Sikap Ihsan (Berbuat Baik) Menurut Islam
Seorang muslim tidak memandang “Ihsan” sekadar akhlak mulia yang menjadi etikanya, tetapi ia memandangnya sebagai bagian dari akidahnya, bagian terbesar dari keislamanannya. Sebab, pondasi agama Islam adalah tiga perkara; Iman, Islam, dan Ihsan, sebagaimana penjelasan Rasulullah Saw kepada Jibril alaihissalam dalam hadits yang Muttafaq alaihi, yaitu taktaka Jibril alaihissalam bertanya kepadanya tentang Iman, Islam, dan Ihsan. Setelah ia pergi, maka beliau bersabda, “Itu adalah Jibril, mendatangi kalian untuk mengajarkan agama kalian.” Beliau menamakan tiga hal tadi sebagai agama. Allah SWT memerintahkan “Ihsan” itu bukan di satu tempat saja dalam al-Quran al-Karim. Dia berfirman, “Berbuat baiklah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Surat al-Baqarah: 195) Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan Ihsan.” (Surat al-Nahl: 90) Dan firman-Nya, “serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia." (Surat al-Baqarah: 83) Dan firman-Nya, “Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu." (Surat al-Nisa: 36)
Dan sabda Rasulullah Saw, “Allah SWT menetapkan Ihsan dalam segala sesuatu. Jikalau kalian membunuh, maka membunuhlah dengan baik. Jikalau kalian menyembelih, maka menyembelihlah dengan baik. Hendaklah salah seorang di antara kalian menajamkan pisaunya dan membuat sembelihannya nyaman.”(1)
Ihsan dalam Bab Ibadah: Mengerjakan ibadah; apapun itu, baik shalat, atau puasa, atau haji, atau selainnya dengan cara yang benar, menyempurnakan segala syaratnya dan rukunnya, menjaga segala sunnahnya dan segala adabnya. Seorang hamba tidak akan mampu melakukannya, kecuali ketika sedang menjalankan ibadah dirinya dipenuhi perasaan yang kuat selalu diawasi oleh Allah SWT, sampai seakan-akan ia melihat-Nya dan meyaksikan-Nya, atau minimal ia merasa bahwa Allah SWT melihatnya dan menyaksikannya. Hanya dengan ini, ia bisa memperbagus ibadahnya dan meperbaikinya, sehingga bisa menjalankannya sesuai dengan bentuk yang diinginkan oleh Syariat dan bentuk yang sempurna. Inilah yang ditunjukkan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya, “Ihsan itu engkau menyembah Allah SWT seakan-akan engkau melihat-Nya. Jikalau engkau tidak melihat-Nya, maka Dia melihatmu.”(2)
Sedangkan Ihsan dalam Bab Muamalat: Kepada kedua orangtua, dengan berbakti kepada keduanya, yaitu dengan menaati keduanya. Kemudian juga berbuat baik kepada keduanya, tidak menyakiti keduanya, mendoakan dan memohonkan ampunan bagi keduanya, menunaikan janji keduanya, dan memuliakan sahabat keduanya.
Kepada para kerabat, dengan berbakti kepada mereka dan menyayangi mereka, menjaga hak-hak mereka, berlemah lembut dan santun kepada mereka, berbuat yang baik terhadap mereka, tidak menyakiti mereka, atau berlaku keji kepada mereka, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Kepada anak-anak Yatim, dengan menjaga harta-harta mereka, memelihara hak-hak mereka, mendidik mereka dan tidak menyakiti mereka, tidak memaksa mereka, mengusap wajah mereka, dan membelai kepala mereka.
Kepada orang-orang yang miskin, dengan menghilangkan rasa lapar mereka, menutup aurat mereka, mendorong yang lainnya untuk memberi mereka makan dan tidak merendahkan kehormatan mereka, sehingga mereka tidak meresa dihinakan dan tidak pula disepelekan. Mereka tidak merasa diperlakukan buruk atau disakiti.
Kepada Ibn Sabil, dengan memenuhi kebutuhannya, menutupi kekurangannya, menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, dengan menunjukinya jikalau meminta petunjuk, dan memberikan arahan jikalau tersesat.
Kepada Pelayan, dengan memberikan upahnya sebelum kering keringatnya, tidak mewajibkannya atau membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya, menjaga kehormatannya, menghargai pribadinya. Jikalau ia adalah pembantu rumah tangga, maka dengan memberinya makan dengan makanan yang diberikannya kepada keluarganya sendiri, memberinya pakaian dari jenis yang mereka pakai. Dan kepada Seluruh Manusia, dengan berkata lemah lembut kepada mereka, berbasa-basi dalam bermuamalah dan berbicara dengan mereka, setelah memerintahkan mereka melakukan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran, dengan menunjuki orang yang tersesat di antara mereka, mengajarkan orang yang jahil di antara mereka dan bersikap adil terhadap mereka, mengakui hak-hak mereka, tidak menyakiti mereka, tidak melakukan sesuatu yang akan membahayakan mereka atau melakukan sesuatu yang akan menyakiti mereka.
Kepada Hewan, dengan memberikannya makanan jikalau kelaparan, mengobatinya jikalau sakit, tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dan tidak kuasa dipikulnya, dengan sikap lemah lembut terhadapnya jikalau bekerja, atau memberikannya kesempatan beristirahat jikalau lelah.
Jikalau bekerja dengan Badan (Tenaga), maka haruslah dikerjakan dengan professional, memproduksi dengan sebaik mungkin, tidak menipu dalam bekerja, berdasarkan sabda Rasulullah Saw dalam al-Shahih, “Siapa yang menipu kami, maka bukanlah dari kami.”(3)
Di antara Bentuk Ihsan
1. Dalam Perang Uhud, Kaum Musyrikin membunuh paman Nabi Muhammad Saw dan memutilasinya, membuat gerahamnya patah dan melukai wajahnya, sehingga salah seorang sahabatnya memintanya untuk mendoakan kehancuran kaum Musyrikin dan orang-orang yang zalim, namun beliau menjawab, “Ya Allah, ampunilah kaumku, sebab mereka tidak tahu.”
2. Suatu hari, Umar bin Abdul Aziz berkata kepada budak perempuannya, “Kipasilah saya sampai saya tertidur.” Kemudian ia mengipasinya sampai tertidur, dan ia sendiri juga tertidur. Ketika Umar bin Abdul Aziz terbangun, maka ia mengambil kipas itu dan mengipasi budak perempuannya. Ketika budak itu bangun dan melihat Umar mengipasinya, maka ia berteriak. Umar bin Abdul Aziz berkata, “Engkau hanyalah seorang manusia seperti diriku, merasakan panas sebagaimana saya merasakannya. Maka, saya ingin mengipasimu sebagaimana engkau mengipasiku.”
3. Salah seorang Salaf marah sekali kepada seorang budak dan ingin memukulnya. Kemudian, budak itu berkata, “Dan orang-orang yang menahan kemaran.” Ia menjawab, “Saya sudah menahan marahku.” Ia berkata lagi, “Dan orang-orang yang memaafkan orang lain.” Ia menjawab, “Saya sudah memaafkanmu.” Budak itu berkata lagi, “Dan Allah SWT mencintai orang-orang yang berbuat baik.” Ia menjawab, “Pergilah, engkau merdeka karena Allah SWT.”
Catatan Kaki:
(1) Diriwayatkan oleh Muslim (57) dalam Kitab al-Zabaih
(2) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (6/144)
(3) Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab al-Iman (164) dan Musnad Ahmad (3/498)
Tidak ada komentar