Masalah-Masalah Seputar Sembelihan

Masalah-Masalah Seputar Sembelihan


PENGERTIAN

Pengertiannya: Menyembelih (al-Zabh) hewan yang mubah untuk disembelih, dan melakukan al-Nahr terhadap hewan yang mubah untuk al-Nahr. 


ANTARA AL-ZABH & AL-NAHR

Penjelasan tentang apa yang dilakukan atasnya al-Zabh dan apa yang dilakukan atasnya al-Nahr: Domba, baik yang berjenis al-Ma’z maupun yang berjenis al-Dha’n, begitu juga dengan semua jenis burung, baik ayam maupun selainnya, maka atasnya dilakukan al-Zabh bukan al-Nahr. Allah SWT berfirman, “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (Surat al-Shaffat: 107)

Untuk sapi, dilakukan atasnya al-Zabh, berdasarkan firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” (Surat al-Baqarah: 67) Dan boleh juga dilakukan atasnya al-Nahr, sebab ada riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw melakukan al-Nahr terhadap Sapi, sebagaimana ia memiliki dua posisi penyembelihan; posisi al-Zabh dan posisi al-Nahr. Sedangkan untuk unta, maka diterapkan al-Nahr, tidak al-Zabh. Nabi Muhammad Saw dahulu melakukan al-Nahr terhadap unta yang berdiri tegak, tangan kirinya diikat.(1)


PENGERTIAN AL-ZABH & AL-NAHR

Pengertian al-Zabh dan al-Nahr: Al-Zabh adalah memotong kerongkongan, jalur makanan, dan dua urat leher.

Al-Nahr adalah menusuk leher unta. Leher yang dimaksud disini adalah lokasi kalung di leher, yaitu lokasi yang membuat alat sembelihan sampai ke hati, sehingga hewan bisa mati dengan cepat. 


TATACARA AL-ZABH & AL-NAHR

Tatacara al-Zabh dan al-Nahr: Untuk al-Zabh, maka domba ditelentangkan di sisi kiri badannya dengan menghadap ke arah kiblat setelah mempersiapkan alat sembelihan yang tajam, kemudian orang yang menyembelih membaca: 

بِسْمِ اللَّهِ واللَّهُ أَكْبَرُ

“Dengan nama Allah. Allah Maha Besar.” 

Bersiap di dekat binatang yang akan disembelih, kemudian memutus dengan sekali gerakan cepat di bagian kerongkongannya, jalur makanan dan minumannya, serta dua urat lehernya. 

Sedangkan untuk al-Nahr, tangan kiri unta diikat dengan posisi berdiri. Kemudian yang melakukan al-Nahr (al-Nahir), menusuk lehernya seraya mengucapkan: 

بِسْمِ اللَّهِ واللَّهُ أَكْبَرُ

“Dengan nama Allah. Allah Maha Besar.” 

Ia terus melakukan gerakan menusuk sampai hilang nyawanya, berdasarkan ucapan Ibn Umar radhiyallahu anhuma yang suatu hari bertemu seorang laki-laki menelentangkan untanya untuk disembelih, “Berdirikanlah dan ikatlah sesuai sunnah Nabi Muhammad Saw.”(2)


SYARAT-SYARAT SAH SEMBELIHAN

Syarat-Syarat Sahnya Sembelihan: Disyaratkan untuk sahnya penyembelihan sebagai berikut: 

1) Alat penyembelihannya tajam, bisa menumpahkan darah, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Apa yang menumpahkan darah dan dibacakan nama Allah SWT atasnya, maka makanlah; bukan tulang dan kuku.”(3)

2) Al-Tasmiyah, yaitu dengan membaca “Bismillah wallahu Akbar” atau dengan “Bismillah: saja, berdasarkan firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.” (Surat al-An’am: 121) Dan sabda Rasulullah Saw, “Apa yang menumpahkan darah dan dibacakan nama Allah SWT atasnya, maka makanlah.”(4)

3) Memotong kerongkongan di bawah dagu, dengan memotong jalur makanan dan minuman serta dua urat leher dengan sekali gerakan cepat. 

4) Al-Muzakki (Orang yang Menyembelih) layak melakukannya, yaitu seorang Muslim, berakal, dan baligh, atau anak kecil yang sudah Tamyiz. Tidak masalah jikalau yang melakukannya perempuan, atau ahli kitab, berdasarkan firman Allah SWT, “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu.” (Surat al-Maidah: 5) Tafsir “Makanan” adalah sembelihan mereka. 

5) Jikalau tidak bisa melakukan al-Zabh atau al-Nahr terhadap hewan karena ia tergelincir ke dalam sumur atau lari, maka boleh menyembelihnya dengan cara menembaknya di bagian tubuh manapun, asalkan dengan sesuatu yang bisa menumpahkan darah, berdasarkan sabda Rasulullah Saw yang suatu hari ada unta lepas. Tidak ada seekor kuda pun di tengah mereka untuk mengejarnya. Kemudian, seorang laki-laki menembaknya dengan panah, sehingga bisa menahannya, “Binatang-binatang ternak ini memiliki sifat liar seperti keliaran binatang-binatang liar. Maka, jikalau ia melakukan seperti ini, maka lakukanlah terhadapnya seperti ini.”(5)

Kemudian, para ulama mengqiyaskannya dengan semua hewan yang tidak bisa disembelih, baik di kerongkongannya maupun di lehernya. 


[Sejumlah Peringatan]

1) Sembelihan Janin adalah dengan sembelihan induknya. Dan boleh dimakan jikalau sudah sempurna bentuknya dan tumbuh bulunya. Rasulullah Saw ditanya mengenai hal itu, dan beliau menjawab, “Makanlah ia jikalau ingin. Sebab, sembelihannya adalah sembelihan induknya.”(6)

2) Lupa membaca Basmallah tidak mempengaruhi sembelihan, sebab umat Nabi Muhammad Saw tidak dihukum karena lupa, berdasarkan hadits, “Dimaafkan dari umatku yang tersalah, lupa, dan mereka yang terpaksa melakukannya.”(7) Dan  berdasarkan sabdanya, “Sembelihan Muslim itu halal, baik menyebut nama Allah SWT atau tidak menyebutnya. Jikalau ia menyebut, maka ia tidak menyebut kecuali nama Allah SWT.”(8)

3) Berlebihan dalam menyembelih sampai memutus kepala sembelihan merupakan perbuatan buruk. Walaupun begitu, sembelihan tetap dimakan tanpa Makruh.

4) Jikalau orang yang menyembelih melakukan kesalahan, sehingga ia melakukan al-Nahr untuk jenis hewan yang seharusnya al-Zabh, kemudian al-Zabh untuk jenis hewan yang seharusnya al-Nahr, maka tetap dimakan dengan hokum Makruh. 

5) Hewan yang sakit, tercekik, terpukul, terjatuh, ditanduk, dan diterkam binatang buas, didapati masih dalam kondisi hidup, yang jikalau disembelih maka akan mati bukan karena pengaruh sakitnya, maka ia disembelih dan boleh dimakan, berdasarkan firman Allah SWT, “Kecuali yang kalian sembelih.” (Surat al-Maidah: 3) Maksudnya, kalian mendapati nyawanya, kemudian kalian menghilangkannya melalui penyembelihan. 

6) Jikalau orang yang menyembelih mengangkat tangannya sebelum selesai prosesi penyembelihan, kemudian ia mengulanginya lagi setelah jangka waktu yang lama, maka Ulama mengatakan, “Tidak dimakan sembelihannya, kecuali jikalau ia sudah menyelesaikan sembelihannya di kali pertama.”


Catatan Kaki: 

(1) Lihat Shahih al-Bukhari (117, 119) dalam Kitab al-Hajj, dan Sunan Abu Daud (20) dalam Kitab al-Manasik

(2) Diriwayatkan oleh Abu Daud (1768)

(3) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/ 18), al-Turmudzi (1491), dan Ibn Majah (3178)

(4) Sudah ditakhrij di bagian sebelumnya

(5) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (4/ 140), dan al-Darimi (2/ 34)

(6) Diriwayatkan oleh Abu Daud (2827), Ibn Majah (3199), dan al-Imam Ahmad (3/ 31)

(7) Diriwayatkan oleh al-Thabrani dengan sanad yang shahih

(8) Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (9/ 240) Istidlal dengan hadist ini tidak bisa dilakukan untuk masalah ini, kecuali jikalau tidak membaca Basmallah itu karena lupa.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.