Masalah-Masalah Seputar Persaksian dalam Islam

Masalah-Masalah Seputar Persaksian dalam Islam


PENGERTIAN

Pengertiannya: Maksudnya, seseorang memberitahukan apa yang dilihatnya dan apa yang didengarnya dengan jujur. 


HUKUM

Hukumnya: Memikul beban persaksian dan melaksanakannya adalah Fardhu Kifayah untuk orang yang sudah ditentukan, berdasarkan firman Allah SWT, “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai.” (Surat al-Baqarah: 282) 

an firman-Nya, “dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.” (Surat al-Baqarah: 283) 

Dan sabda Rasulullah Saw, “Apakah kalian ingin saya beritahu tentang sebaik-sebaik para saksi… yang datang dengan persaksiannya sebelum diminta.”(1)


SYARAT-SYARAT SAKSI

Syarat-Syarat Saksi: Disyaratkan untuk menjadi saksi; seorang Muslim, berakal, baligh, adil, dan tidak tertuduh. Makna “tidak tertuduh” disini adalah bukan dari kalangan orang-orang yang tidak diterima persaksiannya, seperti persaksian dua pangkal nasab atas yang lainnya, atau salah satu pasangan suami istri atas pasangannya, atau persaksian orang yang akan mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri, atau persaksian orang yang ingin menghindari mudharat, atau persaksian seorang musuh atas musuhnya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Tidak boleh persaksian laki-laki pengkhianat, perempuan pengkhianat, orang yang memiliki permusuhan atas saudaranya, dan tidak juga persaksian al-Qani’(2) atas keluarganya.”(3)


HUKUM-HUKUM TERKAIT PERSAKSIAN

Hukum-Hukum Terkait Persaksian

1) Tidak boleh bagi seorang saksi untuk bersaksi kecuali dengan sesuatu yang benar-benar diketahuinya dengan yakin, yaitu dengan melihatnya atau mendengarnya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw kepada orang yang bertanya kepadanya tentang persaksian, “Apakah engkau melihat matahari?” Ia menjawab, “ya.” Beliau berkata, “Bersaksilah seperti itu, atau diam.”(4)

2) Boleh persaksian atas persaksian saksi lainnya jikalau ia memiliki alasan untuk tidak bisa hadir, seperti sakit atau sedang melakukan perjalanan atau karena sifatnya darurat, yaitu keputusan hakim tergantung dengannya. 

3) Saksi direkomendasikan oleh persaksian dua orang adil yang menegaskan bahwa ia adalah orang yang adil dan disukai; jikalau saksi tersebut tidak dikenal sifat adilnya. Jikalau sifat adilnya sudah dikenal, maka Qadhi tidak butuh Rekomendasi lagi. 

4) Jikalau dua orang memberikan rekomendasi kepada seseorang, kemudian dua orang lainnya melakukan al-Tajrih (tidak merekomendasikan) atas dirinya, maka al-Tajrih didahulukan dari al-Ta’dil (rekomendasi), sebab itulah sikap paling hati-hati. 

5) Saksi yang memberikan kesaksian palsu, harus diberi pelajaran dengan sesuatu yang akan mencegahnya melakukan itu lagi, dan itu menjadi pelajaran juga bagi orang lain yang ingin juga melakukan hal sama. 


JENIS-JENIS PERSAKSIAN

Jenis-Jenis Persaksian

1) Persaksian zina, ditentukan sebanyak empat orang saksi, berdasarkan firman Allah SWT, “hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya).” (Surat al-Nisa: 15) Sehingga tidak cukup jikalau kurang dari empat. 

2) Persaksian semua urusan selain zina, maka cukup satu saksi yang adil. 

3) Persaksikan Harta, cukup dengan persaksian seorang laki-laki dan dua orang perempuan, berdasarkan firman Allah SWT, “Jikalau mereka berdua bukanlah laki-laki, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan.” (Surat al-Baqarah: 282). 

4) Persaksian Hukum, cukup dengan persaksian seorang saksi dan sumpah, berdasarkan ucapan Ibn Abbas radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah menetapkan hokum dengan sumpah dan seorang saksi.(5)

5) Persaksian hamil dan haidh, serta yang tidak bisa dilihat kecuali oleh para wanita, maka cukup dengan dua orang perempuan. 


Catatan Kaki: 

(1) Diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Aqdhiyah (19)

(2) Al-Qani’ adalah pelayan atau seseorang yang dinafkahi oleh sebuah keluarga. Karena adanya ikatan cinta kepada mereka dan mengikuti mereka. 

(3) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (1/ 181, 203), (2/ 204)

(4) Terdapat dalam Kasyf al-Khafa’ karangan al-‘Ajluni (2/ 93), begitu juga terdapat dalam Tanzih al-Syariah karangan Ibn Iraq (2/ 94). Diriwayatkan oleh Ibn Adi dengan sanad yang dhaif, dishahihkan oleh al-Hakim dan disalahkan dalam Tashihnya.

(5) Sudah ditakhrij di bagian sebelumnya

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.