Masalah-Masalah Wala’ (Loyalitas) dalam Perbudakan
Masalah-Masalah Wala’ (Loyalitas) dalam Perbudakan
PENGERTIAN
Pengertiannya: Ia adalah ikatan yang disebabkan oleh pemberian status merdeka.
Siapa yang memerdekakan seorang budak, dengan cara apapun, maka ia menjadi Ashabahnya. Jikalau ia meninggal dan tidak memiliki Ashabah dari keturunanya, maka orang yang memerdekakannya (al-Mu’tiq) dan Ashabahnya menjadi Ashabah bagi budak yang dimerdekakan ini, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Loyalitas itu untuk orang yang memerdekakan.”(1)
HUKUM
Hukumnya: Al-Wala’ disyariatkan dengan firman Allah SWT, “maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.” (Surat al-Ahzab: 5) Dan sabda Rasulullah Saw, “Loyalitas itu untuk yang memerdekakan.”(2)
Dan sabdanya, “Loyalitas itu adalah daging layaknya daging nasab/ keturunan, tidak dijual dan tidak dihibahkan.”(3)
HUKUM-HUKUM TERKAIT AL-WALA’
Hukum-Hukumnya: Hukum-Hukum terkait al-Wala’:
1) Loyalitas untuk orang yang memerdekakan dengan bentuk apapun, baik al-Mukatabah atau al-Tadbir atau selain keduanya.
2) Loyalitas itu tidak dijual dan tidak pula dihibahkan, sehingga tidak bisa berpindah dari pemilik loyalitas kepada yang lainnya, dengan menjualnya atau menghibahkannya. Sebab ia sama dengan Nasab, dan Nasab itu tidak dijual dan tidak dihibahkan dengan alasan apapun. Rasulullah Saw bersabda, “Loyalitas itu adalah daging, seperti daging Nasab, tidak dijual dan tidak dihibahkan.”
3) Tidak ada yang mewarisi dengan al-Wala’ (loyalitas), kecuali al-Mu’tiq (orang yang memerdekakan), baik laki-laki maupun perempuan. Atau Ashabah laki-laki dari al-Mu’tiq, namun tidak untuk para perempuannya, sebagaimana sudah dijelaskan dalam Ilmu Waris. Wallahu taala A’lam. Jalan-Nya lebih terang dan lebih lurus. Wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.
Catatan Kaki:
(1) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (1/ 123), Muslim dalam al-‘Itq (5, 6), al-Turmudzi (2114), Abu Daud dalam al-‘Itq (2), dan al-Imam Ahmad (2/ 100)
(2) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (3/ 200), al-Nasai dalam al-Thalaq (30), dan Ibn Majah (2076)
(3) Diriwayatkan oleh al-Hakim (4/ 341) dengan sanad yang shahih, dan al-Baihaqi (6/ 240)
Tidak ada komentar