Masalah-Masalah Tentang Syarat-Syarat Nishab Zakat dan Kadar Wajibnya
Masalah-Masalah Tentang Syarat-Syarat Nishab Zakat dan Kadar Wajibnya
Al-Naqdan dan yang Semakna dengannya
1) Emas: syarat zakatnya harus mencapai haulnya dan mencapai nishabnya. Nishabnya adalah dua puluh dinar, dan wajib mengeluarkan zakatnya 2,5%. Dalam setiap dua puluh dinar, ada zakatnya setengah dinar. Jikalau lebih, maka dihitung dengan cara seperti itu, baik kurang maupun lebih.
2) Perak: Syaratnya sudah haul dan sudah mencapai Nishab. Nishabnya adalah lima uqiyah, yaitu(1) dua ratus dirham. Kewajiban zakatnya adalah 2,5% layaknya emas. Dalam dua ratus dirham, ada kewajiban zakatnya sebanyak lima dirham. Jikalau lebih, maka dihitung dengan cara seperti itu, baik kurang maupun lebih.
3) Orang yang Memiliki Sebagiannya: Emas belum mencapai Nishab, dan perak juga belum mencapai Nishab. Namun, jikalau keduanya dikumpulkan dan mencapai Nishab, maka zakat keduanya dikeluarkan bersamaan sesuai dengan kadar masing-masingnya, berdasarkan riwayat bahwa Nabi Muhammad Saw menggabungkan emas dengan perak, kemudian perak dengan emas, kemudian mengeluarkan zakat dari keduanya,(2) dan cukup mengeluarkan salah satu dari keduanya. Bagi siapa yang wajib baginya mengeluarkan zakat dinar, maka boleh baginya mengeluarkan zakat dengan sepuluh dirham perak. Dan sebaliknya, hukumnya sah. Sebagaimana uang kertas pada hari ini dizakatkan layaknya zakat al-Naqdain, yaitu 2,5%, padahal uang yang dikeluarkan pemerintah, ada juga kandungan emasnya dan peraknya.
4) Barang-Barang Perdagangan: Bisa jadi jenisnya adalah al-Mudarah(3) atau al-Muhtakarah.(4) Jikalau jenisnya adalah al-Mudarah, maka ia dihitung dengan uang di setiap awal Haul, jikalau sampai Nishabnya atau tidak sampai Nishabnya namun ia memiliki uang lainnya selain itu, maka ia mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5%. Jikalau jenisnya adalah al-Muhtakarah, maka ia mengeluarkan zakatnya di hari penjualannya untuk satu tahun. Jikalau barang itu sudah ada bersamanya selama bertahun-tahun, maka ditunggu sampai naik harganya.
5) Hutang: Siapa yang memiliki piutang kepada orang lain, yang mungkin diambilnya kapan pun diinginkannya, maka ia wajib menggabungkannya dengan uang atau barang yang dimilikinya, kemudian mengeluarkan zakatnya ketika sudah mencapai Haulnya. Jikalau ia tidak memiliki uang selain piutang tadi, padahal piutang tadi sudah mencapai Nishab, ia juga dikeluarkan zakatnya. Siapa yang memilik piutang kepada orang yang kesulitan keuangannya, ia tidak bisa mengambilnya kapan pun diinginkannya, maka ia mengeluarkan zakatnya ketika mendapatinya untuk jangka satu tahun, walaupun masanya sudah bertahun-tahun.
6) Al-Rikaz: Maksudnya, Harta Terpendam. Siapa yang mendapati harta terpendam di tanahnya atau di rumahnya dari harta Jahiliyah (kuno), maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak seperlima yang diberikannya kepada kaum fakir, kaum miskin, dan kegiatan-kegiatan social, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Dalam al-Rikaz, ada seperlima.”(5)
7) Barang-Barang Tambang: Jikalau barang tambang itu adalah emas atau perak, maka dikeluarkan zakatnya dari barang tambang yang dikeluarkan ketika sudah mencapai Nishab, baik sudah sudah mencapai Haulnya maupun belum. Wajib baginya setiap kali mengeluarkan sejumlah barang tambang, untuk mengeluarkan zakatnya ketika sudah mencapai Nishabnya. Apakah ia mengeluarkan zakatnya 2,5% atau seperlima layaknya al-Rikaz? Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat. Ulama yang berpandangan bahwa Barang Tambang dikeluarkan zakatnya seperlima, maka ia menqiyaskannya dengan al-Rikaz. Ulama yang berpandangan bahwa zakatnya dikeluarkan dengan zakat al-Naqdain, maka ia mengambil keumuman sabda Rasulullah Saw, “yang tidak sampai lima uqiyah, tidak ada sedekahnya (zakatnya).” Sabdanya “lima uqiyah” mencakup Barang Tambang dan selainnya. Dan masalah ini lapang. Walhamdulillah.
Sedangkan jikalau Barang Tambangnya adalah Besi, atau Tembaga, atau Belerang, atau selainnya, maka disunnahkan mengeluarkan zakat dari hasil tersebut dengan nilainya/ harganya, sebesar 2,5%. Sebab tidak ada Nash Sharih yang menjelaskan kewajiban zakat dalam barang Tambang jenis ini. Ia bukanlah Emas atau Perak, yang wajib dizakati.
8) Harta yang Diambil Manfaatnya: Jikalau harta yang diambil kemanfaatannya adalah keuntungan perdagangan atau hasil dari hewan, maka zakatnya dikeluarkan sesuai dengan zakat asalnya, tidak perlu dilihat Haulnya. Jikalau Harta yang diambil manfaatnya bukanlah keuntungan perdagangan atau hasil dari hewan, maka dilihat dahulu. Jikalau ia sudah mencapai Nishab dan Haul yang sempurna, maka dikeluarkan zakatnya. Siapa yang diberikan harta atau diberikan warisan, maka tidak ada kewajiban zakatnya sampai ada Haulnya.
Binatang Ternak
Binatang Ternak, yaitu:
1) Unta. Syarat zakatnya, sudah mencapai Haul dan sudah mencapai Nishab. Nishabnya adalah lima ekor unta atau lebih, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “yang kurang dari lima ekor unta, tidak ada sedekahnya (zakatnya).”(6)
Wajibnya dari lima ekor unta adalah seekor domba jadza’ah yang sudah mecapai usia setahun dan masuk tahun kedua dari jenis domba yang biasanya dizakatkan, baik dari jenis al-Dha’n maupun al-Ma’iz. Jikalau sudah mencapai sepuluh ekor unta, maka zakatnya dua ekor domba. Dan jikalau sudah mencapai lima belas ekor unta, maka zakatnya tiga ekor domba. Jikalau sudah mencapai dua puluh ekor unta, maka zakatnya empat ekor domba. Jikalau sudah mencapai dua puluh lima ekor unta, maka zakatnya unta jenis Bintu Makhad, yaitu usianya sudah setahun dan memasuki tahun kedua. Jikalau tidak ada, maka zakatnya bisa dengan Ibn Labun, yaitu unta yang usianya sudah dua tahun dan masuk tahun ketiga. Jikalau sudah mencapai tiga puluh enam ekor unta, maka zakatnya Unta jenis Bintu Labun. Jikalau sudah mencapai empat puluh enam ekor unta, maka zakatnya adalah unta jenis Hiqqah, yang mencapai usia tiga tahun dan masuk tahun ke empat. Jikalau sudah mencapai enam puluh satu ekor unta, maka zakatnya Unta jenis Jadza’ah, yang sudah mencapai usia empat tahun dan masuk tahun kelima. Jikalau jumlahnya sudah mencapai tujuh puluh enam, maka zakatnya dua ekor unta jenis Bintu Labun. Jikalau jumlahnya sudah mencapai sembilan puluh satu ekor unta, maka zakatnya dua ekor unta jenis Hiqqah. Jikalau jumlahnya sudah mencapai seratus dua puluh ekor unta, maka zakatnya dalam setiap empat puluh ekor unta adalah seekor unta jenis Bintu Labun, dan dalam setiap lima ekor unta adalah seekor unta jenis Hiqqah.
[Peringatan] Siapa yang di pundaknya ada kewajiban mengeluarkan zakat dengan usia tertentu namun ia tidak mendapatkannya, maka ia bisa membayarnya dengan yang ada walaupun usianya lebih kecil dari yang seharusnya, kemudian ‘Amil Zakat menambahkannya dengan dua ekor domba atau sejumlah dua puluh dirham. Jikalau usianya lebih tua dari usia yang seharusnya, maka ‘Amil Zakat juga memberikannya dua ekor domba atau sejumlah dua puluh dirham untuk menutupi kekurangan. Kecuali untuk unta jenis Ibn Labun, maka ia bisa digantikan dengan Bintu Makhad, tanpa perlu ditambah sebagaimana sebelumnya.
2) Sapi: Syarat zakat Sapi itu Haul dan Nishab, sama dengan Unta. Nishabnya adalah tiga puluh ekor sapi, yang wajib dikeluarkan zakatnya seekor sapi jenis ‘Ijl Tabi’ yang berusia setahun. Jikalau jumlahnya sudah mencapai empat puluh ekor sapi, maka zakatnya adalah sapi jenis Musinnah, yang berusia dua tahun. Jikalau lebih, maka di setiap empat puluh ekor sapi, zakatnya adalah sapi jenis Musinnah; dan di setiap tiga ekor sapi, zakatnya adalah sapi jenis ‘Ijl, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Dalam setiap tiga puluh ekor sapi, zakatnya Tabi’. Dan di setiap empat puluh ekor sapi, zakatnya Musinnah.”(7)
3) Domba/ Kambing: Jenisnya adalah al-Dha’n dan al-Ma’iz. Syaratnya adalah sudah mencapai Haul dan sudah mencapai Nishab. Nishabnya empat puluh ekor, dan zakatnya seekor domba jenis Jadza’ah. Jikalau jumlahnya sudah mencapai seratus dua puluh satu ekor domba, maka zakatnya dua ekor domba. Jikalau jumlahnya sudah mencapai dua ratus satu ekor domba, maka zakatnya tiga ekor domba. Jikalau jumlahnya sudah lebih dari tiga ratus ekor domba, maka dalam setiap seratus ekor domba, zakatnya seekor domba, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Jikalau lebih, maka dalam setiap seratus, zakatnya seekor domba.”
[Peringatan]
1) Jumhur ulama mensyaratkan “digembalakan” untuk binatang ternak. Maksudnya, binatang ternak itu digembalakan lebih dari setahun di padang rumput milik umum. Namun Imam Malik rahimahullah tidak mensyaratkan hal tersebut, dan inilah yang diamalkan oleh penduduk Madinah.
Hujjah Jumhur Ulama adalah sabda Rasulullah Saw, “Domba yang digembalakan, jikalau jumlahnya empat puluh ekor, maka zakatnya seekor, sampai jumlahnya seratus dua puluh ekor.” Sabdanya “domba yang digembalakan” dijadikan dalil oleh Jumhur Ulama disyaratkannya “pengembalaan” untuk zakat Binatang Ternak. Untuk Domba, itu secara Nash. Sedangkan untuk Unta dan Sapi, maka dengan Qiyas terhadap Domba. Mereka menyatakan, “Sulitnya mendapatkan makanan dan biaya perawatannya, membuat keterikatannnya dengan ‘pengembalaan’ menjadi sesuatu yang dianggap.”
2) Tidak ada Zakat Binatang Ternak untuk jenis al-Waqsh, yaitu Binatang Ternak yang jumlahnya berada di antara dua Jumlah Wajib. Orang yang memiliki Domba dengan jumlah empat puluh ekor, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak seekor Domba, sampai jumlah dombanya itu mencapai seratus dua puluh ekor. Jikalau jumlahnya lebih, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak dua ekor. Jumlah di antara empat puluh ekor sampai seratus dua puluh ekor, dinamakan dengan al-Waqsh, dan tidak ada kewajiban zakatnya. Hal yang sama juga berlaku untuk Unta dan Sapi. Sebab, ketika Nabi Muhammad Saw menjelaskan kewajiban zakat Binatang Ternak, beliau mengatakan, “Jikalau sampai segini, maka kewajibannya segini.” Maka dengan begitu diketahui bahwa jumlah di antara dua jumlah wajib, tidak ada zakatnya.
3) Digabungkan Dalam Zakat, yaitu Domba Jenis al-Dha’n digabungkan dengan al-Ma’iz, sebab keduanya satu jenis. Begitu juga dengan Kerbau, digabungkan dengan Sapi, sebagaimana unta Arab digabungkan dengan al-Bukht(8) karena mencakup jenis yang sama, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Domba yang digembalakan, jikalau jumlahnya empat puluh ekor, maka zakatnya seekor.” Sabdanya, “Di setiap lima ekor unta, zakatnya seekor domba.” Dan sabdanya, “Dalam setiap tiga puluh ekor sapi, zakatnya Tabi’.”
4) Penggabungan Dua Jenis Binatang Ternak. Jikalau masing-masing dari keduanya sudah mencapai Nishabnya, kemudian sama pengembalanya, sama tempat pengembalaannya, sama tempat keluarnya, dan sama tempat bermalamnya, maka zakat di ambil dari keduanya dengan cara disatukan, kemudian bagiannya juga sama. Jikalau salah satunya, misalnya, memiliki empat puluh ekor Domba, kemudian yang lainnya memiliki delapan puluh ekor Domba. ‘Amil mengambil seekor domba dari domba-domba yang dimiliki oleh pemilik empat puluh ekor Domba, kemudian pemilik delapan puluh ekor domba mengembalikan dua pertiga Domba kepada pemilik empat puluh ekor Domba. Begitulah caranya, dan tidak boleh mengumpulkan dua Domba yang terpisah (tidak satu tempat, dst) , agar bisa berlepas diri dari zakat. Sebagaimana tidak boleh memisahkan dua Domba yang disatukan (satu tempat, dst), berdasarkan surat dari Abu Bakar al-Shiddiq radhiyallahu anhu, “Tidak dikumpulkan yang terpisah, dan tidak dipisah yang berkumpul karena takut sedekah (zakat). Dan yang bercampur, maka dikembalikan kepada keduanya dengan ukuran yang sama.”(9)
5) Tidak diterima zakat dari al-Sakhlah (Domba kecil), al-‘Ajajil (Sapi Kecil), dan al-Fushlan (Unta Kecil). Akan tetapi ia masuk dalam hitungan bagi para pemiliknya, berdasarkan ucapan Umar radhiyallahu anhu kepada ‘Amilnya, “Kembalikanlah kepada mereka al-Sakhlah, dan jangan mengambilnya.”(10)
6) Untuk Zakat, tidak diambil jenis yang masih bayi dan beraib, yang mengurangi harganya, berdasarkan ucapan Abu Bakar radhiyallahu anhu, “Untuk Sedekah (Zakat), tidak diambil yang masih bayi, tidak pula yang memiliki aib, dan tidak pula yang jenis al-Tais (jantannya al-Ma’iz).” Sebagaimana tidak diambil dari harta terbaik mereka, seperti jenis al-Makhid; jenis yang sudah mendekati kelahiran, seperti al-Fahl dan Domba yang digemukkan untuk dikonsumsi, serta tidak juga al-Rubba (yang diperah susunya) yang masih dalam pengasuhan anaknya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw kepada Muadz, “Hati-hatilah engkau dengan harta terbaik mereka.”(11) Kemudian juga berdasarkan larangan Umar radhiyallahu anhu untuk mengambil al-Akulah,(12) al-Rubba,(13) al-Makhid,(14) dan al-Fahl.(15)
Al-Tsamar dan Biji-Bijian
Syarat zakat untuk al-Tsamar (buah-buahan tertentu) dan biji-bijian adalah buahnya sudah matang –menguning atau memerah, kemudian dipisahkan bijinya. Kemudian untuk Kurma dan Zaitun, diambil yang baiknya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, “Dan tunaikanlah haknya di hari panennya.” Nishabnya adalah lima Wasq, dan satu Wasq adalah enam puluh Sha’, dan satu Sha’ adalah empat Mud, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “yang kurang dari lima wasq, tidak ada sedekahnya (zakatnya).” Wajibnya, jikalau diari tanpa biaya, yaitu jikalau dengan pengisapan dari tanah, atau diairi dengan Mata Air dan sungai, maka zakatnya sepersepuluh. Dalam Lima Wasq, zakatnya adalah setengah Wasq. Jikalau ia diairi dengan biaya, yaitu dengan timba, angkutan, dan selainnya, maka zakatnya seperduapuluh. Dalam lima Wasq, zakatnya seperempat Wasq. Jikalau lebih, maka dihitunglah dengan cara seperti itu, baik kurang maupun lebih, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “yang dihujani dan dari mata air, atau dari pengisapan air tanah, maka zakatnya sepersepuluh. Dan yang diairi dengan dituangkan, maka seperduapuluh.”(16)
[Peringatan]
1) Siapa yang mengairi tanamannya sekali-kali dengan alat, kemudian sesekali lainnya tanpa alat, maka kewajiban zakatnya adalah tigaperempat dari sepersepuluh. Begitulah pendapat para Ulama. Al-‘Allamah Ibn Quddamah mengatakan, “Kami tidak mengenal adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.”
2) Semua Jenis Kurma disatukan, antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya. Jikalau sudah sampai Nishabnya, maka dikeluarkan zakatnya dari jenis pertengahannya. Pembayarannya tidak ditentukan dari yang baik dan tidak juga dari yang buruk (pertengahan).
3) Al-Qamh, al-Syair, dan al-Sult (semuanya jenis Gandum), bisa gabungkan dalam Zakat. Jikalau semuanya sudah mencapai Nishabnya, maka dikeluarkan dari jenis yang paling dominan.
4) Jenis Kacang-Kacangan (al-Qithniyah) juga dikumpulan, yaitu al-Ful, al-Himmash, al-‘Adas, al-Julbanah, dan al-Turmis, jikalau sudah mencapai Nishabnya, maka dikeluarkan dari jenis yang paling dominannya.
5) Jikalau masing-masing dari Zaitun, atau Biji al-Fujl, atau al-Juljalan, sudah mencapai Nishabnya, maka dikeluarkan zakatnya dari minyaknya.
6) Jenis-Jenis anggur, sebagiannya digabungkan dengan sebagian lainnya. Jikalau sudah mencapai Nishabnya, maka dikeluarkan zakatnya. Jikalau dijual sebelum menjadi Kismis, maka dikeluarkan zakatnya dari harganya, yaitu sepersepuluh atau seperduapuluh, sesuai dengan pengairannya.
7) Padi, Jagung, dan al-Dukhn (sejenis jagung), masing-masingnya merupakan jenis berbeda dari yang lainnya, sehingga tidak bisa disatukan. Jikalau masing-masing jenis belum mencapai Nishabnya, maka tidak ada kewajiban zakatnya.
8) Siapa yang menyewa sebuah tanah, kemudian menanaminya, kemudian hasilnya mencapai Nishab, maka wajib mengeluarkan zakatnya.
9) Siapa yang memiliki al-Tsamar atau biji-bijian, dengan cara apapun kepemilikannya, baik hibah, atau membeli, atau mewarisi, setelah matang, maka tidak ada zakatnya. Sebab, zakatnya itu menjadi kewajiban yang memberinya atau menjualnya. Jikalau ia memilikinya sebelum matangnya, maka wajib baginya mengeluarkan zakatnya.
10) Siapa yang memiliki hutang yang menghabiskan semua hartanya atau mengurangi Nishabnya, maka tidak ada kewajiban zakatnya.
Catatan Kaki:
(1) Satu Uqiyah adalah empat puluh dirham. Maka, lima Uqiyah adalah dua ratus dirham
(2) Menggabungkan emas dan perak untuk menyempurnakan Nishab adalah Mazhab Malik dan Abu Hanifah. Hadits terkait diriwayatkan para pengikut Malik, dari Bakir bin Abdillah bin al-Asyajj, “Sunnah telah menetapkan bahwa Nabi Muhammad Saw menggabungkan emas ke perak, dan perak ke emas, kemudian beliau mengeluarkan zakat dari keduanya.”
(3) Al-Mudarah adalah jenis yang dijual dengan harga saat ini, dan tidak ditunggu naiknya harga
(4) Al-Muhtakarah adalah jenis yang dijual menunggu mahalnya harga
(5) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (2/ 160), Muslim dalam al-Hudud (45, 46), dan Abu Daud (3085)
(6) Diriwayatkan oleh Abu Daud (1558), al-Nasai dalam al-Zakah (5), dan Ibn Majah (1794)
(7) Diriwayatkan oleh Abu Daud, al-Turmudzi, dishahihkan oleh Ibn Hibban dan al-Hakim
(8) Unta Khurasan yang memiliki dua punuk
(9) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (2/ 145), (9/ 29)
(10) Diriwayatkan oleh Malik dalam al-muwattha’ (1/ 26)
(11) Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (4/ 96)
(12) Domba yang diasingkan dan digemukkan untuk dimakan
(13) Domba di rumah susu
(14) Domba yang hampir melahirkan
(15) Sudah ditakhrij sebelumnya
(16) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (2/ 155), dan al-Imam Ahmad (3/ 341)
Tidak ada komentar