Masalah-Masalah Seputar Nafkah

Masalah-Masalah Seputar Nafkah


PENGERTIAN

Pengertiannya: Maksudnya, sesuatu yang diberikan kepada orang yang wajib menjadi tanggungannya, berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal. 


SIAPA YANG WAJIB MEMBERIKAN & MENERIMA NAFKAH

Siapa yang Wajib Memberikan Nafkah, dan Siapa yang Berhak Menerimanya? Nafkah wajib diberikan kepada enam golongan, yaitu: 

a) Istri oleh suaminya, baik sifatnya hakiki seperti perempuan yang masih berada dalam ikatan pernikahan dengan suaminya, atau sifatnya hukmi (secara hokum saja) seperti perempuan yang dijatuhkan Talak Raj’i sebelum habis masa Iddahnya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Ketahuilah, hak mereka atas kalian; kalian berbuat baik kepada mereka untuk pakaian mereka dan makanan mereka.”(1)

b) Perempuan yang dijatuhkan Talak Bain, berhak mendapatkan nafkah dari suaminya yang menjatuhkan Talak selama masa Iddahnya jikalau ia dalam kondisi hamil, berdasarkan firman Allah SWT, “Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin.” (Surat al-Thalaq: 6)

c) Kedua Orangtua oleh anaknya, berdasarkan firman Allah SWT, “dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa.” (Surat al-Baqarah: 83) Dan berdasarkan sabda Rasulullah Saw ketika ditanya tentang orang yang paling berhak mendapatkan persahabatan yang baik, kemudian beliau menjawab, “Ibumu (sebanyak tiga kali), kemudian bapakmu.”(2)

d) Anak-Anak yang Masih Kecil Oleh Bapak Mereka, berdasarkan firman Allah SWT, “Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (Surat al-Nisa: 5) Dan berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Anak mengatakan, ‘Berilah aku makan kepada orang yang engkau meninggalkanku.”(3)

e) Pembantu oleh Tuannya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Budak berhak mendapatkan makanannya dan pakaiannya dengan makruf (layak), serta tidak dibebani pekerjaan yang tidak mampu dikerjakannya.”(4)

f) Binatang-Binatang Ternak oleh Pemiliknya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Seorang perempuan masuk Neraka karena kucing yang ditahankannya sampai mati kelaparan. Ia tidak memberinya makan dan tidak pula membiarkannya makan dari seserakan tanah.”(5)


KADAR WAJIB NAFKAH

Kadar Wajib Nafkah: Nafkah itu bertujuan untuk menjaga kehidupan, berupa makanan baik, minuman yang baik, pakaian yang mampu melindungi dari panas dan dingin, serta tempat tinggal yang bisa dijadikan tempat beristirahat dan mendapatkan ketentraman. Tidak ada perbedaan ulama dalam masalah ini. Justru, perbedaan itu ada tentang masalah kadarnya; banyak atau sedikit, baik atau buruk, sebab hal itu tergantung kondisi lapang orang yang akan memberikan nafkah dan kondisi sulitnya, serta kondisi orang yang diberikan nafkah berada di kota atau desa. Karena itulah, selayaknya masalah ini diserahkan kepada para Qadhi kaum Muslimin. Mereka yang mewajibkan dan menetapkan kadarnya, disesuaikan dengan kondisi kaum Muslimin yang berbeda-beda dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. 


KAPAN GUGUR KEWAJIBAN NAFKAH

Kapan Gugur Kewajiban Nafkah? 

Nafkah itu gugur kewajibannya dalam beberapa kondisi berikut ini: 

a) Gugur dari Istri jikalau durhaka, atau tidak membiarkan suaminya menggaulinya. Sebab nafkah adalah kompensasi menggaulinya. Jikalau hal itu tidak bisa dilakukan, maka nafkah pun gugur. 

b) Kepada Perempuan yang dijatuhkan Talak Raj’i jikalau habis masa Iddahnya. Sebab, jikalau masa Iddahnya sudah selesai, maka statusnya menjadi Bain. 

c) Ketika perempuan yang dijatuhkan Talak dan berada dalam kondisi hamil sudah melahirkan. Hanya saja, jikalau ia menyusui anaknya, maka ia berhak mendapatkan upah menyusui, berdasarkan firman Allah SWT, “kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik.” (Surat al-Thalaq: 6)

d) Kepada Ibu Bapak jikalau keduanya sudah kaya, atau anaknya berada dalam kondisi fakir yang tidak memiliki kelebihan dari makannya sehari-hari. Sebab, Allah SWT tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.

e) Kepada anak-anak jikalau yang laki-laki sudah mencapai usia baligh atau yang perempuan sudah menikah. Kecuali, jikalau yang laki-laki sudah baligh namun akalnya bermasalah atau gila, maka sang bapak wajib terus menafkahinya. 


[Dua Peringatan]

Wajib bagi seorang Muslim untuk menyambung silaturrahim dengan kerabatnya, baik dari pihak bapaknya maupun pihak ibunya. Siapa yang membutuhkan makanan atau pakaian atau tempat tinggal, maka hendaklah ia memberinya makan atau memberinya pakaian atau memberikan tempat tinggal. Jikalau ia memiliki kelebihan harta, maka hendaklah ia memberi kepada yang paling dekat dan paling dekat, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Tangan paling di atas yang memberi, dan mulailah dengan yang dekat; ibumu, bapakmu, saudari perempuanmu, dan saudara laki-lakimu, kemudian yang paling dekat dengannya, kemudian yang paling dekat denganmu.”(6)

Jikalau Pemilik Hewan tidak memberi memberi makan kepada binatang-binatang ternaknya, maka dijual atau disembelih, agar binatang-binatang itu tidak tersiksa karena kelaparan. Hukum menyisksanya haram. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Seorang perempuan masuk Neraka karena kucing yang ditahankannya sampai mati kelaparan. Ia tidak memberinya makan dan tidak pula membiarkannya makan dari seserakan tanah.”(7)


Catatan Kaki: 

(1) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi, dan dishahihkannya. 

(2) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (8/ 2), Muslim dalam al-Birr wa al-Shilat (1, 2), Abu Daud dalam al-Thaharah (108), dan al-Nasai dalam al-Thaharah (133)

(3) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dan al-Dar Quthni dengan sanad yang shahih dengan hadits yang panjang

(4) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (4/ 157), Muslim dalam al-Birr wa al-Shilat (37), dan Ibn Majah (4256)

(5) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (4/ 157), Muslim (37) dalam Kitab al-Birr walal-Shilat

(6) Diriwayatkan oleh al-Nasai (5/ 61), al-Imam Ahmad (2/ 226), dan al-Hakim (2/ 612)

(7) Sudah ditakhrij di bagian sebelumnya 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.