Qasim Menurut Mazhab Syafii
Qasim Menurut Mazhab Syafii
(Qasim Menurut Mazhab Syafii, berdasarkan Kitab Matan Abi Syuja’)
( Pasal ) Qaasim(1) harus memenuhi tujuh syarat :
Islam, baligh, berakal, merdeka, laki – laki, adil, dan mengetahui ilmu hitung.(2) Jikalau keduanya ridho dengan orang yang membagi di antara keduanya, maka semua ini tidak dibutuhkan.(3)
Jikalau dalam pembagian itu ada daftarnya, maka tidak boleh kurang dari dua bagian.(4)
Jikalau salah seorang serikat mengajak temannya untuk membagi sesuatu yang tidak ada mudharatnya,(5) maka pihak kedua harus menyambutnya.(6)
(Syarh Syeikh DR. Musthafa Dibb al-Bugha)
(1) Dia adalah orang yang diangkat oleh hakim untuk membagi barang – barang yang dimiliki secara kolektif, membedakan bagian setiap serikat dari pihak lainnya.
Dasar Syari’at pembagian ini adalah firman Allah Swt tentang warisan, “ Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu ( sekedarnya ) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik “. [ An Nisaa’ : 8 ]
Sabda Rasulullah Saw, “ Syuf’ah untuk sesuatu yang tidak dibagi “.
[ Lihatlah catatan kaki ke-3, halaman 139 ].
Telah tsabit, bahwa Rasulullah Saw membagi Ghanimah kepada para pasukan. [ Lihatlah halaman 227, catatan kaki ke-5. Halaman 228, catatan kaki ke-1 ].
(2) Tentang enam syarat pertama, karena Qaasim memiliki kekuasaan kepada orang – orang yang dibagi hartanya. Pembagiannya harus dijalankan. Barangsiapa yang tidak memenuhi syarat – syarat ini, maka dia bukanlah orang yang layak untuk memegangan jabatan ini. Tentang masalah pengetahuan ilmu hitung, begitu juga dengan cakupannya dan apa yang dibutuhkan untuk menghitung pembagian, karena itu adalah sarana menghitung ; sebagaimana pengetahuan tentang hukum – hukum Syara’ merupakan sarana untuk menetapkan hukum.
(3) Maksudnya, semua syarat – syarat ini. Jikalau dia Mukallaf, maka itu cukup, yaitu baligh dan berakal, karena dia tidak memegang kekuasaan dalam hal ini, hanya menjadi wakil dari keduanya.
(4) Karena daftar adalah kadar harga sesuatu yang dibagi, dan ini adalah bukti harga, sehingga disyaratkan bilangannya.
(5) Maksudnya, bagiannya, seperti rumah yang besar, pakaian yang banyak, dan lain – lain.
(6) Maksudnya, sepakat untuk membaginya, karena jikalau perserikatan diteruskan ; bisa jadi menimbulkan mudharat. Sedangkan jikalau pembagian itu akan menimbulkan mudharat, maka dia tidak harus menyambut ajakannya.
Dasarnya adalah sabda Rasulullah Saw, “ Tidak mudharat dan tidak memudharatkan “. [ Ibn Majah ( 2340, 2341 ) dan Malik dalam Al Muwattha’ ( 2 / 745, 805 ) ].
Tidak ada komentar