Tatacara Haji dan Umrah

Tatacara Haji dan Umrah sebagai berikut: 

Orang yang ingin melakukan Ihram dengan salah satu ibadah tadi menggunting kukunya, mencukur kumisnya, mencukur bulu kemaluannya, memcabut bulu ketiaknya, kemudian mandi, setelahnya memakai Idzar dan Rida’ berwarna putih bersih, serta memakai dua sandal. Jikalau ia sudah sampai di Miqat, maka ia mengerjakan shalat wajib atau shalat sunnah, kemudian meniatkan ibadahnya seraya mengucapkan: 

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ حَجّا

Ini jikalau ia ingin al-Ifrad. Jikalau ingin al-Tamattu’,  maka mengucapkan: 

عُمْرَةً

Dan jikalau ingin al-Qiran, maka mengucapkan: 

حَجًّا وَعُمْرَةً

Kemudian bersyarat kepada Rabbnya dengan mengucapkan: 

إِنَّ مَحَلِّي مِنَ الْأَرْضِ حَيْثُ تَحْبِسُنِي

“Tempatku di bumi, di tempat yang menahanku.”(1)

Jikalau ada penghalang yang menghalanginya untuk melanjutkan haji atau umrah, seperti sakit dan sejenisnya, maka ia bertahallul dari Ihramnya dan tidak ada denda apapun baginya. Kemudian setelah itu bisa melanjutkan Talbiyahnya dengan meninggikan suaranya semampunya tanpa perlu dipaksakan. Kecuali perempuan, maka ia tidak menjaharkannya. Dan tidak masalah meninggikannya sekadar terdengar oleh teman perempuannya. 

Disunnahkan untuk berdoa dan bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw setelah selesai ber-Talbiyah, sebagaimana disunnahkan untuk memperbarui al-Talbiyah setiap kali kondisinya terbarukan, baik naik, atau turun, atau shalat, atau bertemu para sahabat. Selayaknya ia menjaga lisannya dari selain zikir mengingat Allah SWT, kemudian menjaga pandangannya dari segala hal yang diharamkan-Nya. Sebagaimana hendaknya ia memperbanyak kebaikan dan Ihsan dalam perjalanan yang ditempuhnya seraya berharap agar Hajinya menjadi Mabrur. Maka, hendaklah ia berbuat baik kepada orang-orang yang membutuhkan, hendaklah ia tersenyum kepada para sahabatnya, berbicara lembut kepada mereka, mengucapkan salam, dan berbagi makanan. Jikalau ia sudah sampai Makkah, disunnahkan baginya mandi untuk memasukinya. Jikalau ia memasukinya, maka ia memasukinya dari bagian paling atasnya. Jikalau ia sudah sampai di al-Masjid al-Haram, maka ia memasukinya dari pintu Bani Syaibah; pintu Bab al-Salam, kemudian mengucapkan: 

بِسْمِ اللَّه وَبِاللَّهِ وَ إِلَى اللَّهِ, اللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ فَضْلِكَ

“Dengan nama Allah, dengan Allah SWT, dan kepada Allah. Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu rahmat-Mu.”

Jikalau ia melihat Baitullah, maka ia mengangkat kedua tangannya dan berucap: 

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلَامِ. اللَّهُمَّ زِدْ هَذَا الْبَيْتَ تَشْرِيْفًا وَتَعْظِيْمًا وَتَكْرِيْمًا وَمَهَابَةً وَبِرًّا¸ وَزِدْ مَنْ شَرَّفَهُ وَكَرَّمَهُ مِمَّنْ حَجَّهُ أَوْ اعْتَمَرَهُ تَشْرِيْفًا وَتَعْظِيْمًا وَتَكْرِيْمًا وَمَهَابَةً وَبِرًّا. الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ كَثِيْرًا كَمَا هُوَ أَهْلُهُ وَكَمَا يَنْبَغِيْ لِكَرَمِ وَجْهِهِ وَعِزِّ جَلَالِهِ, وَ الْحَمْدُ للهِ الَّذِي بَلَّغَنِي بَيْتَهُ وَرَآنِي لِذَلِكَ أَهْلًا, وَ الْحَمْدُ للهِ الَّذِي عَلَى كُلِّ حَالٍ. اللَّهُمَّ إِنَّكَ دَعَوْت إلَى حَجَّ بَيْتِكَ الْحَرَامِ وَقَدْ جِئْتُكَ لِذَلِكَ, اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّي واعفُوْا عَنِّي, وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلِّهَا, لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

“Ya Allah, bagi-Mu keselamatan, dari-Mu keselamatan, maka hidupkanlah kami wahai Rabb kami dengan keselamatan. Ya Allah, tambahkanlah Baitullah ini kemuliaan, keagungan, kebesaran, wibawan, dan kebaikan. Dan tambahkanlah bagi orang yang memuliakannya dan mengagungkannya dari kalangan orang yang menghajikannya atau mengumrahnya, kemuliaan, keagungan, kebesaran, wibawan, dan kebaikan. Segala bagi Allah, rabb sekalian alam, dengan pujian yang banyak, sebagaimana layak didapatkan-Nya, sebagailama layak bagi kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kebesaran-Nya. Dan segala puji bagi Allah SWT yang  menyampaikanku di rumah-Nya dan melihatku layak mendapatkannya. Dan segala puji bagi Allah SWT dalam segala kondisi. Ya Allah, Engkau menyeru untuk berhaji ke Bait-Mu yang mulia, dan saya mendatangi-Mu karena itu. Ya Allah, terimalah dariku dan ampunilah diriku,perbaikilah segala urusanku, tidak ada Tuhan melainkan diri-Mu.”

Kemudian maju menuju tempat Tawaf dalam kondisi suci dan ber-Idthiba’, setelahnya mendatangi al-Hajar al-Aswad, kemudian menciumnya atau ber-Istilam kepadanya, atau memberi isyarat kepadanya jikalau tidak mungkin menciumnya atau meng-Istislamkannya. Kemudian ia menghadap al-Hajar al-Aswad, berdiri lurus berniat Tawaf seraya mengucapkan:

بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُمَّ إِيْمَانًا بِكَ وَتَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ واتِّبَاعًا لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ

“Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, ini merupakan bentuk keimanan kepada-Mu, membenarkan kitab-Mu, mengikuti sunnah Nabi-Mu Muhammad Saw.”

Kemudian ia mulai melakukan Tawaf dengan menempatkan Baitullah di bagian kirinya dengan cara al-Raml, yaitu dalam Tawaf al-Qudum, dengan berdoa atau berzikir atau bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw, sampai sejajar dengan al-Rukn al-Yamani, kemudian ia meng-Istislaminya dengan tangannya, kemudian menutup hitungan (setiap perputaran) dengan doa:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وفِي الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار

 “Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta jagalah kami dari Neraka.”

Kemudian ia bertawaf untuk hitungan kedua dan ketiga dengan cara yang sama. Ketika mulai masuk hitungan Tawaf keempat, maka ia tidak usah melakukan al-Raml lagi dan berjalan dengan tenang sampai menyempurnakan empat kali Tawaf yang tersisa. Jikalau sudah selesai, maka ia mendatangi al-Multazam, kemudian berdoa dengan menangis dan khusyu’, kemudian setelahnya mendatangi Maqam Ibrahim dan mengerjakan shalat di belakangnya sebanyak dua rakaat; membaca di kedua rakaat tersebut dengan surat al-Fatihah dan surat Al-Kafirun, serta surat al-Fatihah dan surat al-Shamad. Setelah selesai, ia mendatangi Zamzam dan meminumnya dengan menghadap ke arah Baitullah sampai puas, serta berdoa dengan apapun yang diinginkannya. Jikalau ia berdoa dengan yang berikut ini: 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْألُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ

“Ya Allah, saya memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang luas, dan kesembuhan dari segala penyakit.”

Maka berdoa dengan doa ini, lebih baik. Kemudian ia mendatangi al-Hajar al-Aswad, menciumnya atau ber-Istilam kepadanya, kemudian menuju tempat Sai seraya membaca firman Allah SWT, “Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syiar agama Allah… maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.” (Surat al-Baqarah: 158) Ketika sampai di al-Shafa, ia menaikinya, kemudian menghadap kiblat dan mengucapkan “Allahu Akbar” sebanyak tiga kali dan membaca: 

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ, صَدَقَ وَعْدَهُ, وَنَصَرَ عَبْدَهُ, وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ

“Tidak ada Tuhan melainkan Allah saja, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kuasa dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia mampu melakukan segala sesuatu. Tidak ada Tuhan melainkan Allah SWT semata, yang benar janji-Nya, yang menolong hamba-Nya, dan menghancurkan semua kelompok sendirian saja.”

Setelahnya ia bisa berdoa dengan doa apapun yang diinginkannya untuk kebaikan di dunia dan di akhirat. Kemudian turun menuju al-Marwa, berjalan di tempat Sai dengan berzikir dan berdoa sampai ke perut lembah yang sekarang disebut dengan al-‘Amud al-Akhdhar (tiang hijau), kemudian ia ber-Takhbib sampai ke al-Amud al-Akhdhar yang kedua, kemudian kembali berjalan dengan tenang sambil berzikir, berdoa, dan bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw, sampai ke al-Marwah. Kemudian ia menaikinya, bertakbir, bertahlil, dan berdoa sebagaimana dilakukannya di al-Shafa. Setelah itu turun lagi berjalan menuju perut lembah dengan ber-Takhbib dan ber-Raml. Ketika keluar, ia berjalan sampai ke al-Shafa, kemudian naiknya, setelahnya bertakbir, bertahlil, dan berdoa. Kemudian turun lagi menuju al-Marwah, dan melakukan apa yang sebelumnya dilakukan, sampai ia menyempurnakan tujuh kali bolak-balik dengan delapan berdiri; empat di al-Shafa dan empat di al-Marwah. Kemudian jikalau ia adalah orang yang sedang Umrah, maka ia memotong rambutnya, menghalalkan Ihramnya, dan telah sempurna umrahnya. Hal yang sama berlaku bagi yang ber-Tamattu’ dengan Umrah ke Haji. Umrahnya sudah selesai dengan selesainya dari Sai dan memotong rambutnya. Jikalau ia Mufrid atau Qarin, dan sudah membayar al-Hadya, maka ia wajib tetap berada dalam Ihramnya sampai Wuquf di Arafah dan melempar Jumrah al-Aqabah di hari al-Nahr. Ketika itu, ia ber-Tahallul. Jikalau tidak, ia bisa men-Faskh (membatalkan)(2) hajinya menjadi Umrah dan ber-Tahallul. 

Ketika hari al-Tarwiyah, yaitu hari kedelapan bulan Dzulhijjah, ia ber-Ihram dengan niat Haji sesuai dengan cara Ihramnya untuk Umrah; jikalau ia adalah al-Mutamatti’. Sedangkan untuk al-Mufrid dan al-Qarin, maka keduanya tetap dalam Ihramnya yang pertama. Ia berangkat ke Mina dengan ber-Talbiyah pada waktu Dhuha untuk berada di sana sehari semalam, sehingga bisa mengerjakan shalat lima waktu disana. Ketika Matahari sudah terbit di hari Arafah, maka ia berangkat dari Mina dengan  ber-Talbiyah menuju Namirah melalui jalan Dhabb, dan berada disana sampai tergelincirnya Matahari, kemudian mandi dan mendatangi Masjid tempat shalatnya Rasulullah Saw, setelahnya shalat bersama Imam untuk shalat Zuhur dan shalat Ashar dengan Qashar dan Jama’ Taqdim. Jikalau shalat sudah dikerjakan, maa ia pergi ke Arafah untuk Wuquf. Ia bisa ber-Wuquf di bagian mana pun, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Saya berdiri disini, dan Arafah semuanya tempat Wuquf.”(3) Jikalau ia ber-Wuquf di batu besar di bagian paling bawah Jabal al-Rahmah, yang merupakan tempat Wuqufnya Rasulullah Saw, maka itu lebih baik. Ia bisa ber-Wuquf dengan berkenderaan, atau berjalan, atau duduk seraya berzikir mengingat Allah SWT dan berdoa kepada-Nya. Jikalau Matahari sudah terbenam dan masuk sedikit malam, maka ia bergerak dengan tenang seraya ber-Talbiyah menuju al-Muzdalifah melalui jalan al-Makzimain, kemudian singgah di tempat tersebut. Sebelum meletakkan barangnya, ia mengerjakan shalat Maghrib. Setelahnya, ia meletakkan barangnya, mengerjakan shalat Isya, dan bermalam di tempat tersebut. Ketika Matahari terbit, maka ia mengerjakan Shalat Subuh dan menuju al-Masy’ar al-Haram untuk Wuquf disana seraya ber-Tahlil, ber-Takbir, dan berdoa. Ia bisa ber-Wuquf di bagian mana pun dari al-Muzdalifah, berdasarkan sabda Rasulullha Saw, “Saya Wuquf disini, semuanya adalah tempat Wuquf.”(4) Ketika pagi sudah terang dan sebelumnya terbitnya Matahari, ia mengambil tujuh biji kerikil untuk melempar Jumrah al-Aqabah dan berangkat menuju Mina dengan ber-Talbiyah. Jikalau ia sudah sampai di Muhassir, maka ia menggerakkan hewan tunggangannya dan mempercepat jalannya layaknya lemparan batu. Ketika sampai di Mina, ia pergi sendiri menuju Jumrah al-Aqabah, kemudian melemparnya dengan tujuh buah kerikil, dengan mengangkat tangan kanannya ketika melempar seraya mengucapkan “Allahu Akbar”. Jikalau ia menambahkan dengan membaca: 

اللَّهُمَّ اجْعَلْه حَجَّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَشْكُوْرًا وَّذَنْبًا مَغْفُوْرًا

“Ya Allah, jadikanlah ia haji yang mabrur, sai yang disyukuri, dan dosa yang diampuni.”

Maka, itu lebih baik. Kemudian jikalau ia sudah membawa al-Hadyu (hewan sembelihan) yang akan disembelihnya, maka ia bisa menyembelihnya sendiri atau mewakilkan orang lain yang akan menyembelihkannya jikalau ia tidak mampu melakukannya. Ia bisa menyembelihnya di tempat mana pun yang diinginkannya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Saya menyembelih disini, dan Mina semuanya adalah tempat menyembelih.”(5) Kemudian ia memotong rambutnya atau mencukurnya. Jikalau ia mencukurnya, itu lebih baik. Sampai disini, ia sudah ber-Tahallul dengan al-Tahallul al-Ashghar (Tahallul paling kecil). Tidak ada lagi yang diharamkan darinya kecuali menggauli istri-istrinya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Jikalau salah seorang di antara kalian sudah melempar Jumrah al-Aqabah dan mencukur rambutnya, maka segala sesuatu sudah halal baginya kecuali para wanita.”(6) Ia bisa menutup kepalanya, dan memakai pakaiannya. Kemudian ia berjalan menuju Makkah jikalau itu memungkin untuk melakukan Tawaf al-Ifadhah yang merupakan salah satu dari empat rukun haji. Setelah sampai, ia memasuki Masjid dalam kondisi suci, kemudian Tawaf dengan cara yang sama dengan Tawaf al-Qudum. Hanya saja, ia tidak ber-Idhtiba’ (membuka bahunya) dan tidak melakukan al-Raml. Maksudnya, tidak mempercepat langkah di tiga putaran pertama. Jikalau ia sudah menyelesaikan tujuh kali putaran, maka ia mengerjakan shalat sebanyak dua rakaat di belakang Maqam. Jikalau ia Mufrid atau Qarin, kemudian sudah Sai dan sudah melakukan Tawaf al-Qudum, maka Sai nya yang pertama sudah cukup. Jikalau ia al-Mutamatti’, maka ia menuju tempat Sa’i, kemudian bersai antara al-Shafa dan al-Marwah sebanyak tujuh kali, sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya. Jikalau ia sudah selesai mengerjakan Sa’inya, maka ia sudah bisa ber-Tahallul dengan Tahallul yang sempurna. Tidak ada satu pun lagi yang diharamkan baginya. Sebab, sudah halal semua yang dilarang baginya dikarenakan al-Ihram. Kemudian di siang itu juga, ia menuju Mina dan bermalam disana. Jikalau matahari tergelincir di hari pertama Hari Tasyriq, ia berangkat untuk melempar Jumrah, kemudian melempar Jumrah yang pertama di dekat Masjid al-Khaif dengan tujuh kerikil, satu per satu, dengan bertakbir di setiap lembaran kerikilnya. Ketika selesai melempar, maka ia menjauh sedikit, kemudian menghadap kiblat dan berdoa dengan apa yang diharapkan pengabulannya dari Allah SWT. Setelah itu berjalan menuju Jumrah al-Wustha dan melemparnya dengan cara yang sama dengan Jumrah yang pertama. Kemudian menjauh sedikit, menghadap kiblat dan berdoa. Kemudian berjalan menuju Jumrah al-Aqabah yang terakhir, setelah itu melemparnya dengan tujuh kerikil dengan bertakbir untuk setiap kerikil yang dilemparkannya. Tidak usah berdoa setelahnya. Sebab, Rasululah Saw tidak berdoa ketika itu. Setelahnya ia pulang. Jikalau Matahari tergelincir di hari kedua, maka ia berangkat dan melempar al-Jamarat(7) yang tiga sesuai dengan cara yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kemudian jikalau ia tergesa-gesa, maka ia bisa singgah di Makkah di siang harinya sebelum terbenamnya Matahari. Jikalau tidak tergesa-gesa, maka ia bisa bermalam di Mina. Jikalau Matahari sudah tergelincir di hari ketiga, maka ia melempar al-Jamarat sebagaimana cara yang sudah dijelaskan di bagian sebelumnya. Setelahnya, ia melakukan perjalanan ke Makkah. Jikalau ia sudah berazzam untuk bersafar kembali kepada keluarganya, maka ia bisa melakukan Tawaf al-Wada’ sebanyak tujuh kali, kemudian shalat setelahnya sebanyak dua rakaat di belakang Maqam, kemudian kembali kepada keluarganya seraya mengucapkan: 

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, آيِبُوْن   تَائِبُوْنَ, عَابِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ, لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ, صَدَقَ وَعْدَهُ, وَنَصَرَ عَبْدَهُ, وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ

“Tidak ada Tuhan melainkan Allah saja, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kuasa dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia mampu melakukan segala sesuatu. Orang-orang yang kembali lagi bertaubat, menyembahkan kepada Rabb kami dan memuji, Tidak ada Tuhan melainkan Allah SWT semata, yang benar janji-Nya, yang menolong hamba-Nya, dan menghancurkan semua kelompok sendirian saja.”


Catatan Kaki: 

(1)   Diriwayatkan oleh Ibn Majah (3111), berdasarkan hadits Muslim, dari Ibn Abbas bahwa Nabi Muhammad Saw berkata kepada al-Bidhaah bint al-Zubair, “Berhajilah dan bersyaratlah bahwa tempatku di tempat tertahanku.” Sebab ia dalam kondisi sakit, kemudian ia bertanya kepada Nabi Muhammad Saw, dan beliau menunjukinya bersyarat yang disebutkan di atas. 

(2)   Sebagaimana dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Saw ketika Haji al-Wada’. Ketika itu ada yang ber-Tahallul di antara mereka dengan izin Rasulullah Saw bagi setiap orang yang belum membawa al-Hadya

(3) Diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Hajj (149)

(4) Diriwayatkan oleh Muslim (20) dalam Kitab al-Hajj

(5) Diriwayatkan oleh Muslim (893), dan Abu Daud dalam al-Manasik (57)

(6) Diriwayatkan oleh Abu Daud (1987). Dalam sanadnya ada yang dhaif, namun Jumhur sahabat dan Para Imam mengamalkannya. 

(7)   Diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Kami mengerjakan haji bersama Rasulullah Saw. Bersama kami ada para wanita dan anak-anak. Kami ber-Talbiyah untuk anak-anak, dan kami melempar untuk mereka.” Ini merupakan dalil al-Niyabah (wakil) dalam melempar untuk yang masih anak-anak. Hukum yang sama mencakup bagi orang-orang yang sakit dan orang-orang yang tidak mampu melakukannya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.