Hukum Akad Nikah Tanpa Wali Dalam Islam


Hukum Akad Nikah Tanpa Wali Dalam Islam

”Apa hukum menikah tanpa wali bagi seorang janda & seorang gadis? Apa hadits nikah tanpa wali? Jikalau laki-laki, gimana hukumnya nikah tanpa wali? Ada ga sih tempat nikah tanpa wali? Bagaimana hukum nikah siri tanpa restu orang tua?”


Cinta itu buta, kata orang. Jikalau sudah mencinta, tidak boleh ada rintangan yang menghalangi. Jikalau sudah mencinta, tidak boleh ada jawaban tiada. Harus iya. Sama halnya dengan benci. Jikalau ia sudah menjelma, maka tidak ada satu kebaikan pun yang baik di mata. Semuanya jelek. Semuanya salah. 


Cinta yang buta, hanya mengenal satu kata. Harus ada restu kedua orangtua. Jikalau tidak, akal yang sejak awal sudah dibutakan, akan semakin buta. Bawa kabur. Nikah di bawah tangan. Tanpa perlu restu orangtua. Tanpa perlu wali. Badi keduanya,  yang penting sama-sama cinta. 


Islam, memiliki pandangan hukum mengenai masalah ini. Jangan asal menikah tanpa restu orangtua. Apalagi jikalau alasan yang diajukan oleh orangtua Anda masuk akal dan sesuai dengan ajaran agama. Misalnya, orang tua Anda tidak mau menikahkan karena calon Anda bukanlah sosok yang baik agama. Itu namanya masuk akal. 


Ingatlah dengan baik, tidak ada orangtua yang menginginkan keburukan bagi anaknya. Semuanya menginginkan kebaikan. 


Oke, sebelum kita membahas kemana-mana, lebih baik kita fokus saja ke topik yang ingin kita tulis, yaitu bagaimana hukumnya dalam Islam jikalau seseorang menikah tanpa adanya wali? 


Hukum Akad Nikah Tanpa Wali


Jikalau Anda laki-laki, Anda tidak membutuhkan wali dalam pernikahan. Jikalau mau menikah, ya menikah saja. Tapi, sekali lagi; tapi, jangan abaikan restu kedua orang tua Anda. Apalagi ibu Anda. Sebagai anak laki-laki, Anda memiliki tempat khusus di hati ibu Anda. Jangan sakiti hatinya. 


Nah, jikalau Anda perempuan, Anda sangat dan sangat membutuhkan wali. Imam Malik bin Anas dan Imam Syafii berpendapat, bahwa pernikahan itu tidak sah kecuali ada wali. Mazhab ini memiliki beberapa dalil yang kuat dari Al-Quran dan Sunnah.

 

Allah Swt berfirman: 

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

"Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. " [Al-Baqarah: 232]


Ayat ini ditujukan kepada para wali, agar mereka tidak menghalangi pernikahan anak perempuannya. Jikalau hak pernikahan tidak berada di tangan wali, maka namanya tidak akan disebutkaan dalam ayat ini.


Dalam ayat lainnya dikatakan: 

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. [Al-Baqarah: 221]


Ayat ini juga ditujukan kepada para wali, agar mereka tidak menikahkan anak perempuannya dengan orang-orang Musyrik, sampai mereka beriman. Ini juga menunjukkan, bahwa hak menikahkan itu ada di tangan wali. 

Rasulullah Saw bersabda: 

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ

"Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka penikahannya (sebanyak 3 kali)." [Diriwayatkan oleh At-Turmudzi]


Ada beberapa Hadits lainnya yang mengandung hukum serupa dengan Hadits ini, yaitu:

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ 

"Tidak ada pernikahan, kecuali dengan wali." [Diriwayatkan oleh Ahmad] 

"Janganlah seorang perempuan menikahkan perempuan lainnya, dan janganlah seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri." [Diriwayatkan oleh Ibn Majah] 


Imam Abu Hanifah, al-Zafar, al-Syabty dan al-Zuhry berpandangan bahwa seorang perempuan boleh menikahkan dirinya sendiri; selama laki-laki yang akan menjadi suaminya itu adalah Kufu' (padanan)nya.

 

Dalilnya adalah firman Allah Swt:

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." [Al-Baqarah: 234]


Dalam ayat lainnya dikatakan: 

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui."[Al-Baqarah: 230]


Rasulullah Saw bersabda: 

"Seorang janda lebih berhak terhadap dirinya sendiri dari walinya, dan seorang gadis diminta perintahnya, dan izinnya adalah diamnya." [Diriwayatkan oleh Muslim]


Dalam Hadits ini dinyatakan secara jelas, bahwa seorang janda lebih berhak terhadap dirinya sendiri, begitu halnya dengan seorang gadis, sehingga dibutuhkan izinnya terlebih dahulu untuk menikahkan. 


Sebenarnya, jikalau diperhatikan, dalil-dalil yang digunakan oleh Abu Hanifah, al-Zafar, al-Syabty dan al-Zuhry adalah untuk perempuan yang  berstatus janda. Walaupun ditetapkan berlaku untuk gadis misalnya, tetap saja dalam syarat lainnya Imam Abu Hanifah mensyaratkan agar pernikahan tersebut diumumkan ke khlayak ramai agar tidak menjadi fitnah. Ya, sama saja. Tetap tidak bisa disembunyikan pernikahannya. 


Daud Azh-Zhahiry berpendapat dengan pandangan yang lebih detail. Ia menjelaskan bahwa dalam masalah ini harus dibedakan antara seorang janda dengan seorang gadis. Seorang janda, bisa menikahkan dirinya sendiri. Sedangkan seorang gadis, tidak boleh menikah kecuali dengan wali. Dalilnya adalah Hadits di atas, hanya saja mereka berbeda pemahaman dalam masalah ini. 


Itulah perbedaan pendapat para Ulama berkaitan dengan para perempuan yang sudah baligh dan berakal. Tidak tepat disebut disebut perbedaan sih, tetapi lebih kepada pendetailan pendapat antara satu Mazhab dengan Mazhab lainnya. 


Jikalau perempuan tersebut masih kecil, maka seorang wali berhak menikahkannya tanpa harus meminta izinnya terlebih dahulu. Dalam riwayat dijelaskan, bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu menikahkan Aisyah Radhiyallahu 'Anha ketika ia masih kecil, tanpa meminta izinnya sama sekali. Hanya saja, Mazhab Syafii menganjurkan, agar jangan dinikahkan kecuali setelah baligh dan berakal, sehingga kelak tidak ada penyesalan. 


Namun perlu diingat, bahwa yang berhak menikahkannya tanpa izinnya pada usia ini adalah bapaknya atau kakeknya, berdasarkan pendapat Jumhur. Walaupun Abu Hanifah dan Al-Auzai mengizinkan para wali yang lainnnya menikahkannya, namun pendapat ini lemah dan tidak bisa dijadikan sandaran. 


Intinya: Menikah itu tetap membutuhkan wali. Jikalau Anda mengatakan Imam Abu Hanifah membolehkannya, silahkan Anda lihat lagi pendapat di atas, dan baca baik-baik. Tetap saja. Butuh Wali. Jikalau tidak, butuhkan diumumkan ke khalayak dengan walimah. Pernikahan tidak boleh disembunyikan. 


Catatan-Catatan Tambahan


Apa hukum menikah tanpa wali bagi seorang janda & seorang gadis? Bagi Janda, memang ia lebih berhak atas dirinya. Walinya tidak bisa ikut campur sesuka hatinya. Jikalau gadis, tetap harus diminta persetujuannya untuk menikah. Diamnya adalah tanda setuju. Jikalau diam disertai air mata, itu bisa jadi menolak atau bisa jadi menerima dengan bahagia. Wali harus pintar menilai. 


Apa hadits nikah tanpa wali? Itu sudah kita paparkan di atas, dengan jelas dan gamblang. Silahkan dilihat lagi. 


Jikalau laki-laki, gimana hukumnya nikah tanpa wali? Laki-laki tidak membutuhkan wali untuk menikah. Tapi, kita sudah ingatkan di atas, jangan abaikan restu orangtua. Apalagi ibu Anda. Ada hubungan khusus antara ibu dan anak laki-laki yang tidak bisa diungkap dengan kata-kata. Jangan abaikan. Jangan sampai hidup Anda menderita karena ketergesaan Anda. 


Ada ga sih tempat nikah tanpa wali? Ada. Banyak. Tapi ga sah. Mengapa Anda harus memaksakan ego Anda untuk hubungan yang tidak sah secara syariat. Nanti Anda menyesal. Yakin, suatu hari nanti Anda akan menyesal. Menikah dengan cara yang baik, sesuai dengan syariat dan undang-undang Negara. 


Bagaimana hukum nikah siri tanpa restu orang tua?” Kalau Anda laki-laki, jikalau menikahnya sudah memenuhi rukun dan syarat pernikahan, hukumnya sah. Jikalau nikah sirrinya,  hanya ada penghulu saja, tanpa ada wali sah dari perempuan, tanpa ada saksi, maka pernikahannya tidak sah. Jikalau Anda perempuan, jikalau Anda menikah tanpa adanya walinya, pernikahannya tidak sah. Harus ada wali, saksi, penghulu. Jangan abaikan pencatatan di Negara. Itu penting untuk masa depan Anda dan anak-anak Anda.


Pada akhirnya, saya sekali mengingatkan Anda, menikahlah dengan cara yang baik-baik. Jangan kedepankan emosi dan ego Anda. Menikahlah sesuai dengan ajaran Islam dan undang-undang yang berlaku. Jangan sampai nanti Anda menyesal. Hidup itu panjang, harus Anda lalui setelah menikah nanti. Jangan gelap mata karena cinta. []

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.