Masalah Anak Susuan (al-Radha’ah) Menurut Mazhab Syafii
Masalah Anak Susuan (al-Radha’ah) Menurut Mazhab Syafii
(Masalah Anak Susuan (al-Radha’ah) Menurut Mazhab Syafii, berdasarkan Kitab Matan Abi Syuja’)
( Pasal ) Jikalau seorang perempuan menyusui seorang anak dengan susunya, maka dia menjadi anak susuannya dengan dua syarat : Pertama, tidak sampai dua tahun.(1)Kedua, menyusukannya sebanyak lima kali susuan secara terpisah.(2) Suaminya menjadi bapak bagi anak ini.(3)
Haram bagi orang yang disusui untuk menikahi perempuan yang menyusuinya dan setiap orang yang senasab dengannya.(4) Haram bagi perempuan yang menyusui untuk menikahi orang yang disusui dan anaknya,(5) akan tetapi tidak termasuk orang yang sedarajat dengannya ( dalam nasab ),(6) atau lebih tingkatannya dari dirinya.(7)
(Syarh Syeikh DR. Musthafa Dibb al-Bugha)
(1) Diriwayatkan oleh Al Bukhari ( 4814 ) dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, bahwa Nabi Saw menemuinya ; ketika itu di dekatnya ada seorang laki – laki, maka seakan – akan wajahnya berubah. Seakan – akan beliau membencinya. Dia berkata, “ Dia adalah saudara laki – lakiku “. Beliau berkata, “ Lihatlah, siapa saudara – saudara kalian. Susuan itu karena kelaparan “. Maksudnya, susuan itu menyebabkan haram ; jikalau terjadi di masa seorang manusia mengalami kelaparan karena kehilangan susuan dan kenyang karenanya. Dan ini tidak terjadi, kecuali untuk anak kecil.
Diriwayatkan oleh At Turmudzi ( 1152 ) dari Umm Salamah Radhiyallahu ‘Anhu berkata : Rasulullah Saw bersabda, “ Susuan itu tidak menyebabkan haram, kecuali memasuki usus, di payudara, dan itu terjadi sebelum disapih “.
Memasuki usus : Maksudnya, memasukinya dan mengalir di dalamnya.
Di payudara : Maksudnya, di zaman susuan sebelum disapih. Dan penyapihan itu terjadi setelah sempurna dua tahun. Allah Swt berfirman, “ Dan penyapihannya selama dua tahun “. [ Luqman : 14 ] Penyapihan itu adalah memisahkan antara anak susuan dengan ibunya.
Allah Swt berfirman, “ Para ibu hendaklah menyusukan anak - anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan “. [ Al Baqarah : 233 ]
Diriwayatkan oleh Ad Dar Quthny ( 4 / 174 ) : Rasulullah Saw bersabda, “ Tidak ada susuan, kecuali terjadi dalam masa dua tahun “. [ Lihatlah catatan kaki ke-1 dan 5, serta halaman 163 ].
(2) Diriwayatkan oleh Muslim ( 1452 ) dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, “ Dahulu diturunkan dari Al Quran : Sepuluh kali susuan yang maklum menyebabkan haram. Kemudian di-Naskh ( hapus ) dengan lima kali susuan yang maklum. Kemudian Rasulullah Saw meninggal ; sedangkan mereka tetap memakai ayat yang dibaca dari Al Quran “. Maksudnya, Naskh-nya terjadi di kemudian hari. Ketika Rasulullah Saw meninggal, sebahagian orang masih membacanya sebagai Al Quran, karena mereka belum mendapatkan khabar tentang Naskh tersebut.
Maklum : Maksudnya, setiap susuan berbeda dengan yang lainnya, yaitu terpisah dan mengenyangkan.
Diriwayatkan oleh Muslim ( 1451 ) dari Umm Al Fadhl Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “ Sekali susuan, atau dua kali susuan tidak menyebabkan haram. Begitu juga sekali hisap, atau dua kali hisap “.
(3) Diriwayatkan oleh Al Bukhari ( 4518 ) dan Muslim ( 1445 ) bahwa ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata, “ Aflah, saudara laki – laki Abu Al Qu’ais meminta idzin kepadaku ; setelah turunnya ayat hijab. Maka saya berkata, ‘ Tidak ada idzin baginya, sampai saya meminta idzin kepada Rasulllah Saw ‘. Sesungguhnya saudara laki – lakinya, Abu Al Qu’ais bukanlah orang yang menyusuiku, akan tetapi istri Abu Al Qu’ais-lah yang menyusuiku. Kemudian Rasulullah Saw menemuiku, dan saya berkata kepadanya, “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya Aflah, saudara laki – laki Abu Al Qu’ais meminta idzin. Akan tetapi saya enggan mengidzinkannya, sampai saya meminta idzin kepadamu “. Maka Nabi Saw menjawab, “ Apa yang menghalangimu untuk mengidzinkan pamanmu ? “. Saya berkata, “ Wahai Rasulullah, laki – laki itu bukanlah orang yang menyusuiku. Akan tetapi istri Abu Al Qu’ais-lah yang menyusuiku “. Beliau berkata, “ Idzinkanlah dirinya, karena dia adalah pamanmu. Engkau akan beruntung “.
(4) Karena nasab atau susuan, seperti anak perempuannya, saudara perempuannya, dan lain – lain.
(5) Lihatlah catatan kaki ke- 1 dan 5, halaman 163.
(6) Seperti saudara laki – lakinya dan anak laki – laki dari pamannya.
(7) Seperti bapaknya dan pamannya.
Tidak ada komentar