Mahar Pernikahan Menurut Mazhab Syafii
Mahar Pernikahan Menurut Mazhab Syafii
(Mahar Pernikahan Menurut Mazhab Syafii, berdasarkan Kitab Matan Abi Syuja’)
( Pasal ) Di-Sunnahkan menyebutkan mahar ketika nikah.(1) Jikalau tidak dsebutkan, maka ‘Aqadnya sah.(2) Mahar itu wajib karena tiga hal : Suami mewajibkannya kepada dirinya sendiri, atau hakim mewajibkannya, atau menggaulinya, maka hukumnya wajib memberikan mahar Mitsl ( standar ).
Tidak ada batasan minimal dan maksimalnya jumlah mahar.(3) Dan boleh menikahinya dengan mamfa’at yang jelas.(4)
Diberikan setengah mahar ; jikalau Thalaq terjadi sebelum berjima’.(5)
(Syarh Syeikh DR. Musthafa Dibb al-Bugha)
(1) Allah Swt berfirman, “ Berikanlah maskawin ( mahar ) kepada wanita ( yang kamu nikahi ) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan “. [ An Nisaa’ : 4 ]
Diriwayatkan oleh Al Bukhari ( 4741 ) dan Muslim ( 1425 ) dari Sahl bin Sa’d Radhiyallahu ‘Anhu berkata : Seorang perempuan mendatangi Nabi Saw dan berkata : Dia mempersembahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-Nya. Beliau menjawab, “ Saya tidak memiliki hajat kepada wanita “. Maka seorang laki – laiki berkata, “ Nikahkanlah diriku dengan dirinya “. Beliau berkata, “ Berikanlah pakaian kepadanya “. Dia menjawab, “ Saya tidak punya “. Beliau berkata, “ Berikanlah kepadanya ; walaupun cincin besi “. Laki – laki menyebutkan alasannya kepada Nabi Saw. Beliau berkata, “ Apa yang engkau miliki dari Al Quran ? “. Dia menjawab, “ Ini dan ini “. Beliau menjawab, “ Saya menikahkanmu dengannya dengan apa yang engkau miliki dari Al Quran “.
Mempersembahkan : Maksudnya, menyerahkan urusannya kepada Nabi Saw.
(2) Berdasarkan firman Allah Swt, “ Tidak ada kewajiban membayar ( mahar ) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri - isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya “. [ Al Baqarah : 236 ]
Ini menunjukkan, bahwa nikah itu terlaksana ; walaupun tidak disebutkan mahar tertentu kepada perempuan. Karena Thalaq tidak terjadi, kecuali setelah sahnya Aqad nikah.
(3) Diriwayatkan oleh At Turmudzi ( 1113 ) dari ‘Amir bin Rabi’ah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa seorang perempuan dari Bani Fazarah menikah dengan dua buah sandal. Maka Rasulullah Saw bersabda, “ Apakah engkau ridho dengan dirimu dan hartamu hanya dengan dua buah sandal ? “. Dia menjawab, “ Ya “. Maka beliau membolehkannya. [ Lihatlah catatan kaki ke-1 halaman 165, dan catatan kaki ke-1 halaman 167 ].
Allah Swt berfirman, “ Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain ; sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun “. [ An Nisaa’ : 20 ]
Ini menujukkan, bahwa tidak ada batasan maksimalnya mahar.
Di-Sunnahkan untuk tidak kurang dari sepuluh Dirham ; sebagai jalan keluar dari khilaf dengan orang yang mewajibkannya, yaitu pengikut mazhab Hanafy.
Jangan sampai lebih dari lima ratus Dirham, karena hal ini diriwayatkan tentang mahar anak – anak perempuan dan istri – istri Rasulullah Saw.
Diriwayatkan oleh Al Khamsah dan di-Shahihkan oleh At Turmudzi ( 1114 M ) dari Umar bin Al Khattab Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “ Janganlah kalian berlebihan dalam mahar perempuan. Jikalau hal itu adalah kemuliaan di dunia atau ketakwaan di Akhirat, maka Rasulullah Saw lebih utama. Beliau tidak pernah memberikan mahar kepada istrinya, atau meminta mahar untuk anak perempuannya melebihi dua belas Auqiyah “.
Auqiyah adala empat puluh Dirham. Jadi jumlahnya empat ratus delapan puluh Dirham.
(4) Seperti mengajarkannya sesuatu dari Al Quran, atau mengerjakan pekerjaan tertentu. [ Lihatlah catatan kaki ke-1 halaman 165 ].
(5) Allah Swt berfirman, “ Jika kamu menceraikan Isteri - isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu “. [ Al Baqarah : 237 ]
Ditetapkan baginya mahar secara penuh karena meninggal atau jima’.
Ditetapkan baginya karena meninggal : Ditunjukkan oleh Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud ( 2114 ) dan At Turmudzi ( 1145 ), dia berkata : Hasan Shahih, dan selain keduanya dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa dirinya ditanya tentang seorang laki – laki yang menikahi seorang perempuan dan belum memberikan mahar kepadanya dan tidak menggaulinya sampai meninggal ?. Ibn Mas’ud menjawab, “ Baginya mahar sesuai dengan standar perempuan – perempuan lainnya. Tidak dikurangi dan tidak pula dilebihkan. Perempuan itu menjalani ‘Iddah dan mendapatkan warisan “. Ma’qal bin Sinan Al Asyja’I bangkit dan berkata, “ Rasulullah Saw menetapkan hukum kepada Barwa’ binti Wasyiq, yaitu salah seorang perempuan di antara kami, seperti yang engkau tetapkan “. Maka Ibn Mas’ud berbahagia dengan hal itu.
Standar perempuan – perempuan lainnya : Maksudnya, mahar yang sempurna. Jikalau disebutkan ketika ‘Aqad, maka itulah yang wajib diberikan.
Berbahagia dengan hal itu : Maksudnya, dengan fatwa yang diberitahukan kepadanya, karena fatwa tersebut sesuai dengan fatwanya. Ini adalah tanda Taufik dari Allah Swt.
Sedangkan ditetapkan baginya karena berjima’ : Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Swt, “ Jika kamu menceraikan Isteri - isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu “. [ Al Baqarah : 237 ]
Jikalau Thalaq terjadi setelah berjima’, maka mahar tidak berkurang sedikit-pun. Umar Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “ Laki – laki mana saja yang menikahi seorang perempuan….kemudian menggaulinya, maka perempuan itu mendapatkan maharnya dengan sempurna….”. [ Lihatlah catatan kaki ke-1 halaman 164 ].
Tidak ada komentar