Hudud Pemberontakan (al-Baghy) Menurut Mazhab Syafii
Hudud Pemberontakan (al-Baghy) Menurut Mazhab Syafii
(Hudud Pemberontakan (al-Baghy) Menurut Mazhab Syafii, berdasarkan Kitab Matan Abi Syuja’)
( Pasal ) Ahli Baghy(1) diperangi dengan tiga syarat : Mereka memiliki pertahanan,(2) mereka keluar dari genggaman Imam,(3) mereka memiliki takwil yang memungkinkan,(4) mereka yang ditawan tidak boleh dibunuh, harta mereka bukanlah Ghanimah, tidak dibunuh orang yang terluka di antara mereka.(5)
(Syarh Syeikh DR. Musthafa Dibb al-Bugha)
(1) Mereka adalah kaum muslimin yang membangkang dari menta’ati Imam yang hak, yaitu yang dipilih oleh sebahagian besar kaum muslimin. Mereka enggan menunaikan apa yang diwajibkan kepada mereka dan memerangi kaum muslimin lainnya. Ini dilakukan berdasarkan takwil hukum yang mereka selisihi. Mereka meng-klaim, bahwa kebenaran ada bersama mereka, dan kekuasaan adalah milik mereka. Memerangi mereka wajib bagi Ahli Adl bersama dengan Imam mereka ; jikalau syarat – syarat yang disebutkan terpenuhi. Dasar pen-Syari’atan memerangi mereka :
Firman Allah Swt, “ Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang, hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang - orang yang berlaku adil “. [ Al Hujarat : 9 ]
Berperang : Maksudnya, enggan berdamai dan membangkang.
Perintah Allah : Maksudnya, hukum Allah Swt.
Bentuk Istidlalnya : Wajib memerangi kelompok yang membangkang dengan perintah Imam ; jikalau pembangkangan itu berasal dari satu kelompok kepada kelompok lainnya. Jikalau pembangkangan itu dilakukan kepada Imam, maka wajib berperang bersamanya. Ini lebih utama.
Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim ( 1852 ) dan selainnya, dari ‘Arfajah Radhiyallahu ‘Anhu berkata : Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda, “ Barangsiapa yang menyerang kalian ; padahal perkara kalian telah diserahkan kepada seorang laki – laki, dia ingin membelah tongkat kalian atau memecah jama’ah kalian, maka bunuhlah dirinya “. Dalam riwayat lain, “ Barangsiapa yang ingin memecah belah urusan umat ini ; padahal mereka satu, maka puncunglah mereka dengan pedang ; bagaimana-pun keadaannya “.
Membelah tongkat kalian : Maksudnya, ini adalah kinayah dari menginginkan perbedaan dan memecah belah, sehingga umat terpisah – pisah, sebagaimana tongkat yang terbelah.
(2) Maksudnya, kekuatan yang memungkin mereka menghadapi Imam dan Ahli ‘Adl. Mereka memiliki pasukan yang mampu menyerang, atau benteng tempat berlindung, atau mereka mampu menguasai negeri kaum muslimin. Karena memerangi mereka bertujuan untuk menghantam kejahatan mereka. Jikalau mereka tidak memiliki kekuatan dengan artian seperti ini, maka kejahatan mereka tidak perlu ditakuti…
(3) Maksudnya, kekuasaannya. Mereka memisahkan diri di suatu negeri atau desa, serta memiliki pemimpin yang dita’ati.
(4) Syubhat – syubhat yang memungkinkan, baik dari Kitab maupun Sunnah. Berdasarkan itulah mereka membolehkan pembangkangan terhadap Imam yang hak, atau enggan menjalankan kebenaran yang ditujukan kepada mereka. Barangsiapa yang berperang tanpa disertai takwil, maka dia adalah orang yang keras kepala, bukan Baghi’ ( pembangkang / pemberontak ). Seperti Takwil orang – orang yang membangkang kepada ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu : Bahwa dia mengetahui para pembunuh Utsman Radhiyallahu ‘Anhu, akan tetapi tidak men-Qishash mereka. Ini adalah kufur, karena dia melalaikan hukum yang diturunkan oleh Allah Swt. Padahal Allah Swt berfirman, “ Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah orang – orang kafir “. [ Al Maidah : 44 ].
Seperti Takwil orang – orang yang enggan membayar zakat kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu : Mereka tidak akan membayar zakat, kecuali kepada orang yang do’anya menjadi rahmat bagi mereka, yaitu Rasulullah Saw. Karena Allah Swt berfirman, “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ( menjadi ) ketenteraman jiwa bagi mereka “. [ At Taubah : 103 ]
Zakat : Maksudnya, zakat dan selainnya.
Membersihkan mereka : Maksudnya, menyucikan mereka dari bekas – bekas dosa.
Menyucikan mereka : Maksudnya, menambah harta mereka dengan berkah dan pertumbuhan. Kata – kata “ suci “ kadang – kadang digunakan untuk sesuatu yang melebihi “ bersih “.
Ketentraman jiwa bagi mereka : Maksudnya, rahmat yang akan menentramkan jiwa mereka dan menenangkan hati mereka.
Jikalau salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka mereka bukanlah para pembangkang dan tidak wajib memerangi mereka. Mereka hanya dihukum karena perbuatan – perbuatannya dan akibat yang ditimbulkannya. Mereka tidak digauli dengan pergaulan yang dilakukan dengan para pembangkang / pemberontak.
Tentang kebolehan memerangi mereka juga disyaratkan : Imam yang hak mengirim seorang laki – laki yang amanah lagi pintar kepada mereka. Menasehati mereka dan mengajak mereka untuk ta’at dan membongkar syubhat – syubhat mereka ; jikalau mereka menampakkan syubhat. Menanyakan mereka tentang apa yang dibenci dari Imam yang adil. Memperingatkan mereka akibat pembangkangan ini. Kemudian mengancam mereka dengan peperangan ; jikalau mereka tetap seperti ini.
Dasarnya : Allah Swt memerintahkan perdamaian sebelum berperang, yaitu firman-Nya, “ hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi “.
Inilah yang dilakukan oleh ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu ; ketika mengutus Ibn ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma kepada Khawarij. Kemudian dia berdialog dengan mereka, sehingga empat ribu orang bertaubat ; sedangkan yang lainnya tetap dengan pendirian mereka. Akhirnya, ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu memerangi mereka. [ Musnad Ahmad : 1 / 87 ].
(5) Perbedaan antara memerangi para pembangkang dengan orang – orang kafir : Jikalau di antara mereka ada yang ditawan, maka tidak dibunuh ; sebagaimana mereka juga tidak dijadikan budak. Akan tetapi mereka dipenjarakan sampai habis pembangkangannya. Setelah itu dibebaskan. Jikalau harta mereka diambil, maka tidak dibagi ; sebagaimana Ghanimah dibagi – bagi. Akan tetapi dijaga sampai habis pembangkangannya. Setelah itu dikembalikan. Jikalau ada di antara mereka yang terluka, maka tidak dibunuh. Jikalau salah seorang di antara mereka lari dari medan perang, maka tidak dikejar.
Dasarnya adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Al Baihaqy ( 8 / 182 ) dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma berkata : Rasulullah Saw bersabda kepada Abdulllah bin Mas’ud, “ Wahai Ibn Mas’ud, apakah engkau mengetahui hukum Allah terhadap orang yang membangkang dari umat ini ? “. Ibn Mas’ud berkata, “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau berkata, “ Hukum Allah terhadap mereka : Tidak boleh dikejar orang yang lari di antara mereka, tidak dibunuh orang yang ditawan di antara mereka, dan tidak dibunuh orang yang terluka di antara mereka “. Dalam riwayat lain, “ Tidak dibagi Fa’I mereka “. Maksudnya, Ghanimah yang diperoleh dari mereka.
Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dengan Isnad Hasan, bahwa ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu memerintahkan penyerunya pada waktu perang Jamal. Maka laki – laki itu menyeru, “ Orang yang lari tidak dikejar, orang yang terluka tidak dibunuh, dan tawanan tidak dibunuh. Barangsiapa yang menutup pintunya, maka dia aman. Barangsiapa yang melemparkan senjatanya, maka dia aman “. [ Mughny Al Muhtaj : 4 / 127 ].
Dalam riwayat lain diceritakan, bahwa dia membuat apa yang didapatkannya dari pasukan penduduk Nahrawan di sebuah lapangan. Barangsiapa yang mengenal sesuatu, maka dia mengambilnya, sehingga barang yang terakhir tersisa adalah kadar besi milik seorang laki – laki. Kemudian dia mengambilnya.
Nahrawan : Maksudnya, negeri yang terletak di dekat Baghdad.
Lapangan : Maksudnya, lapangan luas yang berada di antara rumah – rumah penduduk.
Tidak ada komentar