Masalah al-Shulh dalam Jual-Beli Menurut Mazhab Syafii

 Masalah al-Shulh dalam Jual-Beli Menurut Mazhab Syafii


(Masalah al-Shulh dalam Jual-Beli Menurut Mazhab Syafii, berdasarkan Kitab Matan Abi Syuja’)


( Pasal ) Shulh yang disertai dengan pengakuan ( hutang )(1) dalam harta, maka hukumnya sah. Dan sesuatu yang dihubungkan dengan harta(2), maka ada dua macam : Ibra’ dan Mu’wadhah. 

Ibra’ adalah merasa cukup dengan sebahagian haknya, dan tidak boleh menyertainya dengan syarat. 

Mu’awadhah adalah berpaling dari haknya kepada selainnya. Untuk hal ini berlaku hukum jual beli.(3)

Boleh bagi seseorang memanjangkan atapnya(4) ke jalan yang dilalui ; selama orang yang lewat tidak terganggu.(5) Tidak boleh melakukannya di jalan yang dimiliki bersama, kecuali dengan se-idzin para parnertnya. 

Boleh mengedepankan pintu untuk jalan yang dimiliki bersama. Dan tidak boleh memundurkannya, kecuali dengan idzin para parnertnya.  


(Syarh Syeikh DR. Musthafa Dibb al-Bugha)


(1) Dari Mudda’I ‘Alaihi terhadap Mudda’I Bihi.  

  

(2) Maksudnya, sesuatu yang perkaranya dikembalikan kepada harta, seperti orang yang berhak melakukan Qishash terhadap orang lain, kemudian dia berdamai dengan memperoleh harta. Dasar pen-Syari’atannya adalah : 

Firman Allah Swt, “ Dan perdamaian itu lebih baik ( bagi mereka ) “. [ An Nisaa’ : 128 ] Dan sabda Rasulullah Saw, “ Perdamaian itu boleh di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal, atau menghalalkan yang haram. Kaum musliminin itu terikat dengan syarat – syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal, dan menghalalkan yang haram “. Diriwayatkan oleh At Turmudzi ( 1352 ) dan berkata, “ Ini adalah Hadits Hasan Shahih “. 

  

(3) Seperti adanya Khiyar Al Majlis dan Asy Syarth, mengembalikan barang karena adanya ‘aib dan lain sebagainya. 

  

(4) Memanjangkan sebahagian atapnya yang berada di atas dinding ke jalanan. Tentang kebolehannya ditunjukkan oleh Hadits, bahwa Rasulullah Saw memancangkan pancuran dengan tangannya di rumah pamannya Al ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu. Dan itu sampai ke Mesjid Rasulullah Saw. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya, Al Baihaqy dan Al Hakim. Jenis yang lainnya di-Qiyaskan dengan pancuran. ( Kifayah Al Akhyar )

  

(5)Jikalau seseorang merasa terganggu, seperti orang yang lewat, atau memanjang ke rumah orang lain, maka hal itu dilarang. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “ Tidak berbuat Mudharat dan me-Mudharatkan “. [ Diriwayatkan oleh Ibn Majah ( 2340, 2341 ) dan selainnya ].

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.