah meninggal atau orang yang lemah.
c) Al-Wakalah hukumnya sah untuk menetapkan al-Hudud(5) dan pelaksanaannya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Berangkatlah menemui perempuan ini. Jikalau ia mengaku, maka rajamlah.”
d) Tidak sah hukumnya al-Wakalah untuk ibadah-ibadah yang tidak boleh diwakilkan, seperti shalat dan puasa,(6) sebagaimana hukumnya tidak sah untuk al-Li’an, al-Zhihar, al-Ayman, al-Nudzur, dan al-Syahadat, sebagaimana ia juga tidak sah untuk semua yang diharamkan. Sebab, sesuatu yang tidak boleh dilakukan, maka tidak boleh dilakukan al-Wakalah.
e) Al-Wakalah menjadi batal jikalau salah satu pihak melakukan al-Faskh, atau salah satu pihak meninggal dunia, atau gila, atau al-Muwakkil mencabut status al-Wakil.
f) Orang yang diwakilkan untuk menjual atau membeli, maka ia tidak boleh menjual dan membelinya dari dirinya sendiri, anaknya, istrinya, dan tidak juga dari orang-orang yang persaksiannya tidak diterima untuk mereka, sebab hal itu akan menyebabkannya tertuduh bersikap Nepotisme. Contoh al-Wakil dalam masalah ini adalah orang yang diwasiati, sekutu, Hakim, dan Nazhir al-Waqf.
g) Al-Wakil tidak bertanggungjawab untuk sesuatu yang hilang atau rusak, asalkan ia tidak melakukan kelalaian atau kelaliman terhadap sesuatu yang diwakilkan kepadanya. Jikalau ia melakukan kelalaian atau kelaliman, maka ia harus bertanggungjawab untuk sesuatu yang sudah dihilangkannya atau dirusaknya.
h) Boleh melakukan al-Wakalah al-Mutlaqah (tidak terbatas) dalam semua al-Huquq al-Syakhshiyah (hak-hak pribadi), sehingga al-Wakil bisa melakukan al-Tasharruf dalam semua hak pribadi dari al-Muwakkil kecuali untuk Talak. Sebab untuk yang satu ini, harus ada keinginan dari al-Muthalliq (pihak yang akan menjatuhkan Talak) dan azzamnya.
i) Orang yang ditentukan oleh al-Muwakkil untuk membeli sesuatu, maka ia tidak boleh membeli sesuatu yang tidak ditentukan. Ketika ia membeli selain yang tidak ditentukan, maka al-Muwakkil memiliki hak al-Khiyar; menerimanya atau menolaknya. Begitu juga halnya jikalau al-Wakil membeli sesuatu yang memiliki aib atau membeli sesuatu dengan penipuan yang nyata, maka al-Muwakkil diberikan hak al-Khiyar antara mengambilnya atau tidak.
j) Al-Wakalah boleh dilakukan dengan upah. Disyaratkan untuk melakukannya, ditentukan upahnya dan dijelaskan pekerjaan yang akan dilakukan oleh al-Wakil.
BENTUK PENULISANNYA
Bentuk Penulisannya
Setelah memuji Allah SWT: “Fulan sudah mewakilkan... Fulan… Dan keduanya berada dalam kondisi yang sehat, akal sempurna, dan urusan keduanya bisa dijalankan… Pihak al-Wakil yang disebutkan, menerima al-Wakalah dan menyetujuinya setelah dua orang menyaksikannya; Fulan dan Fulan… Dan itu pada tanggal ini…”
Catatan Kaki:
(1) Tidak selayaknya menjadikan orang kafir sebagai wakil dalam urusan-urusan yang terkait jual beli khawatir ia akan melakukan transaksi yang diharamkan, sebagaimana tidak layak mewakilkannya untuk menerima sesuatu, daripada memilih seorang Muslim, khawatir ia akan merasa hebat.
(2) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/ 134, 241)
(3) Diriwayatkan oleh Abu Daud (3632), dan al-Dar Quthni (4/ 155). Pensanadannya Hasan, dan sebagiannya terdapat dalam al-Bukhari.
(4) Dalam al-Muwattha karya al-Imam Malik (1/ 348)
(5) Para petinggi Mazhab Hanafi mensyaratkan hadirnya al-Muwakkil dalam pelaksanaan al-Hudud
(6) Bolehnya berpuasa untuk orang yang sudah meninggal, kemudian juga untuk orang yang meninggalkan puasa wajib seperti Qadha Ramadhan atau Nazar, adalah sesuatu yang tsabit (tetap) dalam Syariat.
Tidak ada komentar