Masalah-Masalah Seputar Bulan Ramadhan
Masalah-Masalah Seputar Bulan Ramadhan
Kewajiban Puasa Ramadhan & Keutamaannya, Amalan-Amalan Utama di Bulan Ramadhan, serta Bagaimana Cara Penetapan Bulan Ramadhan
Kewajiban Puasa Ramadhan
Hukum berpuasa di Bulan Ramadhan adalah wajib, berdasarkan al-Quran, Sunnah, dan Ijma’ Umat. Allah SWT berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (Surat al-Baqarah: 185) Dan sabda Rasulullah Saw, “Islam dibangun di atas lima hal; syahadat bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah SWT, dan Muhammad adalah Rasulullah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; berhaji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.”(1) Dan sabdanya, “Ikatan Islam dan kaedah agama ada tiga, Islam dibangun di atasnya, siapa yang meninggalkan salah satu di antaranya, maka ia kafir dan halal darahnya; persaksian bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah SWT, shalat wajib, dan puasa Ramadhan.”(2)
Keutamaan Ramadhan
Ramadhan memiliki keutamaan agung dan keistimewaan luar biasa, yang tidak dimiliki bulan-bulan lainnya. Hadits-hadits berikut ini menegaskan hal tersebut dan meguatkannya, yaitu sabda Rasulullah Saw, “Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, Ramadhan ke Ramadhan, menggugurkan dosa-dosa di antara semuanya, asalkan menghindari dosa-dosa besar.”(3) Dan sabdanya, “Siapa yang berpuasa Ramadhan dengan Iman dan Ikhlas, maka diampuni dosanya yang terdahulu.”(4) Dan sabdanya, “Saya melihat seseorang dari umatku yang menjulurkan lidahnya kehausan. Setiap kali ia mendatangi Khaud (kolam), ia dihalangi. Kemudian datanglah puasa Ramadhan, memberinya minum dan menghilangkan dahaganya.”(5) Dan sabdanya, “Ketika malam pertama Bulan Ramadhan, setan-setan dan para jin pembangkang dirantai, pintu-pintu Neraka ditutup dan tidak dibukakan satu pintu pun, dibukakan pintu-pintu Surga dan tidak ditutup satu pintu pun. Berserulah penyeru, ‘Wahai pencari kebaikan, menghadaplah! Wahai pencari keburukan, hentikanlah!’ Demi Allah, mereka dibebaskan dari Neraka, dan itu setiap malam.”(6)
Amalan-Amalan Utama di di Bulan Ramadhan
Terkait keutamaan Ramadhan, semua perbuatan baik dan segala jenis kebaikan, diutamakan di bulan ini, di antaranya:
1) Sedekah. Rasulullah Saw bersabda, “Sedekah terbaik adalah sedekah di bulan Ramadhan.”(7) Dan sabdanya, “Siapa yang memperbukakan orang yang berpuasa, maka ia mendapatkan pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikit pun.”(8) Dan sabdanya, “Siapa yang memperbukakan orang yang berpuasa dengan makanan atau minuman yang halal, maka para Malaikat mendoakannya pada waktu-waktu tertentu di bulan Ramadhan, dan Jibril mendoakannya di malam Lailatul Qadar.”(9) Beliau adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan, yaitu ketika Jibril menemuinya.” (10)
2) Qiyamullail. Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang Qiyam (mendirikan) Ramadhan dengan Iman dan Ikhlas, maka diampuni dosanya yang terdahulu.”(11) Dahulu, Rasulullah Saw menghidupkan malam-malam Ramadhan. Jikalau sudah masuk sepuluh hari terakhir Bulan Ramadhan, maka beliau membangunkan keluarganya; semua yang masih kecil dan yang sudah besar, yang sudah mampu mengerjakan shalat.(12)
3) Tilawah al-Quran al-Karim. Rasulullah Saw memperbanyak tilawah al-Quran al-Karim di bulan Ramadhan, dan Jibril memurajaah al-Qurannya di bulan ini.(13)
Beliau memperpanjang bacaannya dalam Qiyam Ramadhan melebihi bacaannya untuk shalat lainnya. Suatu malam, Hudzaifah mengerjakan shalat bersamanya, beliau membaca Surat al-Baqarah, kemudian surat Ali Imran, kemudian Surat al-Nisa’. Tidaklah beliau membaca ayat Takhwif (menakuti), kecuali beliau berhenti dan memohon. Belum selesai beliau mengerjakan shalat dua rakaat, namun Bilal sudah memberitahukan masuknya waktu shalat, sebagaimana terdapat dalam al-Shahih. Beliau bersabda, “Puasa dan Qiyam, keduanya akan memberikan syafaat kepada seorang hamba para Hari Kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Tuhanku, saya menghalanginya dari makan dan minum di siang hari.’ Al-Quran berkata, ‘Saya menghalanginya dari tidur di malam hari. Maka, syafaatkanlah kami karenanya.”(14)
4) I’tikaf, yaitu melazimi Masjid untuk beribadah, dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dahulu Nabi Muhammad Saw ber-Itikaf, dan terus ber-Itikaf sampai masuknya sepuluh hari terakhir Ramadhan, sampai Allah SWT mewafatkannya, sebagaimana terdapat dalam al-Shahih. Beliau bersabda, “Masjid adalah rumah setiap orang yang bertakwa. Allah SWT menjamin bagi orang yang rumahnya Masjid, mendapatkan ketenangan, rahmat, dan mampu melewati Shirat menuju ridha Allah SWT ke surga.”(15)
5) Umrah, yaitu menziarahi rumah Allah SWT di Masjidil Haram untuk Thawaf dan Sa’i di bulan Ramadhan. Rasulullah Saw bersabda, “Umrah di bulan Ramadhan, setara dengan haji bersamaku.”(16) Dan sabdanya, “Umrah ke Umrah lainnya, penggugur dosa di antara keduanya.”(17)
Penetapan Bulan Ramadhan
Masuknya Bulan Ramadhan ditetapkan dengan salah satu dari dua hal berikut ini; Pertama, menyempurnakan bulan sebelumnya, yaitu Syaban. Jikalau Syaban sudah sempurna selama tiga puluh hari, maka dipastikan hari ketigapuluh satu adalah hari pertama Bulan Ramadhan. Kedua, dengan melihat Hilal. Jikalau Hilal terlihat di hari ketigapuluh bulan Syaban, maka artinya bulan Ramadha sudah masuk dan sudah wajib berpuasa, berdasarkan firman Allah SWT, “Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (Surat al-Baqarah: 185) Dan sabda Rasulullah Saw, “Jikalau kalian melihat Hilal, maka berpuasalah. Dan jikalau kalian melihatnya, maka berbukalah. Jikalau berawan, maka sempurnakanlah bilangannya sebanyak tiga puluh hari.”(18)
Untuk menetapkan Rukyah Ramadhan, maka cukup dengan persaksian seseorang yang adil atau dua orang yang adil. Sebab, Rasulullah Saw memperbolehkan persaksian satu orang saja untuk melihat Hilal Ramadhan.(19) Sedangkan untuk Rukyah bulan Syawwal, untuk menetapkan tidak berpuasa lagi, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan persaksikan dua orang adil. Sebab, Rasulullah Saw tidak memperbolehkan persaksian seorang yang adil saja dalam Ifthar/ tidak berpuasa.(20)
[Peringatan] Siapa yang melihat Hilal Ramadhan, maka ia wajib berpuasa, walaupun persaksiannya tidak diterima. Siapa yang melihat Hilal Idul Fitri dan tidak diterima persaksiannya, maka ia tidak boleh berbuka/ tidak berpuasa, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Berpuasa itu di hari kalian berpuasa, berfitri itu di hari kalian berfitri/ tidak berpuasa, dan ber-adha di hari kalian berkurban.”(21)
Catatan Kaki:
(1) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (1/ 9), Muslim dalam al-Iman (20/ 21), dan al-Turmudzi (2609)
(2) Dipaparkan oleh al-Haitsami dalam Majma’ al-Zawaid (1/ 47), dan Abu Ya’la dalam Musnadnya dengan Sanad yang Jayyid
(3) Diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Thaharah (14, 15, 16)
(4) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (1/ 16), Muslim dalam Shalat al-Musafirin (175), dan Abu Daud dalam al-Tathawwu’ (29)
(5) Dipaparkan oleh al-Zubaidi dalam Ithaf Sadah al-Muttaqin (8/ 119), dan al-Thabrani dalam hadits panjang tentang tidurnya Rasulullah Saw.
(6) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (682) dan berkata, “Gharib.” Kemudian juga diriwayatkan oleh al-Hakim (1/ 421) dan dishahihkannya sesuai dengan Syarat Shahih al-Syaikhain
(7) Dipaparkan oleh al-Zubaidi dalam Ithaf Sadah al-Muttaqin (3/ 420), dan al-Turmudzi. Kedudukanya dhaif.
(8) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (5/ 192), dan al-Turmudzi (807). Dan kedudukannya Shahih.
(9) Diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Mujam al-Kabir (6/ 321)
(10) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (1/ 5), (2/ 33), (4/ 137)
(11) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (1/ 16), Muslim dalam Shalat al-Musafirin (173/ 174), dan al-Turmudzi (808)
(12) Diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Itikaf (3)
(13) Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya (5) dalam Kitab Bud’i al-Wahy
(14) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (2/ 174)
(15) Diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Mujam (6/ 313), dan al-Haitsami dalam Majma’ al-Zawaid (2/ 22)
(16) Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam al-Manasik (79), al-Turmudzi (939), al-Imam Ahmad (5/ 112, 115), dan Ibn Majah (2991, 1995)
(17) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/ 2), Muslim dalam al-Hajj (437), al-Turmudzi (933), dan al-Nasai (5/ 112, 115)
(18) Diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Shiyam (7)
(19) Diriwayatkan oleh Abu Daud dan selainnya. Kedudukannya Shahih
(20) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi dan dihasankannya, dan Ibn Majah “al-fithry yaum tufthirun, wa al-adhha yaum tudhahhun.”
(21) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (697), dan al-Dar Quthni (2/ 164)
Tidak ada komentar