Masalah-Masalah Seputar Umm al-Walad dalam Perbudakan
Masalah-Masalah Seputar Umm al-Walad dalam Perbudakan
PENGERTIAN
Pengertiannya: Ia adalah budak perempuan yang digauli oleh Tuannya untuk bersenang-senang, sehingga melahirkan anak laki-laki atau perempuan.
HUKUM AL-TASARRI
Hukum al-Tasarri (bersenang-senang dengan budak perempuan): Boleh bagi Tuan untuk melakukan al-Tasarri dengan budak perempuannya. Jikalau ia melahirkan anak Tuannya, maka ia menjadi Umm al-Walad, berdasarkan firman Allah SWT, “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela." (Surat al-Maarij: 29-30) Rasulullah Saw melakukan al-Tasarri dengan Mariyah al-Qibthiyyah, kemudian melahirkan Ibrahim. Rasulullah Saw bersabda, “Anaknya membebaskannya.”(1) Sebagaimana Hajar; Ibu Ismail, melakukan al-Tasarri dengan Ibrahim alaihissalam, kemudian lahirlah Ismail alaihimassalam.
HIKMAH AL-TASARRI
Hikmah al-Tasarri: Di antara hikmah dari al-Tasarri adalah:
a) Bentuk kasih sayang kepada budak perempuan dengan menyalurkan kebutuhan syahwatnya.
b) Mempersiapkannya untuk menjadi Umm al-Walad, sehingga ia bisa merdeka setelah kematian Tuannya.
c) Hubungan badan yang dilakukan, bisa jadi membuat Tuannya memberikan perhatian lebih, sehingga ia memperhatikan kebersihannya, pakaiannya, tempat tidurnya, makanannya, dan selainnya.
d) Kemudahan bagi seorang Muslim. Sebab bisa jadi ia tidak mampu menanggung biaya menikah dengan para wanita merdeka, kemudian ia diberikan keringanan untuk berhubungan dengan para budak wanita demi meringankannya dan sebagai bentuk kasih sayang atas dirinya.
HUKUM-HUKUM UMM AL-WALAD
Hukum-Hukum Umm al-Walad: Hukum-Hukum terkait Umm al-Walad adalah:
a) Umm al-Walad sama dengan budak perempuan lainnya terkait pelayanan, hubungan badan, pemerdekaan, batasan aurat, dan menikahinya. Hanya saja, ia tidak boleh dijual, sebab Rasulullah Saw melarang penjualan para Umm al-Walad.(2) Penjualannya bertentangan dengan kebebasannya yang ditunggunya setelah kematian Tuannya.
b) Umm al-Walad dimerdekakan dengan kematian Tuannya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Laki-laki mana saja yang budak perempuannya melahirkan anaknya, maka ia merdeka setelah kematiannya.”(3)
c) Budak perempuan menjadi Umm al-Walad, walaupun anaknya itu mengalami keguguran, sebab penciptaannya sudah sempurna dan bentuknya sudah ada, berdasarkan ucapan Umar radhiyallahu anhu, “Jikalau budak perempuan melahirkan anak Tuannya, maka ia dimerdekakan walaupun keguguran.”(4)
d) Tidak ada perbedaan dalam hal kemerdekaan Umm al-Walad, baik ia Muslimah atau Kafir. Hanya saja sebagian ulama berpandangan bahwa Umm al-Walad yang kafir, tidak mendapatkan status merdeka. Keumuman Nash menegaskan bahwa tidak ada perbedaan di antara keduanya, sebagaimana ia juga merupakan Mazhab Jumhur Ulama.
e) Jikalau Umm al-Walad dimerdekakan dengan kematian Tuannya, maka harta yang berada di tangan Umm al-Walad adalah milik para ahli waris Tuannya. Sebab, Umm al-Walad adalah budak perempuan sebelum kematian Tuannya, dan hasil usaha budak peremuan merupakan milik Tuannya.
f) Jikalau Tuan Umm al-Walad meninggal, maka ia melakukan Iddah sebanyak sekali Iddah, karena ia keluar dari kepemilikan Tuannya dengan dimerdekakan.
Catatan Kaki:
(1) Diriwayatkan Ibn Majah (2516), al-Dar Quthni (4/ 131). Kedudukannya al-Ma’lul (ada ‘Ilatnya), dan diamalkan oleh Jumhur Ulama.
(2) Riwayat terkait larangan menjual para Umm al-Walad, diriwayatkan oleh al-Imam Malik dalam al-Muwattha’, dari Umar radhiyallahu anhu
(3) Diriwayatkan oleh Ibn Majah (2515)
(4) Dihikayatkan oleh Penulis al-Mughni
Tidak ada komentar