Masalah-Masalah Seputar Qashar & Jama’ Shalat Menurut Mazhab Syafii

Masalah-Masalah Seputar Qashar & Jama’ Shalat Menurut Mazhab Syafii


(Masalah-Masalah Seputar Qashar & Jama’ Shalat Menurut Mazhab Syafii, berdasarkan Kitab Matan Abi Syuja’)

 

( Pasal ) Boleh bagi seorang Musafir men-Qashar ( memendekkan ) shalat yang berjumlah empat raka’at(1) dengan lima syarat : Safarnya bukan untuk maksiat, jaraknya enam belas Farsakh,(2) melaksanakan shalat yang berjumlah empat raka’at,(3) berniat Qashar dengan Ihram, tidak ber-Makmum dengan orang yang Muqim.(4)

Boleh bagi Musafir untuk men-Jama’ antara Zhuhur dan Ashar di waktu manapun diinginkannya di antara keduanya, di antara Maghrib dan Isya’ diwaktu manapun diinginkannya di antara keduanya.(5)

Boleh bagi orang yang Muqim men-Jama’ keduanya ketika hujan di waktu pertama di antara keduanya.(6) 


(Syarh Syeikh Dr. Musthafa dibb al-Bugha)

(1) Berdasarkan firman Allah Swt, “ Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang ( mu ) “. [ An Nisaa’ : 101 ]

Bepergian, yaitu ber-Musafir. 

Driwayatkan oleh Muslim ( 686 ) dari Ya’la bin Umayyah berkata, “ Saya berkata kepada Umar bin Al Khattab Radhiyallahu ‘Anhu, ‘ Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang ( mu ), jika kamu takut diserang orang - orang kafir ‘, Orang – orang telah aman ? “. Dia menjawab, “ Saya juga takjub dengan apa yang engkau takjubkan. Saya bertanya kepada Rasulullah Saw tentang hal ini, maka beliau menjawab, ‘ Ini adalah sedekah yang Allah sedekahkan kepada kalian, maka terimalah sedekahnya “. 

Ini menunjukkan bahwa meng-Qashar shalat bukan hanya khusus ketika takut. 

Diriwayatkan oleh Al Bukhari ( 1039 ) dan Muslim ( 690 ) dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “ Saya shalat Zhuhur empat raka’at bersama Rasulullah Saw di Medinah, dan shalat Ashar dua raka’at di Dzi Al Hulaifah “. 

  

(2) Diriwayatkan oleh Al Bukhari disertai dengan komentar ( tentang meng-Qashar Shalat, bab : Fii Kam Taqshir Ash Shalat ), “ Bahwa Ibn Umar dan Ibn ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma meng-Qashar dan berbuka dengan jarak empat Bard, yaitu enam belas Farsakh. Sama dengan kira – kira 81 kilometer. Dia melakukannya berdasarkan ilmu dari Nabi Saw. 

  

(3) Meng-Qashar shalat empat raka’at yang dilakukannya ketika dalam perjalanan. Jikalau dia men-Qadha’ shalat yang tertinggal ketika ber-Muqim ; di waktu Safar, maka tidak di-Qashar. Begitu juga dengan men-Qadha’ shalat yang tertinggal ketika Safar ; di waktu ber-Muqim. 

  

(4) Berdasarkan Khabar Ahmad bin Hanbal, dari Ibn ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, ditanya : Bagaimana bisa seorang musafir shalat dua raka’at ; jikalau sendirian, dan empat raka’at ; jikalau ber-Makmum dengan orang yang Muqim ? “. Dia menjawab, “ Itulah Sunnah “. 

  

(5) Diriwayatkan oleh Al Bukhari ( 1056 ) dari Ibn ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata, “ Rasululullah Saw men-Jama’ antara shalat Zhuhur dan Ashar ; jikalau sedang melakukan perjalanan, dan men-Jama’ antara Maghrib dan Isya’ “. 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ( 1208 ) dan At Turmudzi ( 553 ) – dan lafadz ini adalah riwayatnya, serta selain keduanya, dari Mu’adz Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Saw berada di perang Tabuk : Jikalau beliau melakukan perjalanan sebelum matahari tergelincir, maka beliau meng-akhirkan Zhuhur dan mengumpulkannya sampai waktu Ashar, kemudian menyolatkan keduanya. Jikalau beliau melakukan perjalanan setelah matahari tergelincir, maka beliau shalat Zhuhur dan ‘Ashar semuanya, kemudian berjalan. Jikalau beliau melakukan perjalanan sebelum Maghrib, maka beliau meng-akhirkan Maghrib dan melaksanakanya bersama dengan shalat Isya’. Jikalau beliau melakukan perjalanan setelah Maghrib, maka beliau menyegerakan Isya’. Beliau mengerjakannya bersama dengan shalat Maghrib “.

  

(6) Diriwayatkan oleh Al Bukhari ( 518 ) dan Muslim ( 705 ) dari Ibn ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Saw shalat di Medinah sebanyak tujuh atau delapan raka’at : Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya’. – Muslim menambahkan : Bukan karena takut dan melakukan perjalanan. Dalam riwayat Al Bukhari : Ayyub berkata – salah seorang periwayat Hadits - , “ Barangkali itu dilakukan ketika hujan di malam hari ? “. Dia menjawab, “ Mungkin “.

Syaratnya : Ini dilakukan secara berjama’ah di Mesjid, atau tempat yang jauh menurut kebiasaan. Tidak boleh men-Jama’nya di waktu kedua, karena bisa jadi hujan akan berhenti, sehingga menyebabkan pelaksanaan shalat bukan pada waktunya tanpa udzur.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.