Masalah Menggauli Budak Perempuan Menurut Mazhab Syafii
Masalah Menggauli Budak Perempuan Menurut Mazhab Syafii
(Masalah Menggauli Budak Perempuan Menurut Mazhab Syafii, berdasarkan Kitab Matan Abi Syuja’)
( Pasal ) Jikalau pemilik budak menggauli budak perempuannya, kemudian mengandung janin, maka haram bagi pemiliknya untuk menjualnya, menggadaikannya dan meng-Hibahkannya. Dia boleh menggunakannya untuk pelayanan dan berhubungan badan. Jikalau pemilik budak itu meninggal, maka budak perempuan ini merdeka dengan harta yang ditinggalkannya sebelum dibayarkan hutang – hutangnya dan ditunaikan wasiat – wasiatnya(1) Anak budak perempuan itu dari orang lain sama dengan kedudukannya.(2)
Barangsiapa yang menggauli budak perempuan orang lain, maka anak yang dilahirkannya adalah budak dari pemilik budak perempuan itu.(3) Jikalau dia menggaulinya dengan Syubhat,(4) maka anak yang dilahirkannya itu merdeka dan dia harus membayarkan harga anak itu kepada pemilik budak perempuan. Jikalau dia memiliki ( membeli ) budak perempuan yang di-Thalaq setelah itu,(5) maka perempuan itu tidak menjadi Umm Walad baginya karena pergaulan dalam nikah. perempuan itu menjadi Umm Walad karena pergaulan Syubhat ; berdasarkan salah satu pendapat.(6)
(Syarh Syeikh DR. Musthafa Dibb al-Bugha)
(1) Jikalau budak perempuan itu mengandung setelah digauli, maka dinamakan Umm Walad.
Dasar hukum – hukumnya adalah :
Hadits yang diriwayatkan oleh Ad Dar Quthny ( 4 / 134 ) Al Baihaqy ( 10 / 348 ), keduanya men-Shahihkan Mauqufnya dari ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu, “ Para Umm Walad tidak dijual, di-Hibahkan dan diwariskan. Pemiliknya boleh menggaulinya ; selama dirinya masih hidup. Jikalau dia meninggal, maka Umm Walad itu merdeka “. Ibn Al Qatthan men-Shahihkan Marfu’-nya. [ Nihayah : 3 / 121 ].
Diriwayatkan oleh Malik dalam Al Muwattha’ ( 2 / 776 ) bahwa ‘Umar bin Al Khattab Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “ Budak perempuan mana saja yang melahirkan karena pemiliknya, maka dia tidak boleh menjualnya, meng-Hibahkannya dan mewariskannya ; dan dia boleh menggaulinya. Jikalau dia meningal, maka budak perempuan itu merdeka “.
(2) Maksudnya, jikalau dia memiliki anak bukan dari pemiliknya ; setelah menjadi Umm Walad, maka anaknya itu merdeka seperti dirinya ; setelah pemiliknya meninggal, karena kemerdekaan anak mengikuti kemerdekaan ibunya.
(3) Karena perempuan itu adalah budak, dan anaknya mengikuti hukumnya.
(4) Maksudnya, dia menyangka bahwa perempuan itu adalah budaknya, atau istrinya yang berstatus perempuan merdeka.
(5) Maksudnya, setelah menggaulinya dengan pernikahan. Bentuknya : Dia menikahinya dalam keadaan budak dan menggaulinya, kemudian melahirkan anak. Kemudian dia men-Thalaqnya. Kemudian dia memilikinya ( membelinya ) dari pemiliknya, atau melalui Hibah dan lain sebagainya.
(6) Ini pendapat yang lemah. Pendapat yang paling kuat, bahwa budak perempuan itu tidak menjadi Umm Walad ; selama dia tidak menggaulinya dan melahirkan setelah dimilikinya.
Tidak ada komentar