Masalah-Masalah Seputar Najis Menurut Mazhab Syafii
Masalah-Masalah Seputar Najis Menurut Mazhab Syafii
(Masalah-Masalah Seputar Najis Menurut Mazhab Syafii, Berdasarkan Kitab Matan Abi Syuja’)
(Pasal) Setiap cairan yang keluar dari qubul dan dubul adalah najis,(1) kecuali mani(2)
Membasuh semua kencing dan kotoran adalah wajib,(3) kecuali kencing bayi laki– laki yang belum memakan makanan. Membersihkannya cukup dengan memercikkan air ke bagian yang kena.(4)
Tidak dimaafkan najis apapun, kecuali jikalau darah dan nanah yang sedikit. Binatang yang tidak memiliki darah: Jikalau terjatuh ke dalam bejana, maka tidak membuatnya bernajis.(5)
Seluruh hewan adalah suci,(6) kecuali anjing dan babi, serta apa yang berasal dari keduanya atau salah satunya.(7) Semua bangkai adalah najis, kecuali ikan, belalang dan manusia.(8)
Bejana dicuci; jikalau dijilat oleh anjing dan babi, sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah.(9) Dicuci sekali saja; jikalau terkena seluruh najis yang lainnya.(10) Tiga kali lebih baik.
Jikalau arak berubah menjadi cuka dengan sendirinya, maka ia suci.(11) Jikalau berubah dengan memasukkan sesuatu, maka ia tidak suci.(12)
(Syarh Syeikh Dr. Musthafa Dibb al-Bugha)
(1) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (214) dari Anas radhiyallahu ‘nhu berkata, “Jikalau Nabi Saw membuang hajatnya, maka saya membawakannya air untuk membasuh."
Membuang hajatnya: Maksudnya, Buang air besar dan buang air kecil.
Untuk membasuh: Maksudnya, Bekas yang keluar dari qubul dan dubul.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (176) dan Muslim (303) dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya adalah laki–laki yang sering mengeluarkan madzi. Saya malu untuk bertanya kepada Rasulullah Saw, maka saya memerintahkan Miqdad Al-Aswad untuk menanyakannya. Beliau menjawab, “(jikalau keluar) baginya wudhu’."
Dalam riwayat Muslim, “Dia membasuh kemaluannya dan berwudhu’."
Madzi adalah air lembut yang keluar dari kemaluan. Biasanya ketika syahwat bergejolak.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (155) dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
"Nabi Saw pergi ke tempat membuang hajat, dan memerintahkanku untuk membawakannya tiga buah batu. Saya mendapatkan dua buah batu, dan berusaha mencari yang ketiganya, akan tetapi tidak kunjung bertemu. Kemudian saya mengambil kotoran dan membawanya. Beliau mengambil dua buah batu dan membuang kotoran seraya berkata, “Ini adalah najis."
Kotoran : Maksudnya, kotoran hewan yang dimakan dagingnya.
Hadits–hadits ini menunjukkan najisnya jenis–jenis yang disebutkan tadi, karena Nabi Saw membasuhnya, atau memerintahkan membasuhnya, atau mengungkapkan kenajisannya. Kemudian diQiyaskan jenis–jenis yang belum disebutkan yang keluar dari qubul dan dubul dengan jenis–jenis yang disebutkan tadi.
(2) Dari manusia dan semua jenis hewan, kecuali anjing dan babi.
Sedangkan mani manusia: Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (288) dan selainnya, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Saya mengorek–ngorek mani dari pakaian Rasulullah Saw. Kemudian beliau berangkat dan shalat." Jikalau najis, maka tidak akan cukup dengan mengoreknya.
Sedangkan mani selain manusia, karena asal binatang adalah suci, maka maninya sama dengan mani manusia.
Sedangkan Anjing dan babi, karena keduanya najis.
(3) Sebagaimana Hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan selainnya keduanya, bahwa Nabi Saw memerintahkan untuk menuangkan seember air ke tempat kencing seorang Arab Badui di Mesjid. [Lihatlah halaman 8 catatan kaki ke-2. Lihatlah catatan kaki ke-1 halaman 31]
(4) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (221) Muslim (227) dan selain keduanya, dari Umm Qais bin Muhshin radhiyallahu ‘anha, bahwa dia membawa anak laki–lakinya yang belum memakan makanan kepada Rasulullah Saw. Beliau mendudukkan bayi itu di kamarnya, dan dia mengencingi pakaiannya. Kemudian beliau meminta air. Setelah itu memercikkannya dan tidak mencucinya."
Memercikkannya: Yaitu, mengenai seluruh tempat yang kena dengan air, tanpa mengalirkannya.
(5) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5445) dan selainnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Jikalau seekor lalat masuk ke dalam bejana salah seorang di antara kalian, maka benamkanlah seluruhnya, kemudian buanglah. Sesungguhnya di salah satu sayapnya adalah obat, dan lainnya adalah penyakit."
Istidlalnya: Jikalau menyebabkannya bernajis, maka tidak akan diperintahkan untuk membenamkannya. Diqiyaskan dengan lalat, semua bangkai yang tidak ada darah mengalirnya.
(6) Artinya, semua hewan suci badannya ketika hidup.
(7) Karena keduanya najis. Allah Swt berfirman, “Atau daging babi, itu adalah najis." [Surat Al-An’am: 145].
Hadits yang memerintahkan penyucian; jikalau dijilat anjing, akan disebutkan.
(8) Seluruh bangkai adalah najis, kecuali bangkai yang dikecualikan tadi. Lihatlah halaman 11 catatan kaki ke- 4. Kesucian ikan dan belalang sesuai dengan firman Allah Swt, “Dihalalkan bagi kami dua bangkai." Akan disebutkan dalam pembahasan tentang buruan dan sembelihan.
(9) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (170) dan Muslim (279) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Jikalau anjing minum di bejana salah seorang di antara kalian, maka hendaklah dicuci sebanyak tujuh kali."
Dalam riwayat Muslim, “Sucinya bejana salah seorang di antara kalian; jikalau anjing menjilatnya, dia harus mencucinya sebanyak tujuh kali, pertamanya dengan tanah."
Riwayat Ad-Dar Quthny (1 /65), “Salah satunya dengan kerikil kecil." Maksudnya adalah tanah.
Babi di-Qiyaskan dengan Anjing, karena lebih berbahaya, dan mulutnya lebih utama untuk dicuci dari selainnya. Sebagaimana ditunjukkan oleh Hadits yang menunjukkan kenajisannya.
(10) Sesuai dengan Hadits Ibn Umar radhiyallahu ‘anhuma,
"Dahulu shalat itu lima puluh kali, mandi dari junub tujuh kali dan membasuh kencing tujuh kali. Nabi Saw terus meminta keringanan, sehingga shalat dijadikan lima kali, mandi dari junub sekali, membasuh pakaian yang kena kencing sekali."
Diriwayatkan oleh Abu Daud (247). Dia tidak mendhaifkannya. Yang lainnya di-Qiyaskan dengan kencing.
(11) Karena ‘ilat najis adalah memabukkan, dan itu telah hilang dengan berubahnya menjadi cuka.
(12) Karena sesuatu yang dimasukkan ke dalamnya bernajis dengan masuknya itu, dan tetap bernajis. Jikalau arak itu berubah menjadi cuka, maka sesuatu yang di dalamnya itulah yang membuatnya bernajis.
Tidak ada komentar