Rukun-Rukun, Sunnah-Sunnah & Tatacara Shalat Menurut Mazhab Syafii
Rukun-Rukun, Sunnah-Sunnah & Tatacara Shalat Menurut Mazhab Syafii
(Rukun-Rukun, Sunnah-Sunnah & Tatacara Shalat Menurut Mazhab Syafii, berdasarkan Kitab Matan Abi Syuja’)
(Pasal) Rukun shalat ada delapan belas: Niat,(1) berdiri; jikalau mampu,(2) Takbiratul Ihram, membaca Surat Al-Fatihah, dan Bismillahirrahmanirrahim adalah salah satu ayatnya, ruku’ dengan Thuma’ninah, naik dan lurus; serta Thuma’ninah, Sujud dan Thuma’ninah, duduk di antara dua sujud dan Thuma’ninah,(3) duduk terakhir(4) dan Tasyahhud,(5) Shalawat dan Salam kepada Nabi Saw, Salam pertama,(6) niat selesai dari shalat,(7) menertibkan rukun sesuai dengan yang kami sebutkan tadi.(8)
Sunnah–Sunnahnya: Sebelum melakukannya ada dua: Adzan dan Iqamah. Ketika shalat ada dua: Tasyahhud awal,(9) Qunut Shubuh(10), Qunut ketika shalat Witir di pertengahan kedua bulan Ramadhan. (11)
Hai-ahnya (Tatacaranya) ada lima belas: Mengangkat kedua tangan ketika Takbiratul Ihram, serta ketika Ruku’ dan naik.(12) Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri,(13) Tawajjuh,(14) Isti’adzah,(15) men-Jahrkan bacaan ketika Jahr dan men-Sirrkan ketika Sirr,(16) meng-Aminkan,(17) membaca surat setelah Al-Fatihah,(18) Takbir ketika naik dan turun,(19) mengucapkan Sami’allahu Liman Hamidahu Rabbana Lakal Hamd,(20) Tasbih ketika ruku’ dan sujud,(21) meletakkan kedua tangan di atas kedua paha ketika duduk; membentangkan paha kiri dan menarik paha kanan, kecuali jari telunjuk, karena digunakan untuk memberi Isyarat ketika Tasyahhud,(22) Iftirasy di semua duduk dan Tawarruk di duduk terakhir,(23) serta salam kedua.(24)
(Syarh Syeikh Dr. Musthafa Dibb al-Bugha)
(1) Berdasarkan firman Allah Swt:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus." [Surat Al-Bayyinah: 5]
Berdasarkan Hadits:
"Amalan–amalan itu sesuai dengan niatnya." (Lihatlah catatan kaki halaman 14)
(2) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1066) dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu berkata:
"Saya terkena ambiyen. Kemudian saya bertanya kepada Nabi Saw, dan beliau menjawab, ‘Shalatlah dengan berdiri. Jikalau engkau tidak mampu, maka duduklah. Jikalau engkau tidak mampu, maka berbaring miringlah (ditopang oleh sisi kanan badan)."
Ditambahkan oleh An-NasaI:
"Jikalau engkau tidak mampu, maka menelentanglah. Allah tidak membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kemampuannya." [Kifayah Al-Akhyar: 1/ 135]
(3) Dalil rukun–rukun tersebut ditunjukkan oleh Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (724) dan Muslim (397) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Saw memasuki Mesjid. Kemudian masuklah seorang laki–laki dan mengerjakan shalat. Setelah dia datang dan mengucapkan salam kepada Nabi Saw. Beliau menjawab salamnya dan berkata:
"Kembalilah dan shalatlah, karena engkau belum shalat."
Kemudian dia shalat. Setelah itu dia datang lagi dan mengucapkan salam. Nabi Saw berkata:
"Kembalilah dan shalatlah, karena engkau belum shalat." Sebanyak tiga kali.
Kemudian dia berkata:
"Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak mengetahui yang lainnya. Ajarkanlah diriku."
Beliau berkata:
"Jikalau engkau akan mengerjakan, maka Takbirlah. Kemudian bacalah bacaan Al-Quran yang mudah bagimu. Kemudian ruku’lah sampai engkau Thuma’ninah dalam ruku’. Kemudian naiklah sampai engkau berdiri lurus. Kemudian sujudlah sampai engkau Thuma’ninah dalam sujud. Kemudian bangkitlah sampai Thuma’ninah dalam duduk. Kemudian sujudlah sampai engkau Thuma’ninah dalam sujud. Kemudian lakukanlah itu dalam semua shalatmu."
Para ulama menamakan Hadits ini: Hadits orang yang buruk shalatnya.
Engkau belum shalat: Artinya, shalat yang diperintahkan.
Selainnya: Maksudnya, selain tata cara yang telah saya lakukan.
Bacalah bacaan Al Quran yang mudah bagimu: Diriwayatkan oleh Ibn Hibban (484), “kemudian bacalah Umm Al-Quran." Yaitu, Surat Al-Fatihah. Hal itu ditunjukkan oleh Hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari (723) dan Muslim (394), “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah."
Ini menunjukkan, bahwa Basmallah adalah salah satu ayatnya dan bagian dari setiap surat. Diriwayatkan oleh Muslim (400) dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Suatu hari Rasulullah Saw bersama kami. Ketika itu beliau tidur ringan. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dengan tersenyum, maka kami bertanya, “Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah?." Beliau menjawab, “Barusan, diturunkan kepadaku sebuah surat –kemudian beliau membaca, ‘Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang* Sesungguhnya Kami telah memberikanmu nikmat yang banyak." Rasulullah Saw menganggapnya salah satu ayat dari surat tersebut.
Kemudian naiklah sampai engkau berdiri lurus: Artinya, Thuma’ninah dalam berdiri, sebagaimana terdapat dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Hibban.
Dalam semua shalatmu: Artinya, dalam setiap raka’at shalatmu.
(4) Sesuai dengan Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (794) dari Abu Humaid As-Sa’idy radhiyallahu ‘anhu tentang sifat shalat Rasulullah Saw:
"Jikalau beliau duduk di raka’at terakhir, maka beliau mengedepankan kaki kirinya dan menegakkan kaki lainnya, serta duduk di atas pantatnya."
Karena, posisi ini adalah tempat mengucapkan sesuatu yang wajib, sebagaimana akan dijelaskan, maka hukumnya pun wajib, seperti berdiri untuk membaca Al-Fatihah.
(5) Sesuai dengan Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5806) Muslim (402) dan selain keduanya, dari Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jikalau kami shalat bersama Nabi Saw, maka kami mengucapkan –dalam riwayat Al-Baihaqy (2 /138) dan Ad-Dar Quthny (1 /350), “Kami mengucapkan; sebelum difardhukan Tasyahhud kepada kami –Keselamatan untuk Allah sebelum para hamba-Nya. Keselamatan untuk Jibril. Keselamatan untuk Mikail. Keselamatan untuk Fulan." Taktala Nabi Saw selesai, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami seraya berkata, “Sesungguhnya Allah adalah As-Salam. Jikalau salah seorang di antara kalian duduk dalam shalatnya, maka ucapkanlah: At Tahiyyat…"
Dia adalah As-Salam: Maksudnya, salah satu nama Allah Swt. Dikatakan: Maknanya, keselamatan-Nya dari ‘aib dan kefanaan yang menimpa makhluk.
Tentang shighatnya, ada berbagai riwayat, dan semuanya benar. Sighatnya yang sempurna dan utama menurut Asy-Syafi’I rahimahullah adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (403) dan selainnya, dari Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Saw mengajarkan Tasyahhud; sebagaimana beliau mengajarkan kami surat Al Quran. Beliau berkata, ‘At-Tahiyyatul Mubarakatus Shalawatut Thayyibatu Lillah. Assalamu ‘Alaika Ayyuhan Nabiyyu Warahmatullahi Wabarakatuhu. Assalamu ‘Alaina Wa ‘Ala ‘Ibadillahis Shalihin. Asyhadualla Ilaha Illallah Wa Asyhaduanna Muhammadur Rasulullah."
(6) Berdasarkan firman Allah Swt:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang -orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." [Surat Al-Ahzab: 56]
Para Ulama berijma’ bahwa shalawat tidak wajib di selain shalat, dan wajib di dalam shalat.
Diriwayatkan oleh Ibn Hibban (515) dan Al-Hakim (1 /268) yang dishahihkannya, dari Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu yang bertanya tentang cara bershalawat kepada Nabi Saw, “Bagaimana kami bershalawat kepadamu; jikalau kami bershalawat kepadamu di dalam shalat kami, maka Allah pun akan bershalawat kepadamu?" Beliau menjawab, “ Ucapkanlah…"
Ini menunjukkan, bahwa shalawat itu dilakukan di dalam shalat.
Tempat yang tepatnya adalah di akhir shalat. Wajib mengucapkannya di duduk terakhir setelah Tasyahhud.
Lafadz sempurnya adalah:
Allahumma Shalli ‘Ala Muhammad wa ‘Ala Ali Muhammad, Kama Shalaita ‘Aal Ibrahim wa ‘Ala Ali Ibrahim, Wa Barik ‘Ala Muhammad wa ‘Ala Ali Muhammad, Kama Barakta ‘Ala Ibrahim wa ‘Ala Ali Ibrahim, Fil Alamina Innaka Hamidun Majid.
Lafadz ini berdasarkan hadits – hadits yang Shahih, diriwayatkan oleh Al Bukhari, Muslim dan selain keduanya. Di sebagian jalan periwayatannya ada tambahan atau pengurangan.
(7) Diriwayatkan oleh Muslim (498) dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Rasulullah Saw membuka shalat dengan Takbir... Dan menutupnya dengan salam “.
(8) Pendapat yang paling benar, bahwa hal ini bukanlah rukun, akan tetapi disunnahkan; sebagai upaya untuk menghargai pendapat yang mengatakan ke-rukunannya.
(9) Berdasarkan Hadits tentang orang yang buruk shalatnya, di dalam dihubungankan rukun–rukun dengan tertib. Serta sesuai dengan amalan Nabi Saw yang diriwayatkan melalui Hadits–hadits yang Shahih.
(10) Untuk shalat–shalat Fardhu. Tentang pensyari’atan keduanya ditunjukkan oleh Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (602) dan Muslim (674) dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Saw bersabda:
"Jikalau waktu shalat datang, maka hendaklah salah seorang di antara kalian mengumandangkan adzan dan hendaklah orang yang paling tua di antara kalian meng-Imami kalian."
Diriwayatkan oleh Abu Daud (499) dari Hadits Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, “Engkau ucapkan; jikalau ingin mengerjakan shalat: Allahu Akbar, Allahu Akbar…" Hukum wajibnya berubah menjadi Sunnah berdasarkan dalil–dalil yang lainnya.
Lafadz Adzan:
Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar, Asyhadualla Ilaha Illallah, Asyhaduallah Ilaha Illallah, Asyhaduanna Muhammadur Rasulullah, Asyhaduanna Muhammadur Rasulullah, Hayya ‘Alas Shalah, Hayya ‘Alas Shalah, Hayya ‘Alal Falah, Hayya ‘Alal Falah, Allahu Akbar Allahu Akbar, Lailaha Ilallah.
Ketika adzan Fajar ditambahkan:
Ash-Shalatu Khairum Minan Naum, Ash-Shalatu Khairun Minan Naum. Setelah mengucapkan : Hayya ‘Alal Falah yang kedua.
Lafadz Iqamah:
Allahu Akbar Allahu Akbar, Asyhadualla Ilaha Illallah, Asyhaduanna Muhammadar Rasulullah, Hayya ‘Alas Shalah, Hayya ‘Alal Falah, Qad Qamatis Shalah, Qad Qamatis Shalah, Allahu Akbar Allahu Akbar, La Ilaha Ilallah.
Ini berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan selain keduanya. Disunnahkan bagi orang yang mendengar adzan untuk mengucapkan apa yang diucapkan oleh Mu’azzin. Jikalau adzan selesai, maka dia bershalawat kepada Nabi Saw dan berdo’a sesuai dengan Hadits yang diriwayatkan.
Diriwayatkan oleh Muslim (384) dan selainnya, dari Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dirinya mendengar Nabi Saw bersabda:
"Jikalau kalian mendengar Muazzin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya, kemudian bershalawatlah kepadaku. Sesungguhnya barangsiapa yang bershalawat kepadaku dengan satu shalawat, maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali. Kemudian mohonlah untukku Wasilah kepada Allah, karena itu adalah tempat di Surga yang tidak layak ditempati kecuali oleh salah seorang hamba dari hamba–hamba Allah. Saya berharap, bahwa sayalah orangnya. Barangsiapa yang memintakan Wasilah untukku kepada Allah, maka dia berhak mendapatkan Syafaatku pada Hari Kiamat."
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (589) dan selainnya dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan ketika mendengar adzan: Allahuma Rabba Hadzihid Dakwatit Tammah Was Shalatil Qaimah, Ati Muhammadanil Wasilah, Wab’atshu Maqaman Mahmudanilladzi Wa’adtahu, maka dia berhak mendapatkan Syafa’atku pada Hari Kiamat."
Dakwatit Tammah: Artinya, dakwah Tauhid yang tidak akan mengalami perubahan dan pergantian.
Al-Fadhilah: Artinya, kedudukan lebih dari segenap makhluk.
Maqaman Mahmud: Artinya, disanjung orang yang mengerjakannya.
Alladzi Wa’adtahu: Artinya, sesuai dengan firman Allah, “Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji." [Surat Al-Isra’: 79]
Disunnahkan juga kepada Muazzin untuk bershalawat kepada Nabi Saw dan berdo’a. diucapkannya dengan suara yang lebih halus dari adzan dan dipisahkan, agar tidak disangka, bahwa shalawat adalah bagian dari lafadz adzan.
Orang yang mendengar adzan mengucapkan apa yang diucapkan Muazzin, kecuali Hayya ‘Alas Shalah dan Hayya ‘Alal Falah, maka dia mengucapkan, “La Haula Wa La Quwwata Illa Billah - sesuai dengan Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (588) dan Muslim (385) serta selain keduanya –serta Ash Shalatu Khairun Minan Naum, maka dia mengucapkan, “Shadaqta Wa Bararta."
Ini juga di-Sunnahkan ketika mendengar Iqamah dan ketika selesainya. Ketika diucapkan, “Qad Qamatis Shalah, maka dia mengucapkan, “Aqamahallah Wa Adamaha." Driwayatkan oleh Abu Daud (528)
(11) Mengikuti Hadits–hadits Shahih. Di antaranya Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1167), bahwa Rasulullah Saw berdiri ketika dua raka’at Zhuhur dan tidak duduk. Taktala selesai shalat, maka beliau sujud dua kali dan salam."
Sujud Sahwi yang dilakukannya adalah tanda kesunnahannya.
Tidak duduk, yaitu di antara dua raka’at pertama dan dua raka’at kedua.
Dalam Hadits tentang orang yang buruk shalatnya, diriwayatkan oleh Abu Daud (860) disebutkan:
"Jikalau engkau duduk di pertengahan shalat, maka tenanglah. Bentangkanlah paha kirimu, kemudian Tasyahhudlah."
(12) Diriwayatkan oleh Al-Hakim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
"Jikalau Rasulullah Saw mengangkat kepalanya dari ruku’ dalam shalat Shubuh di rakaa’t kedua, maka beliau mengangkat kedua tangannya dan berdo’a dengan do’a ini: Allahumah Diny Fiman Hadait…" [Surat Mughni Al-Muhtaj: 1 /166]
(13) Diriwayatkan oleh Abu Daud (1425) dari Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu berkata:
"Rasulullah Saw mengajarkanku kalimat–kalimat yang akan saya ucapkan ketika Witir: Allahumah Diny Fiman Hadait, Wa ‘Afiny Fiman ‘Afait, Wa Tawallany Fiman Tawallait, Wa Barikly Fiman ‘Athait, Wa Qiny Syarra Ma Qadhait, Innaka Taqdhy Wa La Yuqdha ‘Alaika, Wa Innahu La Yudzillu Man Walait, Wa La Ya’izzu Man ‘Adait, Tabarakta Rabbana Wa Ta’alait."
At-Turmudzi (464) mengatakan, “Ini adalah Hadits Hasan." Dia melanjutkan, “Kami tidak mengetahui sesuatu yang lebih baik dari ini ketika Qunut Witir dari Rasulullah Saw."
Diriwayatkan oleh Abu Daud (1428), bahwa Ubayy bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu mengimami orang–orang, yaitu di bulan Ramadhan. Dia berqunut di pertengahan terakhir Ramadhan."
Perbuatan sahabat adalah hujah; jikalau tidak diingkari.
(14) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (705) dan Muslim (390) dari Ibn Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Saya melihat Rasulullah Saw membuka shalat dengan Takbir. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika Takbir, sehingga keduanya sejajar dengan kedua bahu. Jikalau beliau Takbir untuk ruku’, maka beliau melakukan semisalnya. Jikalau beliau mengucapkan: Sami’allahu Liman Hamidahu, beliau melakukan semisalnya dan mengucapkan : Rabbana Lakal Hamd. Beliau tidak melakukannya ketika sujud dan ketika mengangkat kepalanya dari sujud."
(15) Sesuai dengan Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (401) dari Wail bin Hijr radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia melihat Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya ketika melakukan shalat, kemudian meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.
(16) Diriwayatkan oleh Muslim (771) dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Saw: Jikalau beliau mendirikan shalat, maka beliau mengucapkan, “Wajjahtu Wajhiya Lilladzi Fatharas Samawati Wal Ardha Hanifan Wa Ma Ana Minal Musyrikin. Inna Shalati Wa Nusuky Wa Mahyaya Wa Mamati Lillahi Rabbil ‘Alamin. La Syarika Lahu, Wabizalika Umirtu Wa Ana Minal Muslimin."
Wajjahtu Wajhiya: Artinya, saya sengaja beribadah.
Fathara: Artinya, memulai penciptaannya.
Hanifan: Condong kepada agama yang benar.
Nusuky: Ibadahku dan semua pendekatan diri kepada Allah.
(17) Berdasarkan firman Allah Swt, “Apabila kamu membaca Al-Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." [Surat An-Nahl: 98]
(18) Menjahrkan ketika shalat Shubuh serta dua raka’at pertama shalat Maghrib dan Isya, Jum’at dan dua hari raya, Khusuf (gerhana Bulan), Istisqa’, Tarawih dan Witir Ramadhan, dua raka’at Thawaf di malam hari dan waktu Shubuh, semua akan dijelaskan pada tempatnya. Ibadah Sunnah Muthlaq di malam hari, bacaannya pertengahan antara Sirr dan Jahr. Allah Swt berfirman, “Katakanlah: ‘Serulah Allah atau Serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai Al-asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu." [Surat Al-Isra’: 110]
Maksudnya, shalat malam. Dan shalat–shalat selain yang disebutkan, maka di-Sirrkan bacaannya.
Hal itu ditunjukkan oleh berbagai Hadits, di antaranya :
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (733) dan Muslim (463) dari Al-Barra’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya mendengar Rasulullah Saw membaca ‘Wattini Wazzaitun ‘ketika shalat Isya’. Saya tidak mendengar seorang pun yang lebih baik suaranya dari dirinya, atau bacaannya."
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (739) dan Muslim (449) dari Hadits Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang kehadiran Jin dan mereka mendengarkan Al-Quran dari Nabi Saw. Di dalamnya disebutkan, “Beliau shalat Fajar bersama para sahabatnya. Taklata mereka mereka mendengar Al-Quran, maka mereka mendengarkannya."
Hadits–hadits ini menunjukkan, bahwa Rasulullah Saw menjahrkan bacaannya, sehingga orang yang hadir mendengar bacaannya.
Hadits yang menunjukkan bacaan Sirr, selain shalat yang disebutkan adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (713) dari Khabbab radhiyallahu ‘anhu, bahwa seseorang bertanya kepadanya, “Apakah Rasulullah Saw membaca bacaan ketika shalat Zhuhur dan Ashar?" Dia menjawab, “Ya." Kami berkata, “Dengan apa kalian mengetahui hal itu?" Dia menjawab, “Dengan gerakan jenggotnya."
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (738) dan Muslim (396) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Di dalam setiap shalat beliau membaca. Apa yang Rasulullah Saw perdengarkan kepada kami, maka kami memperdengarkannya kepada kalian. Apa yang dihaluskannya, maka kamu menghaluskannya kepada kalian."
Para Sahabat ridhwanullah ‘alaihim tidak menukil bacaan Jahr di selain posisi–posisi itu.
(19) Diriwayatkan oleh Abu Daud (934) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jikalau Rasulullah Saw membaca, ‘(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat‘, beliau mengucapkan, ‘Amiin‘, sehingga orang yang berada di Shaf pertama mendengarnya."
Ditambahkan oleh Ibn Majah ( 853 ), “Maka Mesjid bergaung karenanya."
Ini juga disunnahkan kepada Makmum, pengaminannya dilakukan setelah Imam. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (749) dan Muslim (410) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Jikalau Imam mengucapkan, ‘(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat‘, maka ucapkanlah, ‘Amiin. Barangsiapa yang pengaminannya berbarengan dengan Aminnya para Malaikat, maka diampuni dosanya yang telah berlalu."
Dalam riwayat Abu Daud (936), “Jikalau Imam mengaminkan, maka Aminkanlah…"
(20) Di dua raka’at pertama. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa Hadits, di antaranya :
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (745) dan Muslim (451) dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Saw membaca Al-Fatihah dan surat lainnya di dua raka’at pertama shalat Zhuhur dan shalat Ashar."
Dalam riwayat lain, “Begitu juga yang beliau lakukan di shalat Shubuh." Disertai dengan Hadits–hadits tentang menjahrkan bacaan.
Makmum tidak membaca selain Al-Fatihah dalam shalat Jahriyah. Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud (832, 824) An-NasaI (2 /141) dan selain keduanya, dari Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami berada di belakang Rasulullah Saw ketika shalat Shubuh, beliau berat membacanya. Taktala selesai, beliau bersabda, ‘Barangkali kalian membaca di belakang Imam kalian." Dia melanjutkan, “Kami berkata, ‘Ada apa, demi Allah?" Beliau menjawab, “Janganlah melakukannya, kecuali untuk Umm Al-Quran. Sesungguhnya tidak ada shalat bagi orang yang tidak membacanya."
Dalam riwayat lain, “Janganlah membaca bagian apapun dari Al-Quran; jikalau saya menjahrkannya, kecuali Umm Al-Quran."
(21) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (752) dan Muslim (392) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia shalat bersama orang–orang. Dia Takbir setiap kali turun dan naik. Taktala selesai, dia berkata, “Saya adalah orang yang paling mirip shalatnya di antara kalian dengan Rasulullah Saw."
Bersama orang–orang: Maksudnya, bersama para sahabatnya.
Turun dan naik: Maksudnya, Turun untuk ruku’ atau sujud, atau bangkit dari keduanya.
Selesai, yaitu selesai dari shalatnya.
(22) Lihatlah catatan kaki ke-1 halaman 58.
(23) Diriwayatkan oleh Muslim (772) dan selainnya, dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Suatu malam saya shalat bersama Rasulullah Saw… -di dalamnya disebutkan: Kemudian beliau ruku’ dan mengucapkan, ‘Subhana Rabbiyal ‘Azhimi… Kemudian sujud dan mengucapkan, ‘Subhana Rabbiyal ‘Ala."
(24) Diriwayatkan oleh Muslim (580) dari Ibn Umar radhiyallahu ‘anhuma –tentang sifat duduk Nabi Saw– berkata:
"Jikalau beliau duduk dalam shalat, maka beliau meletakkan telapak tangan kanannya di paha kanannya dan menggengam seluruh jari–jarinya, serta memberi Isyarat dengan jari setelah jempolnya. Kemudian meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya."
(25) Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (794) dari Hadits Abu Humaid As-Sa’idy radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya adalah orang yang paling hafal di antara kalian tentang shalat Rasulullah Saw… –di dalamnya disebutkan: Jikalau duduk di dua raka’at, maka beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Jikalau beliau duduk di raka’at terakhir, maka beliau mengedepankan kaki kirinya, menegakkan kaki yang lainnya dan duduk di atas pantatnya."
Mengedepan kaki kirinya, artinya di bawah kaki kanannya yang ditegakkan.
Diriwayatkan oleh Muslim (579) dari Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma, “Jikalau Rasulullah Saw duduk dalam shalat, maka beliau meletakkan kaki kirinya di antara pahanya dan betisnya, serta membentangkan kaki kanannya."
(26) Diriwayatkan oleh Muslim (582) dari Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya melihat Rasulullah Saw memberi salam ke arah kanannya dan ke arah kirinya, sehingga saya melihat putih pipinya."
Diriwayatkan oleh Abu Daud (996) dan selainnya, dari Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Saw memberi salam ke kanannya dan ke kirinya, sehingga terlihatlah putih pipinya: Assalamu ‘Alaikum Wa Rahmatullah, Assalamu ‘Alaikum Wa Rahmatullah." At Turmudzi mengatakan (295), “Hadits Ibn Mas’ud adalah Hadits Hasan Shahih."
Tidak ada komentar