Masalah Warisan Untuk Dzawil Arham

Warisan Untuk Dzawil Arham

 

SIAPAKAH DZAWIL ARHAM?

Siapakah Mereka Para Dzawi al-Arham? Dzawi al-Arham adalah para kerabat yang bukan bagian dari Ashab al-Furudh dan tidak juga bagian dari Ashabah, seperti paman dari pihak ibu, dan bibi dari pihak ibu; bibi dari pihak bapak; anak perempuan dari paman pihak bapak; anak laki-laki dari saudari perempuan; seperti anak-anak dari para anak perempuan, serta semua kerabat yang tidak menjadi ahli waris. Sebab, mereka bukanlah Ashab al-Furudh dan tidak juga menjadi Ashabah.

 

HUKUM WARISAN MEREKA

Hukum Pewarisan Mereka. Para ulama berbeda pendapat mengenai pewarisan Dzawi al-Arham. Sebagian sahabat, Tabiin, dan Imam menjelaskan bahwa mereka tidak mendapatkan warisan. Sebab Allah SWT tidak menempatkan mereka sebagai ahli waris dalam Kitab-Nya. Allah SWT sendiri menjelaskan pembagian warisan dalam kitab-Nya yang mulia, dibatasinya pada Ashab al-Furudh dan Ashabah saja. Di antara para Imam yang menyatakan bahwa mereka tidak mewarisi adalah Malik dan al-Syafii rahimahumallah.

Sebagian ulama lainnya menyatakan bahwa bahwa itu mendapatkan warisan. Di antara mereka adalah Abu Hanifah dan Ahmad rahimahumallah. Mereka berdalil dengan sejumlah Atsar yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw menetapkan pewarisan sejumlah Dzawi al-Arham ketika tidak ada ahli waris dari kalangan yang disebutkan oleh Allah SWT dalam kitab-Nya, di antaranya adalah sabdanya, “Bibi (dari pihak Ibu) adalah waris bagi yang tidak ada ahli warisnya.” (Diriwayatkan oleh al-Turmudzi (2103), dan Abu Daud dalam Kitab al-Faraidh (8).  Dalam sanadnya ada yang lemah (dha’f)

 

PENDAPAT YANG KUAT DARI 2 MAZHAB

Pendapat yang Kuat dari Dua Mazhab. Pendapat yang kuat dari dua Mazhab adalah pendapat yang menyatakan bahwa mereka mendapatkan warisan. Karena itulah, banyak kalangan ahli fikih dari Mazhab Maliki dan Syafii yang rujuk dari pendapat sebelumnya dan menyatakan bahwa mereka mendapatkan warisan. Sebab, Dzawi al-Arham adalah kerabat, dan kerabat itu wajib bersilaturrahim dengan mereka. Kemudian, orang yang meninggal memiliki ikatan dengan mereka, yaitu ikatan kekerabatan dan ikatan keislaman. Berbeda dengan Baitul Mal, orang yang meninggal tidak memiliki ikatan sama sekali kecuali ikatan Islam, apalagi mereka mensyaratkan untuk Baitul Mal itu haruslah tersistem, pengurusnya haruslah adil, pengelolanya haruslah orang yang amanah, digunakan untuk kemaslahatan-kemaslahatan kaum muslimin secara umum. Syarat-syarat ini tidak terpenuhi, sehingga jelaslah bahwa Dzawi al-Arham adalah ahli waris pengganti Baitul Mal.

 

TATACARA PEWARISAN DZAWIL ARHAM

Tatacara Pewarisan Dzawi al-Arham. Mereka mendapatkan warisan dengan ditempatkan di posisi orang yang dekat dengan mereka dari kalangan Ashab al-Furudh dan Ashabah. Mereka diberikan bagian yang diberikan kepada orang yang mewarisinya, yang dekat dengannya dan menempati posisinya. Jikalau seseorang meninggal, kemudian meninggalkan seorang anak perempuan dan seorang saudari perempuan, maka harta mereka adalah setengah setengah, sebab bagian warisan anak perempuan adalah setengah, dan bagian warisan saudari perempuan adalah setengah. Jikalau kita memperumpamakan bahwa saudari perempuan itu adalah saudari kandung, bersamanya ada anak perempuan dari saudara laki-laki sebapak, maka anak perempuan dari saudara laki-laki tidak mendapatkan apapun, sebab orang yang dekat dengannya, yaitu saudara laki-laki sebapak dihijab oleh saudari perempuan kandung. Warisan hanya tersisa setengah setengah di antara anak perempuan dari anak perempuan dan anak laki-laki dari saudari perempuan. Seperti ini:

 

2

Anak Perempuan dari Anak Perempuan

1

Anak Perempuan dari Saudari Perempuan Kandung

1

Anak Perempuan dari Saudara Laki-Laki Sebapak

 

 

Masalah Lainnya: Seorang perempuan meninggal, dengan meninggalkan anak perempuan dari saudari perempuan kandung, anak perempuan dari saudari perempuan sebapak, anak laki-laki dari saudari perempuan seibu, anak perempuan dari paman kandung pihak bapak. Maka, anak perempuan dari saudari perempuan kandung mendapatkan setengah sebagai warisan ibunya yang diduduki posisinya. Kemudian anak perempuan dari saudari perempuan sebapak mendapatkan seperenam untuk menyempurnakan dua pertiga, yang merupakan warisan ibunya yang diduduki posisinya. Dan anak perempuan dari saudari perempuan seibu mendapatkan seperenam yang merupakan bagian ibunya. Sisanya untuk anak perempuan dari paman kandung pihak bapak sebagai bagian orang yang mewarisinya, yang statusnya adalah Ashabah, yaitu bapaknya. Sebagai berikut:

 

6

Anak Perempuan dari saudari perempuan kandung

3

Anak Perempuan dari saudari perempuan sebapak

1

Anak perempuan dari saudari perempuan seibu

1

Anak perempuan dari paman kandung pihak bapak

1

 

Masalahnya dari bilangan enam, karena adanya bagian seperenam. Maka, setengahnya adalah tiga untuk anak perempuan dari saudari kandung. Kemudian seperenamnya untuk adalah satu, untuk anak perempuan dari saudari perempuan sebapak sebagai penyempurna bagian dua pertiga. Dan seperenamnya adalah satu untuk anak laki-laki dari saudari perempuan seibu. Sisanya adalah seperenam, yaitu satu, untuk anak perempuan dari paman kandung pihak bapak.

Masalah lainnya: Seorang laki-laki meninggal, dengan meninggalkan anak perempuan dari anak perempuan, anak laki-laki dari saudari perempuan kandung, anak laki-laki dari saudari perempuan seibu, anak perempuan dari saudara laki-laki sebapak. Maka, anak perempuan dari anak perempuan mendapatkan setengah sebagai warisan ibunya yang posisinya didudukinya. Anak laki-laki dari saudari perempuan kandung mendapatkan setengah sebagai bagian ibunya yang posisinya didudukinya. Anak laki-laki dari saudari perempuan seibu tidak mendapatkan apapun, sebab ibunya yang posisinya didudukinya bukanlah ahli waris karena dihijab oleh anak perempuan kandung, sebagaimana anak perempuan dari saudara laki-laki sebapak tidak mendapatkan apapun juga, sebab orang yang dekat dengannya, yang posisinya didudukinya, yaitu saudara laki-laki sebapak, dihijab oleh saudari perempuan kandung. Seperti ini:

 

2

Anak Perempuan dari Anak Perempuan

1

Anak Laki-Laki dari Saudari Perempuan Kandung

1

Anak laki-laki dari saudari perempuan seibu

1

Anak perempuan dari saudara laki-laki sebapak

 

 

Masalahnya dari bilangan dua karena adanya bagian setengah. Maka, setengahnya adalah satu untuk anak perempuan dari anak perempuan, sebab itu adalah warisan ibunya. Dan anak laki-laki dari saudari perempuan kandung mendapatkan setengah, yaitu satu, sebagai warisan ibunya; saudari perempuan kandung. Anak laki-laki dari saudari perempuan seibu tidak mendapatkan apapun, sebab ibunya yang posisinya didudukinya dihijab oleh anak perempuan kandung. Anak perempuan dari saudara laki-laki sebapak juga tidak mendapatkan apapun, sebab bapaknya yang dekat dengannya dan diduduki posisinya dihijab oleh saudari perempuan kandung, sebagaimana dijelaskan sebelumya.

Masalah Lainnya: Seorang laki-laki meninggal, dengan meninggalkan bibi dari pihak ibu, dan bibi dari pihak bapak. Maka, bibi dari pihak ibu mendapatkan sepertiga, sebab itu adalah warisan ibunya yang dekat dengannya dan diduduki posisinya. Dan paman dari pihak bapak mendapatkan dua pertiga sisanya, sebab itu adalah warisan orang yang dekat dengannya, yaitu Bapak. Dan bapak itu adalah Ashabah yang mewarisi bagian tersisa dari Furudh. Seperti ini:

 

3

Bibi dari Pihak Ibu

1

Bibi dari Pihak Bapak

1

 

Masalahnya dari bilangan tiga, karena adanya bagian dua pertiga. Maka, sepertiganya adalah satu, untuk bibi dari pihak ibu, sebab ia menduduki posisi yang dekat dengannya dan diduduki posisinya. Kemudian dua pertiganya adalah dua, sebab ia menduduki posisi Bapak yang dekat dengannya sebagai Ashabah, yang mendapatkan semua sisa dari Furudh.

 

[Peringatan]

A-Para Dzawi al-Arham tidak mendapatkan warisan jikalau ada Ashab al-Furudh atau Ashabah, sebab sisa bagian warisan dikembalikan ke Ashab al-Furudh sampai tidak tersisa sedikit pun, kecuali jikalau Ashab al-Furudh adalah salah satu dari pasangan suami istri. Maka, ketika itu Dzawi al-Arham mendapatkan warisan.

Jikalau seseorang meninggal, dengan meninggalkan saudara laki-laki seibu atau sebapak, dan bibinya dari pihak bapak, maka saudara laki-laki seibu atau sebapak mendapatkan semua warisan, sedangkan bibi dari pihak bapak tidak mendapatkan apapun, sebab ia adalah salah satu Dzawi al-Arham. Tidak ada sisa warisan yang berhak didapatkannya. Sebagaimana halnya jikalau seseorang meninggal, kemudian meninggalkan seorang Ibu dan bibi dari pihak ibu, harta itu untuk Ibu sebagai Ashab al-Furudh, dan bibi dari pihak ibu tidak mendapatkan apapun. Sedangkan jikalau ada seseorang meninggal, kemudian meninggalkan seorang istri dan anak perempuan dari saudara laki-laki, maka istri mendapatkan seperempat sebagai Ashab al-Furudh, kemudian sisanya diberikan kepada anak perempuan dari saudara laki-laki sebab ia berada di posisi yang diduduki oleh bapaknya, dan ia adalah Ashabah yang mendapatkan semua sisa bagian warisan.

 

B-Ketika Dzawi al-Arham berkumpul, maka mereka dilihat seolah-olah para ahli waris yang asli dari kalangan Ashab al-Furudh dan Ashabah. Maka, yang paling tinggi menghijab yang paling rendah, dan yang kandung menghijab yang sebapak.

Ketika sama derajatnya dan kedekatannya, maka mereka mendapatkan warisan dengan bagian yang sama, sehingga sebagian mereka tidak dilebihkan dari sebagian lainnya. Sehingga, laki-laki mendapatkan dua bagian perempuan.

Misalnya: Seseorang meninggal, dengan meninggalkan anak perempuan dari anak perempuan, cucu perempuan dari anak perempuan, dan cucu laki-laki dari anak perempuan. Maka, harta itu hanya didapatkan oleh anak perempuan dari anak perempuan. Sedangkan cucu perempuan dari anak perempuan tidak mendapatkan apapun, begitu juga dengan cucu laki-laki dari anak perempuan, sebab anak perempuan dari anak perempuan lebih tinggi derajatnya. Dan yang lebih tinggi itu menghijab yang lebih rendah.

Misal Lainnya: Seseorang meninggal, dengan meninggalkan anak perempuan dari saudara laki-laki kandung, dan anak perempuan dari saudara laki-laki sebapak. Maka, harta warisan itu untuk anak perempuan saudara laki-laki kandung, sedangkan anak perempuan dari saudara laki-laki sebapak tidak mendapatkan apapun, sebab saudara laki-laki kandung menghijab saudara laki-laki sebapak. Siapa yang menduduki posisinya, maka ia berada dalam posisinya dalam hal warisan atau dalam hal tidak mendapatkan warisan. Siapa yang dekat dengan seorang ahli waris, maka ia mendapatkan warisan. Siapa yang dekat dengan yang bukan ahli waris, maka ia tidak mendapatkan warisan. Seperti masalah orang yang meninggal, dengan meninggalkan cucu perempuan dari anak laki-laki (anak perempuan dari anak perempuan dari anak laki-laki), dan cucu laki-laki dari anak perempuan (anak laki-laki dari anak laki-laki dari anak perempuan),  maka harta warisan ini untuk cucu perempuan dari anak laki-laki, sedangkan cucu laki-laki dari anak perempuan tidak mendapatkan apapun. Walaupun keduanya sama derajatnya, masing-masing keduanya sampai jalurnya ke Orang yang Meninggal dengan dua derajat, hanya saja cucu perempuan dari anak laki-laki dekat dengan ahli waris, sehingga ia mendapatkan warisan. Sedangkan cucu laki-laki dari anak perempuan, maka ia dekat dengannya melalui pihak yang bukan ahli waris, sehingga tidak mendapatkan warisan. Sebab, anak laki-laki dari anak laki-laki adalah ahli waris, sedangkan anak laki-laki dari anak perempuan bukanlah ahli waris. []

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.