Hudud Pencurian Menurut Mazhab Syafii
Hudud Pencurian Menurut Mazhab Syafii
(Hudud Pencurian Menurut Mazhab Syafii, berdasarkan Kitab Matan Abi Syuja’)
( Pasal ) Tangan pencuri dipotong dengan tiga syarat(1) : Baligh, berakal, mencuri dengan Nishab yang ditentukan ; harganya seperempat Dinar,(2) dengan penjagaan standar,(3) tidak ada hak kepemilikannya dalam barang itu,(4) tidak ada syubhat dalam barang yang dicuri.(5)
Tangan kanannya di potong dari pergelangan.(6) Jikalau mencuri kedua kalinya, maka dipotong kaki kirinya.(7) Jikalau mencuri ketiga kalinya, maka dipotong tangan kirinya.(8) Jikalau mencuri keempat kalinya, maka dipotong kaki kanannya.(9) Jikalau masih mencuri lagi setelah itu, maka di-Ta’zir.(10) Pendapat lain : Dibunuh.(11)
(Syarh Syeikh DR. Musthafa Dibb al-Bugha)
(1) Dasarnya adalah firman Allah Swt, “ Laki - laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya ( sebagai ) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “. [ Al Maidah : 38 ]
Laki – laki yang mencuri : Maksudnya, orang yang mengambil harta orang lain dengan sembunyi – sembunyi dari penjagaan standarnya dengan cara yang zhalim. Makna penjagaan akan dijelaskan sebentar lagi.
Pembalasan : Maksudnya, hukuman yang akan menghalangi orang lain melakukan kriminalitas seperti ini, sehingga menjadi pelajaran bagi orang yang ingin mendapatkan pelajaran.
(2) Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari ( 6407 ) dan Muslim ( 1684 ), lafazd ini adalah riwayatnya, dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, dari Rasulullah Saw bersabda, “ Tangan pencuri tidak boleh dipotong, kecuali seperempat Dinar dan selebihnya “. Satu Dinar, lebih kurang sepadan dengan setengah Lira emas Inggris sekarang ini.
(3) Penjagaan : Maksudnya, tempat yang digunakan untuk menjaga barang yang dicuri dan selainnya berdasarkan kebiasaan, atau dinding yang menghalangi tangan selain pemiliknya untuk mengambilnya. ‘Urf ( kebiasaan ) adalah rujukan untuk menentukan batasan penjagaan dan tidaknya.
Tentang syarat penjagaan ini ditunjukkan oleh berbagai Hadits. Di antaranya : Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud ( 4390 ) dan selainnya, dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash Radhiyallahu ‘Anhuma, dari Rasulullah Saw, bahwa dirinya ditanya tentang buah yang masih tergantung di tangkainya. Beliau menjawab, “ Barangsiapa yang memasukkan ke dalam mulutnya ; dan dia orang yang membutuhkan, tidak mengambil Khubnah ( memasukkan ke dalam lipatan kainnya ) , maka itu tidak apa – apa baginya. Barangsiapa yang membawa sesuatu darinya, maka dia harus membayar denda dua kali semisalnya dan hukuman. Barangsiapa yang mencuri sesuatu setelah ditempatkan di tempat pengeringannya, dan itu mencapai harga Mijan, maka dia harus dipotong “.
Khubnah : Maksudnya, sesuatu yang dibawa oleh seseorang dalam pakaiannya.
Mijan ; Maksudnya, segala sesuatu yang digunakan untuk menjaga diri dan menutup badan dari pukulan senjata, seperti tameng. Harganya itu ditentukan kadarnya sebanyak seperempat Dinar.
(4) Maksudnya, dari barang yang dicuri. Jikalau pencuri memiliki bagian kepemilikan ; seperti jikalau Syariik mencuri harta perserikatan, maka tidak dipotong tangannya.
(5) Maksudnya, pencuri tidak memiliki Syubhat kepemilikan dari barang yang dicuri. Jikalau ada syubhat kepemilikan ; seperti bapak yang mencuri harta anaknya, atau anak yang mencuri harta bapaknya, maka tidak ada pemotongan tangan karena syubhat kepemilikan dengan hak nafkah.
(6) Pergelangan : Maksudnya, tulang yang timbul setelah jari jempol, yang memisahkan antara telapak tangan dengan lengan. Tentang tangan kanan ditunjukkan oleh bacaan Ibn Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, “ Maka potonglah tangan kanan keduanya “. Hukumnya sama dengan hukum Hadits Ahad ; ketika menjadikannya hujjah dalam menentukan hukum. Diriwayatkan oleh Ath Thabrany, bahwa seorang pencuri dihadapkan kepada Nabi Saw, maka dipotonglah tangan kanannya “. [ Mughny Al Muhtaj : 4 / 177 ].
Tentang pemotongannya di pergelangan tangan berdasarkan Hadits yang menceritakan tentang pencurian selendang Shafwan bin Umayyah Radhiyallahu ‘Anhu.
Diriwayatkan oleh Ath Thabrany ( 3 / 205 ), “ Kemudian beliau memerintahkan pemotongannya dari pergelangan “.
(7) Diriwayatkan oleh Ad Dar Quthny ( 3 / 103 ) dari ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “ Jikalau seorang pencuri mencuri, maka dipotong tangan kanannya. Jikalau kembali mencuri, maka dipotong kaki kirinya “.
Dipotong dari pergelangan kaki, yaitu pembatas antara betis dan kaki. Ini berdasarkan perbuatan Umar Radhiyallahu ‘Anhu, dan tidak ada seorang-pun yang mengingkari. Ini adalah Ijma’. [ Nihayah : 3 / 60 ].
(8) Diriwayatkan oleh Malik dalam Muwattha’ ( 2 / 835 ) dan Asy Syafi’I dalam Musnadnya ( Al Umm : 6 / 255, catatan kaki ), bahwa seorang laki – laki dari Yaman yang terpotong tangannya dan kakinya mendatangi Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu dan bertamu disana. Dia mengadu, bahwa gubenur Yaman menzhaliminya. Pada malam hari dia mengerjakan shalat malam. Maka Abu Bakar berkata, “ Demi bapakmu, malammu bukanlah malam seorang pencuri “. Kemudian orang – orang kehilangan kalung miliki Asma’ binti ‘Umais, istri Abu Bakar Ash Shiddiq. Laki – laki itu ikut berkeliling bersama orang banyak seraya berkata, “ Ya Allah, celakalah orang yang mencuri rumah keluarga yang shalih ini “. Kemudian mereka mendapatkan perhiasaan itu di tukang perhiasan. Dia mengklaim, bahwa laki – laki yang terpotong tangannya dan kakinya itulah yang membawa perhiasan itu kepadanya. Kemudian laki – laki itu mengakuinya, atau ada orang yang menyaksikannya. Maka Abu Bakar Ash Shiddiq memerintahkan pemotongan tangan kirinya. Abu Bakar berkata, “ Demi Allah, do’a ( kecelakaan ) untuk dirinya sendiri lebih dahsyat bagiku dari pencurian yang dilakukannya “.
Menzhaliminya : Maksudnya, dengan memotong tangannya dan kakinya karena tuduhan mencuri.
Mencuri : Maksudnya, masuk sembunyi – sembunyi ke rumah mereka di malam hari dan mengambil harta mereka.
(9) Diriwayatkan oleh Asy Syafi’I dalam Isnadnya, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Saw bersabda tentang seorang pencuri, “ Jikalau dia mencuri, maka potonglah tangannya. Kemudian jikalau mencuri lagi, maka potonglah kakinya. Kemudian jikalau mencuri lagi, maka potonglah tangannya. Kemudian jikalau mencuri lagi, maka potonglah kakinya “. [ Mughni Al Muhtaj : 4 / 178. Lihatlah Al Umm : 6 / 138 ].
(10) Hukumannya ditetapkan, sesuai dengan pandangan hakim yang akan membuatnya jera, baik pukulan, atau penjara, atau pengasingan. Karena mencuri adalah maksiat. Tidak ada lagi had-nya setelah kali ke-empat, sehingga ditentukanlah Ta’zir.
(11) Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud ( 4410 ) dan selainnya, ini adalah perkataan Marjuh ( lemah ) dan Dha’if karena kelemahan periwayatannya. Ijma’ menyelisihinya. Jikalau Hadits ini memang ada, maka hukumnya Mansukh ( dihapus ). Dalam sebahagian manuskrip, “ Dibunuh pelan – pelan “. Yaitu, dipenjara untuk membunuhnya walaupun hanya sehari.
Tidak ada komentar