Membebaskan Diri dari Fanatisme Mazhab & Taklid Buta

Membebaskan Diri dari Fanatisme Mazhab & Taklid Buta


تحررت من العصبية المذهبية والتقليد الأعمى لزيد أو لعمرو مِن المتقدمين أو المتأخرين.. هذا مع التوقير الكامل لأئمتنا وفقهائنا، فعدم تقليدهم ليس حطًّا من شأنهم؛ بل سيرًا على نهجهم، وتنفيذًا لوصاياهم بألا نقلدهم ولا نقلد غيرهم ونأخذ من حيث أخذوا

Aku Membebaskan Diriku dari Fanatisme Mazhab dan Taklid Buta kepada Zaid atau Amr dari Kalangan Ulama Terdahulu (al-Mutaqaddimun) atau dari Kalangan Ulama Terkini (al-Mutaakkhirin). Dan ini (tentunya) Disertai dengan Penghormatan Penuh kepada Para Imam Kita dan Para Ahli Fikih Kita. Tidak Taklid kepada Mereka, Bukan Berarti Menjatuhkan Kedudukan Mereka, Bahkan itu (berarti) Menempuh Jalan (Manhaj) Mereka, Menjalankan Wasiat Mereka agar Kita Tidak Taklid Kepada Mereka dan Tidak juga Taklid kepada Selain Mereka. Kita Mengambil darimana Mereka Mengambil (Pendapat Mereka)

Syeikh DR. Yusuf al-Qaradhawi
@alqaradawy | 12.00 AM · 22 Sep 2023

Point Pertama
Semua kita, siapa pun itu, berkewajiban untuk membebaskan dirinya dari Fanatisme Mazhab dan Taklid Buta kepada siapa pun, baik Ulama dari kalangan Salaf maupun Khalaf. Kita perlu membuka hati dan pikiran terhadap pandangan-pandangan lainnya, selama pandangan itu memang berada di ruang yang diperbolehkan berbeda dalam Syariah. 

Point Kedua
Kita tidak Fanatik dan Taklid Buta, bukan berarti tidak menghormati para Ulama, para Ahli Fikih, ya!
Berbeda tetap harus menghormati. Jasa mereka sangat besar untuk Islam. Mereka sudah teruji zaman. Kita? Entah bisa selamat dari fitnah kehidupan ini atau tidak, hanya Allah SWT saja yang Maha Tahu. 

Point Ketiga
Ketika kita memilih untuk tidak Fanatik atau Taklid Buta, pada dasarnya kita menjalankan wasiat mereka. Dalam banyak riwayat dijelaskan, mereka melarang siapa pun untuk taklid kepada mereka dan memerintahkan untuk mengikuti kebenaran, dari siapa pun datangnya. 

Point Keempat
Kita mengambil pandangan dari hulu pandangan mereka, yaitu al-Quran dan Sunnah. Namun tentunya, tetap dengan memperhatikan pandangan para Imam. Bukan dengan akal kita sendiri mengolah kedua wahyu tersebut (al-Quran dan Sunnah) []