Masalah-Masalah Seputar Diyat
Masalah-Masalah Seputar Diyat
PENGERTIAN
Pengertiannya: Diyat adalah harta yang dibayarkan kepada orang yang berhak atas al-Dam (keluarga terbunuh).
HUKUM
Hukumnya: Diyat disyariatkan berdasarkan firman Allah SWT, “serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.” (Surat al-Nisa: 92) Dan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang dibunuh salah seorang keluarganya, maka ia memilih pandangan terbaik dari dua pandangan; membayar diyat atau Qishas.”(1)
SIAPA YANG WAJIB MEMBAYAR DIYAT?
Siapa yang Wajib Membayar Diyat?: Diyat wajib dibayar oleh setiap orang yang membunuh orang lain, baik secara lansung maupun melalui perantara. Jikalau ia melakukannya dengan sengaja, maka Diyatnya dari hartanya. Jikalau pembunuhan itu Syibh al-‘Amd (semi sengaja) atau al-Khata’ (tersalah), maka Diyatnya menjadi kewajiban keluarganya, sebab begitulah ketetapan Rasulullah Saw. Dahulu ada dua orang perempuan yang saling berkelahi, kemudian salah satunya melempari yang lainnya dengan batu sehingga menyebabkannya terbunuh bersama janinnya, kemudian Rasulullah Saw memutuskan Diyat perempuan tersebut terhadap keluarganya.(2)
Keluarga yang dimaksud disini adalah kumpulan orang yang akan membayarkan Diyat. Mereka adalah para Ashabahnya, yaitu para bapaknya, para saudara laki-lakinya, para anak dari saudara laki-lakinya, para pamannya dari pihak bapak, dan para anak laki-laki dari paman pihak bapak. Mereka membagi Diyat di antara mereka, sehingga masing-masingnya membayar sesuai dengan kondisinya dan dibagi kepada mereka semuanya selama tiga tahun. Setiap tahunnya, mereka membayar sepertiga Diyat sampai terbayarkan semuanya. Jikalau mereka mampu membayarnya dengan tunai, maka tidak masalah.
SIAPA YANG GUGUR DIYATNYA?
Dari Siapa Diyat itu Gugur?: Diyat itu gugur dari seorang bapak yang mendidik anaknya sehingga menyebabkannnya meninggal, atau penguasa yang mendidik rakyatnya, atau dari guru yang mengajar muridnya sehingga menyebabkannya meninggal. Sebab, mereka tidak akan memukul berlebihan dan tidak akan melampui batasan ma’ruf dalam pendidikan.
KADAR DIYAT
A-Diyat Nyawa/ Jiwa:
Jikalau orang yang diberikan Diyat itu adalah orang yang merdeka, maka Diyatnya adalah seratus ekor unta, atau seribu mitsqal emas, atau dua belas ribu dirham perak, atau dua ratus ekor sapi, atau seribu domba. Jikalau pembunuhannya Syibh al-‘Amd, maka Diyatnya adalah Mughallazhah dengan seratus ekor unta, empat puluh di antaranya mengandung anaknya. Jikalau pembunuhnya al-Khata’, maka Diyatnya tidak Mughallazhah, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Ketahuilah, korban pembunuhan dari Khata’ al-‘Amd (Syibh al-‘Amd) dengan kayu, tongkat, dan batu, maka ada kewajiban Diyat Mughallazhah, sebanyak seratus ekor unta, empat puluh di antaranya berusia dua tahun sampai sembilan tahun, semuanya dalam kondisi hamil.”(3) Jikalau pembunuhannya itu dilakukan dengan sengaja (al-‘Amd), maka sesuai dengan kerelaan para wali dari orang yang dibunuh. Mereka memiliki hak meminta lebih dari Diyat, karena memiliki hak Qishas, sehingga mereka bisa kompromi dengan mendapatkan lebih banyak dari Diyat.
Dalil kadar Diyat, sesuai dengan riwayat Jabir radhiyallahu anhu, “Rasulullah Saw mewajibkan kepada para pemilik unta sebanyak seratus ekor unta, kepada para pemilik sapi sebanyak dua ratus ekor sapi, dan kepada para pemilik domba sebanyak dua ribu ekor domba.”(4) Dan ucapan Ibn Abbas radhiyallahu anhu, “Seorang laki-laki dibunuh, kemudian Nabi Muhammad Saw menetapkan Diyatnya sebanyak dua belas ribu dirham.”(5) Begitu juga yang terdapat dalam surat Amru bin Hazm yang diterima semua umat dengan baik “… bagi para pemilik emas sebanyak seribu dinar.”(6) Mana saja dari lima hal di atas, yang diberikan oleh si pembunuh, maka wajib bagi wali dari orang yang dibunuh untuk menerimanya.
Jikalau yang diberikan Diyat itu adalah seorang perempan Muslimah berstatus merdeka, maka Diyatnya adalah setengah Diyat laki-laki Muslim, berdasarkan riwayat Malik dalam al-Muwattha’, dari Urwah bin al-Zubair bahwa dahulu dikatakan, “Perempuan itu membersamai laki-laki selama belum sampai sepertiga Diyat laki-laki. Jikalau sampai, maka perempuan itu diperlakukan dengan setengah Diyat laki-laki.”
Jikalau orang yang diberikan Diyat itu adalah Ahli Dzimmi, baik yahudi atau Nashrani atau selainnya, maka Diyatnya setengah Diyat Muslim. Kemudian Diyat perempuan mereka, setengah dari Diyat laki-laki mereka. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Diyat akal kafir itu setengah diyat akal laki-laki (muslim).”(7)
Jikalau yang diberikan Diyat itu adalah seorang budak, maka Diyatnya adalah harganya, berapa pun itu. Karena ia adalah jenis yang ada harganya, maka dibayar dengan harganya.
Jikalau yang diberikan Diyat itu adalah janin, baik laki-laki maupun perempuan, maka Diyatnya adalah budak terbaik, baik budak laki-laki maupun budak perempuan, sebab begitulah ketetapan Rasulullah Saw terhadap Janin, sebagaimana terdapat dalam al-Shahih. Itu jikalau statusnya merdeka dan lahir dalam kondisi meninggal. Sedangkan jikalau lahir dari rahim ibunya dalam kondisi hidup, kemudian meninggal, maka ada Diyatnya atau Qishas.
[Peringatan] Budak terbaik dihargakan oleh sebagian ulama dengan sepersepuluh diyat Ibu Janin, sehingga Malik menghargainya sebanyak lima puluh dinar atau enam ratus dirham.
B-Diyat Bagian Tubuh:
Wajib Diyat penuh untuk hal-hal berikut ini:
1) Menghilangkan akal dan melenyapkannya
2) Menghilangkan pendengaran, dengan menghilangkan kedua telinga
3) Menghilangkan penglihatan, dengan merusak kedua mata
4) Menghilangkan suara, dengan memotong lidah atau kedua bibir
5) Menghilangkan penciuman, dengan memotong semua hidung
6) Menghilangkan kemampuan untuk berjima’. dengan memotong kemaluan laki-laki atau kemaluan perempuan
7) Menghilangkan kemampuan untuk berdiri atau duduk, dengan mematahkan punggung
Semua itu berdasarkan catatan Amru bin Hazm yang ditetapkan oleh Rasulullah Saw bahwa jikalau hidung dirusak sehingga membuatnya menjadi pesek ada Diyatnya, lidah ada Diyatnya, kedua bibir ada Diyatnya, kedua buah pelir ada Diyatnya, kemaluan laki-laki ada Diyatnya, punggung ada Diyatnya, dan kedua mata ada Diyatnya.(8) Kemudian berdasarkan ketetapan Umar radhiyallahu anhu tentang seorang laki-laki yang memukul laki-laki lainnya, sehingga menyebabkannya kehilangan pendengarannya, penglihatannya, kemaluannya, dan akalnya dengan empat Diyat. Laki-laki itu masih hidup dan tidak meninggal.
Untuk bagian tubuh, Diyat perempuan adalah setengah dari Diyat bagian Tubuh laki-laki. Sedangkan untuk luka, jikalau diyat luka itu sampai sepertiga diyat laki-laki, maka Diyatnya setengah dari Diyat laki-laki. Jikalau kurang, maka Diyatnya sama dengan laki-laki.
Wajib Setengah Diyat untuk berikut ini:
1) Salah satu mata
2) Salah satu telinga
3) Salah satu tangan
4) Salah satu kaki
5) Salah satu bibir
6) Salah satu bagian pantat
7) Salah satu kelopak mata
8) Salah satu payudara wanita
[Peringatan] Memotong satu jari, wajib membayar sebanyak sepuluh unta, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Diyat jari-jari kedua tangan atau kedua kaki adalah sama, yaitu sepuluh ekor unta untuk setiap jari.”(9) Untuk gigi, wajib membayar lima ekor unta, berdasarkan sabda Rasulullah Saw dalam catatan Amru bin Hazm, “Untuk gigi, lima ekor unta.”(10)
C-Diyat al-Syijaj dan al-Jirah
Pertama: al-Syijaj
Pengertiannya: Al-Syijaj adalah luka di kepala atau di wajah. Ada sepuluh yang dikenal di kalangan Salaf; lima di antaranya dijelaskan Diyatnya, dan lima lainnya tidak dijelaskan syariat tentang batasannya.
Hukumnya: Hukum lima perkara yang dijelaskan oleh Syariat, dan penjelasan mengenai Diyatnya adalah sebagai berikut:
1) Al-Mudhihah, yaitu luka yang menyebabkan tulang terlihat dan tampak. Diyatnya adalah lima ekor unta, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Untuk al-Mudhihah lima ekor unta.”(11)
2) Al-Hasyimah, yaitu luka yang mematahkan tulan. Diyatnya adalah sepuluh ekor unta, berdasarkan ucapan Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad Saw mewajibkan untuk al-Hasyimah sebanyak sepuluh ekor unta.(12)
3) Al-Munaqqilah, yaitu luka yang menyebabkan tulang beralih dari lokasinya yang sebenarnya. Diyatnya lima belas unta, berdasarkan catatan Amru bin Hazm, “… Untuk al-Munaqqilah sebanyak lima belas ekor unta.”(13)
4) Al-Ma’mumah, yaitu luka yang sampai ke kulit otak. Diyatnya sepertiga Diyat, sebagaimana terdapat dalam catatan Amru bin Hazm, “… Untuk al-Ma’mumah sebanyak sepertiga Diyat.”(14)
5) Al-Damighah, yaitu luka yang menyobek kulit otak. Ia lebih parah dari al-Ma’mumah. Hukumnya adalah hokum al-Ma’mumah, yaitu sepertiga Diyat.
Sedangkan untuk lima perkara lainnya yang tidak disebutkan oleh syariat, dan penjelasan mengenai Diyatnya adalah sebagai berikut:
1) Al-Harishah, yaitu luka yang sedikit menyobek kulit dan tidak membuatnya berdarah
2) Al-Damiyah, yaitu luka yang menyebabkan kulit berdarah, sehingga darahnya pun mengalir.
3) Al-Badhi’ah, yaitu luka yang menyobek daging
4) Al-Mutalahimah, yaitu luka yang lebih parah dari al-Badhi’ah, sebab masuk ke daging
5) Al-Simhaq, yaitu luka yang hampir sampai ke tulang, kecuali tipis saja.
Hukum lima jenis ini, menurut ulama, ada ketentuannya. Yaitu, korban dipersepsikan sebagai budak. Ditentukan harganya jikalau tanpa bekas kriminalitas, kemudian ditentukan juga harganya jikalau ada aibnya setelah kesembuhannya. Perbedaan di antara kedua harga tersebut dibagi dengan pokok harganya ketika berada dalam kondisi selamat. Jikalau seperenam, maka diberikan seperenam Diyat. Jikalau sepersepuluh, maka diberikan sepersepuluh Diyat. Begitulah selanjutnya.
Dan cara yang lebih mudah dari ini, khususnya di zaman kita sekarang, yaitu dengan menjadikan jenis al-Mudhihah sebagai ukuran (luka yang menyebabkan terlihatnya tulang namun tidak membuatnya patah), Diyatnya adalah lima ekor unta. Al-Syujaj yang lima, dijadikan sebagai ukuran. Jikalau seperti seperlimanya, maka Diyatnya seekor unta. Jikalau seperti sepertiganya, maka Diyatnya tiga ekor unta… Semua luka yang ada di tubuh, diukur oleh para dokter spesialis.
Kedua: al-Jirah
1-Pengertiannya: Al-Jirah adalah luka di bagian badan lainnya, selain di kepala dan wajah.
2-Hukumnya: Untuk al-Jaifah (luka yang sampai ke bagian dalam kerongkongan) adalah sepertiga Diyat, berdasarkan catatan Amru bin Hazm, “Untuk al-Jaifah sebanyak sepertiga Diyat.”
Untuk bahu; jikalau patah atau melipat adalah seekor unta.
Untuk lengan atau tulang betis atau pergelangan tangan jikalau dipatahkan, Diyatnya sebanyak dua ekor unta, sebab begitulah yang ditetapkan oleh para sahabat radhiyallahu anhum.
Selain yang disebutkan di atas, maka ada ketentuannya, atau diqiyaskan dengan al-Mudhihah, dan itu lebih mudah.
DENGAN APA DITETAPKAN KRIMINALITAS?
Dengan Apa Ditetapkan al-Jinayah (Kriminalitas)? Jikalau Kriminalitasnya bukan pembunuhan, maka ia ditetapkan dengan salah satu dari dua hal; dengan pengakuan pelaku criminal (al-Jany) dan dengan persaksian dua orang yang adil.
Jikalau Kriminalitasnya adalah pembunuhan, maka ia ditetapkan dengan pengakuan pembunuh, atau persaksikan dua orang yang adil, atau al-Qassamah (sumpah) jikalau ada al-Lauts, yaitu permusuhan nyata antara yang dibunuh dengan orang yang diduga sebagai pelaku criminal pembunuhan.
Al-Qassamah: Maksudnya, ada korban pembunuhan, kemudian para walinya menuduh seseorang atau sejumlah orang membunuhnya karena permusuhan nyata di antara mereka dan sudah diketahui khalayak, sehingga besar dugaan bahwa korban pembunuhan meninggal sebagai korban permusuhan tersebut.
Atau, tidak ada permusuhan antara korban pembunuhan dengan al-Muttaham (orang yang dituduh). Masalahnya, hanya ada satu orang saksi atas pembunuhan. Ketika tuduhan pembunuhan tidak bisa ditetapkan kecuali dengan persaksian dua orang yang adil, maka persaksian satu orang sama dengan al-Lauts yang mengharuskan adanya al-Qassamah. Maka, para wali korban yang dibunuh harus bersumpah(15). Mereka adalah para ahli waris korban yang dibunuh dari kalangan laki-laki dan tidak termasuk perempuan, sebanyak lima puluh kali sumpah, dibagi kepada mereka sesuai dengan bagian warisan, dengan menyatakan bahwa orang ini yang membunuhnya. Jikalau mereka bersumpah, maka mereka berhak menuntut darah dari al-Mudda’a alaihi (pihak yang dituduh), sehingga bisa dilakukan Qishas,(16) atau mereka diberikan Diyat. Jikalau sebagian ahli waris enggan dan tidak mau bersumpah, maka hak tersebut gugur. Dan al-Mudda’a alaihi bersumpah sebanyak lima puluh kali, kemudian bebas.
Hukumnya sama dengan al-Mudda’a alaihi dalam kasus pembunuhan yang tidak ada al-Lauts. Ia bebas dengan sekali sumpah saja. Hal ini berdasarkan riwayat yang terdapat dalam al-Shahih bahwa ada masalah pembunuhan yang diajukan kepada Rasulullah Saw, kemudian beliau menetapkan al-Qassamah. Beliau berkata kepada para wali korban, “Apakah kalian mau bersumpah, kemudian kalian berhak mendapatkan diyat pembunuhnya atau sahabat kalian?”(17) Mereka menjawab, “Bagaimana kami bersumpah, sedangkan kami tidak bersaksi dan tidak melihat?” Beliau berkata, “Yahudi (pihak yang dituduh) membebaskan kalian dengan lima puluh kali sumpah?”Mereka menjawab, “Bagaimana kami akan mempercayai sumpah kaum yang kafir” Kemudian Nabi Muhammad Saw memberikan Diyat kepada mereka dari hartanya sendiri.
Catatan Kaki:
(1) Sudah ditakhrij di bagian sebelumnya
(2) Diriwayatkan oleh Ibn Majah (2633)
(3) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (3/ 410), al-Nasai (8/ 42), dan al-Dar Quthni (3/ 104)
(4) Diriwayatkan oleh Abu Daud, dalam sanadnya ada Dha’f. Hanya saja ia diamalkan oleh sebagian besar ulama
(5) Diriwayatkan oleh Abu Daud, al-Nasai, Ibn Majah, dan al-Turmudzi secara Marfu’, kemudian juga diriwayatkan secara Mursal, dan ini lebih shahih dan lebih masyhur
(6) Diriwayatkan oleh al-Darimi (2/ 92), dan al-Baihaqi (8/ 79)
(7) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (1413) dan dihasankannya
(8) Diriwayatkan oleh al-Darimy (1932), al-Dar Quthni (3/ 209), dan al-Baihaqi (8/ 89)
(9) Diriwayatkan oleh al-Dar Quthni (3/ 212)
(10) Maka, untuk dua gigi adalah sepuluh ekor unta. Begitulah, tidak ada perbedaan antara gigi depan atau geraham atau seri atau taring
(11) Diriwayatkan oleh Abu Daud (4566), al-Turmudzi (1390), dan al-Nasai (8/ 57). Dan pensanadannya hasan
(12) Diriwayatkan oleh al-Baihaqi, al-Dar Quthni, dan Abd al-Razzaq dengan sanad yang shahih ke Zaib bin Tsabit radhiyallahu anhu
(13) Diriwayatkan oleh al-Darimi (2/ 193)
(14) Diriwayatkan oleh al-Darimi (2/ 193)
(15) Jikalau para ahli waris tidak rela dengan sumpah pihak al-Mudda’a alaihi, maka pemerintah memberikan Diyat korban pembunuhan itu, dan pihak al-Mudda’a alaihi bebas dari tuduhan
(16) Jumhur ulama berpandangan bahwa tidak ada Qishas untuk al-Qassamah, akan tetapi di-Diyatkan. Ini adalah Mazhab Syafii, Abu Hanifah, dan Umar bin Abdul Aziz. Sedangkan Mazhab Malik dan Ahmad rahimahumullah bahwa ada Qishas untuk al-Qassamah
(17) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (9/ 94, al-Turmudzi (1422), dan Abu Daud (4521)
Tidak ada komentar