Masalah-Masalah Seputar Sumpah dalam Islam

Masalah-Masalah Seputar Sumpah dalam Islam


PENGERTIAN

Pengertiannya: Maksudnya, bersumpah dengan nama-nama Allah SWT dan segala sifat-Nya. Misalnya, “Demi Allah, saya benar-benar akan melakukan ini.” Atau, “Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya.” Atau, “Demi Zat yang membolak-balik hati.” 


SUMPAH YANG DIBOLEHKAN & YANG TIDAK DIBOLEHKAN

Sumpah yang Dibolehkan dan Sumpah yang Tidak Dibolehkan:  Boleh bersumpah dengan nama-nama Allah SWT, sebab Nabi Muhammad Saw bersumpah dengan Allah SWT yang tidak ada Tuhan melainkan diri-Nya, kemudian juga bersumpah dengan mengatakan, “Demi jiwa Muhammad yang berada dalam genggaman-Nya.” Kemudian Jibril alaihissalam juga bersumpah dengan kemuliaan Allah SWT, dengan mengatakan, “Demi kemuliaan Allah SWT, tidaklah seorang pun mendengarnya, kecuali ia akan memasukinya.”(1)

Tidak boleh bersumpah dengan selain nama-nama Allah SWT dan sifat-Nya, baik yang dijadikan sebagai sumpah itu adalah sesuatu yang dimuliakan dalam syariat seperti kabah yang mulia (semoga Allah SWT menjaganya) dan Nabi Muhammad SAW, maupun yang dijadikan sebagai sumpah itu adalah sesuatu yang tidak mulia. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang bersumpah, maka bersumpahlah dengan Allah SWT, atau hendaklah ia diam.”(2) Dan sabdanya, “Janganlah kalian bersumpah kecuali dengan Allah SWT. Dan janganlah kalian bersumpah, kecuali kalian jujur.”(3) Dan sabdanya, “Siapa yang bersumpah dengan selain Allah SWT, maka ia sudah melakukan kemusyirikan.”(4) Dan sabdanya, “Siapa yang bersumpah dengan selain Allah SWT, maka ia sudah kufur.”(5)


PEMBAGIAN SUMPAH

Pembagiannya: Sumpah itu memiliki tiga bagian, yaitu: 

a) Al-Ghamus; Maksudnya, seseorang bersumpah dengan sengaja berdusta, seperti mengatakan, “Saya sudah membeli ini dengan harga lima puluh” misalnya. Padahal, ia tidak membelinya sama sekali. Atau mengatakan, “Demi Allah, saya sudah melakukan ini.” Padahal, ia belum melakukannya. Sumpah seperti ini dinamakan dengan al-Ghamus, sebab ia menenggelamkan pelakunya dalam dosa. Sumpah jenis inilah yang dijelaskan oleh sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang  bersumpah atas sesuatu, sedangkan ia berdusta agar bisa mengambil harta seorang Muslim, maka ia akan menemui Allah SWT pada hari kiamat dalam keadaan Murka.”(6)

Hukum sumpah al-Ghamus, ia tidak selesai dengan Kafarat, namun wajib untuk bertaubat dan memohon ampunan Allah SWT,(7) karena dosanya besar, apalagi jikalau menjadi jalan untuk mengambil hak Muslim lainnya secara batil. 

b) Laghw al-Yamin: Maksudnya, sumpah yang diucapkan oleh lisan seorang Muslim tanpa sengaja, seperti orang yang jikalau bicara, maka sering mengucapkan “Tidak, demi Allah”, “ya, demi Allah”, berdasarkan ucapan Aisyah radhiyallahu anha, “Al-Laghw dalam bersumpah adalah ucapan seseorang di rumahnya, ‘Tidak, demi Allah.”(8) Di antaranya juga, seorang Muslim bersumpah atas sesuatu yang diduganya seperti ini, kemudian nyatanya berbeda dengan dugaannya. 

Hukum sumpah seperti ini, ia sama sekali tidak ada dosanya dan tidak ada kewajiban kafarat bagi yang mengucapkannya, berdasarkan firman Allah SWT, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah).” (Surat al-Maidah: 89)

c) Al-Yamin al-Mun’aqadah (Sumpah yang Diikat): Maksudnya, sumpah yang diniatkan dan diakadkan untuk sesuatu di masa yang akan datang, seperti seorang Muslim yang mengatakan, “Demi Allah, saya benar-benar akan melakukan ini…” Atau “Demi Allah, saya tidak akan melakukan ini.” Sumpah jenislah yang mengharuskan al-Hanits (orang yang membatalkannya) menerima konsekwensinya, berdasarkan firman Allah SWT, “tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja.”

Hukumnya: siapa yang melanggarnya, maka ia berdosa dan wajib membayar kafarat karenanya. Jikalau ia sudah melakukannya, maka gugur dosa tersebut dari dirinya dan hilang. 


HAL-HAL YANG MENYEBABKAN GUGURNYA KAFARAT SUMPAH

Hal-Hal yang Bisa Menyebabkan Gugurnya Kafarat: Kafarat dan Dosa itu gugur dari orang yang bersumpah karena dua hal: 

a) Mengerjakan yang disumpahinya untuk dikerjaka, atau meninggalkan yang disumpahinya untuk ditinggalkan, atau melakukan sesuatu yang disumpahinya untuk ditinggalkan atau meninggalkan sesuatu yang disumpahinya untuk ditinggalkan, namun karena lupa atau tersalah atau terpaksa, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Dimaafkan dari umat yang tersalah, lupa, dan mereka terpaksa melakukannya.”(9)

b) Ketika bersumpah, ia mengecualikannya dengan mengatakan, “Insya Allah.” Atau “Jikalau Allah SWT menginginkan”. Jikalau pengecualian itu dilakukannya di majelis tempat ia bersumpah, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang bersumpah, kemudian mengucapkan, “Insya Allah.” Maka, ia tidak melanggar.”(1)


DISUNNAHKAN UNTUK MELANGGAR SUMPAH DALAM URUSAN-URUSAN KEBAIKAN

Disunnahkan Untuk Melanggar Sumpah Dalam Urusan-Urusan Kebaikan: Disunnahkan bagi seorang Muslim jikalau bersumpah untuk meninggalkan suatu kebaikan, untuk melanggar yang disumpahi tersebut dan membayar kafarat sumpahnya, berdasarkan firman Allah SWT, “Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan.” (Surat al-Baqarah: 224) Dan sabda Rasulullah Saw, “Jikalau engkau bersumpah atas sesuatu, kemudian engkau melihat selainnya lebih baik, maka bayarlah kafarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik.”(11)


WAJIBNYA MELAKSANAKAN SUMPAH

Wajibnya Melaksanakan Sumpah: Jikalau seorang Muslim bersumpah kepada saudaranya untuk melakukan ini dan ini, maka wajib baginya untuk melaksanakan sumpahnya, tidak membiarkan dirinyta berdosa, padahal ia mampu melakukan atau meninggalkan sesuatu yang disumpahinya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw kepada perempuan yang dihadiahi kurma, kemudian ia memakan setengahnya dan membiarkan setengah lainnya. Kemudian perempuan yang memberikan hadiah bersumpah agar ia memakan sisanya, namun ia tidak mau. Maka, Nabi Muhammad Saw bersabda kepadanya, “Lakukanlah. Dosanya untuk yang melanggar sumpahnya.”(12)


SUMPAH SESUAI DENGAN NIAT

Sumpah itu Sesuai dengan Niat Orang yang Bersumpah (al-Halif): (13) Patokan dalam melanggar sumpah atau tidaknya adalah niat orang yang bersumpah (al-Halif), sebab amalan-amalan itu sesuai dengan niatnya, dan setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya. Siapa yang bersumpah untuk tidur di atas tanah, maksud yang diinginkannya adalah di atas tempat tidur, maka itu sudah sesuai dengan niatnya. Maka, ia tidak berdosa jikalau tidak tidur di atas tempat tidur. Siapa yang bersumpah tidak akan memakai Cotton ini sebagai pakaiannya, kemudian memakainya sebagai celana, maka ia tidak berdosa, sebab yang diniatkannya hanyalah untuk pakaian saja. Jikalau tidak, maka ia berdosa. 


KAFARAT SUMPAH DALAM ISLAM

Kafarat Sumpah: Kafarat sumpah ada empat hal: 

a) Memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dengan memberikan mereka satu Mud Gandum untuk setiap orang Miskin, atau mengumpulkan mereka untuk makan siang atau makan malam sampai kenyang, atau memberikan masing-masingnya sebuah Roti dan Lauk. 

b) Memberikan mereka pakaian yang bisa digunakan untuk shalat. Jikalau ia memberikannya kepada anak perempuan, maka ia memberikan gamis dan jilbab, sebab itulah batas minimal untuk sahnya shalat. 

c) Memerdekakan budak yang beriman. 

d) Berpuasa selama tiga hari berturut-turut jikalau bisa. Jikalau tidak, bisa melakukanya secara terpisah-pisah. 

Tidak beralih ke Puasa kecuali setelah tidak mampu memberi makan orang Miskin atau memberikan pakaian atau memerdekakan budak, sesuai dengan firman Allah SWT, “maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar).” (Surat al-Maidah: 89)


Catatan Kaki: 

(1) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (2560) dan dishahihkannya

(2) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/ 235), Muslim dalam al-Iman (3), dan al-Imam Ahmad (2/ 250)

(3) Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam al-Ayman wa al-Nudzur (5), dan al-Nasai dalam al-Ayman wa al-Nudzur (6)

(4) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (2/ 67, 87, 125)

(5) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (1535), dan al-Hakim (1/ 18)

(6) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/ 159), Abu Daud dalam al-Nudzur (2), al-Turmudzi (1269), dan Ibn Majah (2323)

(7) Berbeda dengan pandangan al-Syafii rahimahullah yang  berpandangan bahwa wajib Kafarat dalam sumpah al-Ghamus

(8) Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya

(9) Sudah ditakhrij di bagia sebelumnya

(10) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (1532), al-Nasai (7/ 25, 31), al-Imam Ahmad (2/ 309). Ada dhaifnya. Jumhur ulama mengamalkannya, karena ada dalil lainnya dari riwayat Abu Daud, dari Ibn Umar secara Marfu’, “Siapa yang bersumpah atas sesuatu, kemudian ia mengatakan ‘Insya Allah’, maka ia sudah mengecualikan.” Kemudian diriwayatkan oleh Abu Daud dalam al-Nudzur (11)

(11) Diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Ayman (19)

(12) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (6/ 114). Para rijalnya adalah para rijal al-Shahih. 

(13) Ini untuk selain Dakwaan. Sedangkan untuk Dakwaan, maka ia sesuai dengan niat orang yang meminta bersumpah (al-Mustahlif), berdasarkan sabda Rasulullah Saw riwayat Muslim dalam al-Ayman (21), “Sumpah itu sesuai dengan niat al-Mustahlif).” Dan sabdanya, “Sumpahmu sesuai dengan apa yang dibenarkan oleh sahabatmu.” Diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Ayman (20) Jikalau seseorang mengklaim seekor hewan tunggangan atas yang lainnya, kemudian tidak ada buktinya, kemudian al-Mudda’a alaihi bersumpah dengan mengatakan, “Demi Allah, saya tidak memiliki.” Atau “Itu bukanlah hewan tunggangannya.” Ia menafikan tidak memiliki yang lainnya. Maka, Niatnya sama sekali tidak memberikan pengaruh apapun. Ia melanggar sumpahnya dan berdosa.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.