Sikap Riya; Sikap Terlarang Menurut Islam
Seorang muslim tidak bersikap riya. Sebab, riya adalah kemunafikan dan kesyirikan. Seorang muslim merupakan seorang mukmin yang bertauhid. Sehingga, sifat riya dan munafik itu bertentangan dengan keimanannya dan ketauhidannya. Bagaimana pun, seorang muslim bukanlah seorang munafik dan bukan pula seorang yang suka berbuat riya. Seorang muslim berkewajiban membenci akhlak tercela yang satu ini dan menjauhinya, berdasarkan pengetahuannya bahwa Allah SWT dan Rasul-Nya membencinya dan memurkainya. Sebab, Dia berfirman dalam Kitab-Nya mengancam orang-orang yang berbuat riya dengan azab dan hukuman, “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna." (Surat al-Maun: 4-7) Dan firman-Nya yang diriwayatkan oleh Rasulullah Saw, “Siapa yang mengerjakan suatu amalan dengan mempersekutukannya dengan selain-Ku, maka semuanya untuknya (selain Allah) dan Aku berlepas diri darinya. Dan Aku paling tidak membutuhkan persekutuan.”(1) Dan sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang berbuat riya, maka Allah SWT akan memperlihatkannya. Dan siapa yang ingin didengarkan, maka Allah SWT akan memperdengarkannya.”(2) Dan sabdanya, “Hal yang paling saya khawatirkan terhadap kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah Saw?” Beliau menjawab, “Riya. Allah SWT berfirman pada Hari Kiamat ketika Dia membalas amalan para hamba-Nya, ‘Pergilah menuju orang-orang yang dahulu kalian berbuat riya karena mereka ketika di dunia. Lihatlah, apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka!”(3)
Hakikat riya adalah, keinginan para hamba Allah SWT dalam ketaatan yang mereka lakukan, untuk mendapatkan ketenaran di mata khalayak dan kedudukan di antara mereka.
Riya Memiliki Tanda-Tanda
I. Seorang hamba bertambah taat jikalau dipuji dan disanjung, kemudian berkurang ketaatannya atau ditinggalkannya jikalau dicela atau direndahkan.
II. Rajin beribadah jikalau bersama khalayak ramai, dan bermalas-malasan jikalau sendirian.
III. Rajin bersedekah. Dan jikalau tidak dilihat khalayak, maka ia tidak bersedekah.
IV. Mengucapkan kebenaran dan kebaikan, atau mengerjakan berbagai ketaatan dan kebaikan, namun ia tidak melakukannya karena Allah SWT tetapi karena ingin pujian manusia, atau ia sama sekali tidak menginginkan-Nya dalam ibadah itu, semata-mata mengerjakannya karena manusia.
Catatan Kaki:
(1) Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (2/301), dan lafadz Muslim adalah, “Aku adalah sekutu paling kaya dari persekutuan. Siapa yang mengerjakan suatu amalan yang mempersekutukan selaian-Ku bersama-Ku, maka Aku meninggalkannya dan persekutuannya.”
(2) Diriwayatkan oleh Muslim (47) dalam Kitab al-Zuhd
(3) Diriwayatka oleh al-Imam Ahmad (5/228, 229), kemudian disebutkan juga oleh al-Iraqy dalam al-Mughny ‘a Haml al-Asfar (3/286)
Tidak ada komentar