Masalah-Masalah Seputar Zhihar

Masalah-Masalah Seputar Zhihar


PENGERTIAN

Pengertiannya: Maksudnya, seorang laki-laki mengatakan kepada istrinya, “engkau bagiku seperti punggung ibuku.” 


HUKUM

Hukumnya: Al-Zhihar diharamkan karena Allah SWT menyebutnya sebagai kemungkaran dan kata dusta, dan keduanya diharamkan. Allah SWT berfirman tentang orang-orang yang melakukan al-Zhihar, “Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta.” (Surat al-Mujadilah: 2)


HUKUM-HUKUM

Hukum-Hukumnya: Hukum-hukum al-Zhihar, yaitu: 

1) Jumhur Ulama berpandangan bahwa al-Zhihar tidak sakadar dengan lafadz “ibu” saja, tapi menyamakan istri dengan semua perempuan yang Mahram Abadi baginya, seperti anak perempuan, nenek, saudari perempuan, bibi dari pihak bapak, dan bibi dari pihak ibu. Sebab, semuanya sama hukumnya dengan ibu, yang masuk ke dalam kategori Mahram Abadi. 

2) Orang yang melakukan al-Zhihar (al-Muzhahir) wajib membayar Kafarat jikalau berazzam kembali kepada istrinya yang sudah dizhiharnya, berdasarkan firman Allah SWT, “Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.” (Surat al-Mujadilah: 3)

3) Wajib membayar Kafarat sebelum berhubungan dengan istri yang dizhihar (al-Muzhahir Minha), baik Jima’ maupun pengantar-pengantar Jima’ berdasarkan ayat sebelumnya.

4) Jikalau ia menggaulinya sebelum membayar Kafarat, maka ia berdosa. Karena itu, hendaklah ia bertaubat kepada Allah SWT dengan menyesal dan memohon ampunan-Nya, kemudian hendaklah ia membayar Kafarat. Dan setelahnya tidak ada lagi kewajiban apapun di pundaknya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw kepada orang yang berkata kepadanya, “Saya melakukan al-Zhihar kepada istriku, kemudian saya menggaulinya sebelum membayar Kafarat.” Beliau berkata, “Apa yang membuatmu melakukan itu? Semoga Allah SWT merahmatimu. Janganlah engkau mendekatinya sampai engkau melakukan yang diperintahkan oleh Allah SWT.”(1)

5) Kafarat itu salah satu dari tiga pilihan. Tidak boleh berpindah ke yang kedua kecuali ketika tidak mampu melakukan yang sebelumnya, yaitu memerdekakan budak, atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut, atau memberi makan sebanyak enam puluh orang Miskin, berdasarkan firman Allah SWT, “Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin." (Surat al-Mujadilah: 3-4)

6) Puasa wajib dilakukan secara al-Muwalah (berurutan), baik ia berpuasa selama dua bulan Qamariyah atau selama enam puluh hari dengan menghitungnya satu per satu. Jikalau ia memisahkan antara satu puasa dengan puasa lainnya tanpa udzur sakit, maka puasanya batal dan wajib diulang, berdasarkan firman Allah SWT, “Maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut.”

7) Untuk memberi makan orang Miskin, wajibnya adalah satu Mud atau dua Mud Kurma atau Gandum untuk setiap orang Miskin. Jikalau ia memberikan kadar wajib tersebut kurang dari enam puluh orang Miskin, maka ia tidak cukup. 


Catatan Kaki: 

(1) Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (1199) dan dishahihkannya

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.