Himmahnya; Citanya Para Sahabat Nabi

Himmahnya; Citanya Para Sahabat Nabi


"Jikalau Anda ingin mengetahui dimana posisi Himmah; Cita-Cita; Obsesi Anda, maka lihatlah Himmah Rabi'ah bin Kaab al-Aslami."

Begitu kata Ibn al-Qayyim dalam Kitab Madarij al-Salikin: 3/ 574.
Suatu hari, Rasulullah Saw bertanya kepadanya, "Mintalah kepadaku (apapun yang Anda inginkan)."
"Aku berharap bisa menemanimu di surga," Jawabnya.
Padahal selainnya, meminta hal-hal yang hanya akan memenuhi perutnya dan menghaluskan kulitnya.
..
Sampai disini, kita bisa menyadari betapa rendahnya Himmah; cita; obsesi kita.

Harta; Uang; Perut; Jabatan; Syahwat!
Pahala Puasa Asyura dan Tingkatan Puasanya

Pahala Puasa Asyura dan Tingkatan Puasanya


Suatu hari Rasulullah Saw ditanya tentang puasa Asyura. 

Maka, beliau menjawab: 

يُكَفِّرُ السَّنَةَ المَاضِيَةَ

"Menggugurkan dosa tahun sebelumnya." 

Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, dengan pensanadannya kepada Abu Qatadah radhiyallahu anhu.


Ada sejumlah hadits lainnya yang terdapat dalam Shahih Muslim, mendorong kita untuk berpuasa sehari sesudahnya atau sehari sebelumnya. Di antaranya sabda Nabi Muhammad Saw: 

صوموا يوماً قبله أو يوماً بعده، خالفوا اليهود

"Berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya. Berbedalah dengan orang-orang Yahudi." 

Kenapa Yahudi?  Sebab, hari Asyura' adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi; Hari ketika Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa alaihissalam dan kaumnya dari kejaran Firaun. 


Ibn Hajar al-Asqalani  menjelaskan dalam Fath al-Bari bahwa ada tiga tingkatan untuk Puasa Asyura. 

Pertama, Berpuasa Sehari saja. 

Inilah tingkatan paling minimalis, yaitu hanya berpuasa di hari ke-10 bulan Muharram. Dengan puasa yang dilakukan oleh seorang Muslim, ia berhak mendapatkan fadhilahnya, yaitu mendapatkan pahala dan digugurkan dosanya setahun sebelumnya. 

Kedua, Berpuasa Disertai dengan Tanggal 9 Muharram

Artinya, kita berpuasa 2 hari; hari ke-9 dan ke-10 bulan Muharram. 

Ketiga, Berpuasa selama 3 hari, yaitu hari ke-9, ke-10, dan ke-11

Tidak diragui, inilah tingkatan yang paling tinggi dan terbaik. Selain mendapatkan pahala dan fadhilah Puasa Asyura, juga diharapkan mendapatkan pahala sempurna selama sebulan penuh. Sebab satu kebaikan, dilipatkan dengan sepuluh kebaikan. 

 مَن جَاءَ بالحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَأَزِيدُ، وَمَن جَاءَ بالسَّيِّئَةِ فَجَزَاؤُهُ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا أَوْ أَغْفِرُ

"Siapa yang membawa kebaikan, maka baginya sepuluh kali lipatnya dan lebih banyak. Dan siapa yang membawa keburukan, maka balasannya satu keburukan semisalnya atau diampunkan." 

(Hr Muslim)

Pahala yang digugurkan, tentunya dosa-dosa kecil. Sedangkan dosa-dosa besar, obatnya kembali kepada Allah SWT dengan Taubat Nasuha; Tinggalkan maksiat itu sekarang ini juga, diiringi dengan penyesalan dan azzam yang kuat tidak akan mengulanginya lagi, ikhlas melakukannya karena mengharap ridha Allah SWT semata, kemudian sebelum nyawa sampai di kerongkongan, sebelum matahari terbit di sebelah Barat. 


Puasa terbaik setelah bulan Ramadhan adalah berpuasa di bulan Muharram.

Rasulullah Saw bersabda: 

أفضل الصِّيام، بعد رمضان، شَهر الله المُحَّرم، وأفضل الصلاة، بعد الفَريضة، صلاة الليل

"Sebaik-baik Puasa setelah Ramadhan adalah adalah (puasa) di bulan Muharram. Dan shalat terbaik setelah shalat wajib adalah shalat malam." 

(Hr Muslim). []

Sunnah Membaca Surat al-Ikhlas & al-Mu'awwidzatain Di Pagi Dan Sore Hari

Sunnah Membaca Surat al-Ikhlas & al-Mu'awwidzatain Di Pagi Dan Sore Hari


Setiap hari, banyak hal yang mengancam hidup kita. Bisa jadi ancaman itu datang dari kalangan manusia, bisa jadi dari kalangan binatang, dan bisa jadi juga dari kalangan Jin. Atau bisa jadi dari kalangan lainnya. Apa yang tidak kita lihat dengan kedua mata kita, lebih banyak dari apa yang kita lihat. 

Maka, Rasulullah Saw mengajarkan sesuatu yang bisa menjaga kita dari semua itu. 

Diriwayatkan oleh al-Turmudzi, dari Abdullah bin Khubaib radhiyallahu anhu, di suatu malam yang hujan lebat dan gelap-gulita ia mendatangi Rasulullah Saw untuk shalat bersama para sahabat. 
Ketika bertemu, Beliau berkata, "Bacalah!" Namun, Abdullah bin Khubaib tidak membaca apapun. 
"Bacalah!" Beliau mengulangnya lagi. Namun, ia tetap tidak membaca apapun. 
"Bacalah!" Kata beliau lagi. 
"Apa yang aku baca?" Tanyanya
Jawabnya: 
قل قل هو الله أحد، والمعوذتين حين تُمسِي وَتُصْبِحُ ثلاث مرات تكفيك من كل شيء
"Ucapkanlah: Qul Huwallahu Ahad dan al-Mu'awwidzatain (Qul A'dzubi Rabbil Falaq dan Qul A'udzubi Rabbin Nas) ketika engkau berada di sore hari dan pagi hari, sebanyak tiga kali, maka itu akan cukup bagimu (baca: menjagamu) dari segala sesuatu."

Berdasarkan hadits ini, dengan membaca ketiga surat tersebut, sebanyak tiga kali di pagi dan sore hari, Allah SWT memberikan jaminan penjagaan kepada kita dari segala bentuk kejahatan sepanjang hari yang kita jalani. 

Ringan dan mudah; tidak butuh tenaga dan biaya. []
Hukum Cipika-Cipiki (Cium Pipi Kiri/Kanan)

Hukum Cipika-Cipiki (Cium Pipi Kiri/Kanan)


Secara Umum, Hukum Cium Pipi Kiri-Kanan atau dikenal juga dengan Cipika-Cipiki, bisa dibagi menjadi 3 Hukum. 

👉Pertama, Mubah

Jikalau itu dilakukan antara Laki-Laki sama Laki-Laki dan Perempuan sama Perempuan. Hanya saja ada syaratnya, yaitu harus bebas dari Fitnah, Merasakan Kenikmatan (al-Ladzzah), atau Tujuan Rusak (al-Ghard al-Fasid) seperti kefasikan; menyukai sesama jenis, dan semakna dengan itu.

👉Kedua, Sunnah

Jikalau itu dilakukan oleh pasangan Suami-Istri. Jangankan Cipika-Cipiki, jikalau statusnya sudah suami istri, maka lebih dari itu pun tidak ada masalah sama sekali. 

👉Ketiga, Haram

Jikalau Cipika-Cipiki itu dilakukan antara Laki-Laki dengan Perempuan yang tidak ada Hubungan Legal (Syar'i) sama sekali atau bukan Mahram sama sekali. Misalnya, seseorang Cipika-Cipiki dengan Ibunya atau Saudari Perempuan Kandungnya, atau Mahram Perempuannya, tidak ada masalah.


Pandangan Syeikh Athiyyah Saqr

Beliau ini merupakan salah seorang Ulama Besar al-Azhar, Mesir.

Jawabannya: 

إن كان التَّقْبيل بيْن الجنس الواحد، كالرَّجل للرجل والمرأة للمرأة فلا مانع منه شرعًا بشرْطين: 

الأوَّل : ألا يَكون فيه لذَّة. 

والثاني: ألا يكون لغَرَض فاسِد، ومنه تقْبيل يدِ الفاسق لتكْريمه، أما إن كان خَوْفًا من بطْشه فهو جَائز للضَّرورة. 

Selama masih satu jenis; sesama laki-laki atau sesama perempuan, maka DIBOLEHKAN, dengan 2 syarat: 

  1. Tidak ada al-Ladzzah (Kenikmatan) 
  2. Bukan untuk tujuan yang rusak, seperti mencium tangan pelaku kezaliman. Namun jikalau khawatir dengan kezalimannya, maka hukumnya BOLEH

Tradisi Cium Tangan dan Cium Kening (Dahi), baik kepada Ibu-Bapak, Kyai, Ustadz, atau siapa pun yang kita tuakan dan kita hormati, sesuatu yang lumrah di tengah masyarakat Muslim. Utamanya di Tradisi Pesantren (Baca: Santri)

Berikut ini, ada sejumlah Atsar yang mendukung masalah ini. Hanya saja, ini bersifat paparan. Jikalau ada yang ingin mendalami lebih dalam referensinya, silahkan merujuk dan melakukan penelitian. 

👉Nabi Muhammad Saw menyambut Jafar bin Abu Thalib ketika pulang dari Habsyah, kemudian melaziminya dan mencium keningnya.

👉Ketika Zaid bin Haritsah menemuinya di rumah Aisyah, kemudian beliau (saking gembiranya) berjalan sambil memakai pakaian. 

والله ما رأيتُه عُرْيَانًا قبْله ولا بعْده

Kemudian beliau memeluknya dan menciumnya. 

👉Para pasukan pulang yang baru dari Mu’tah, mereka mencium tangan Nabi Muhammad Saw. 

👉Ketika Allah SWT menerima pertaubatan orang-orang yang tidak ikut dalam perang Tabuk, mereka mencium tangan Nabi Muhammad Saw. 

👉Nabi Muhammad Saw mengizinkan utusan Abd al-Qays untuk mencium tangannya, bahkan kakinya.

👉Nabi Muhammad Saw mengizinkan Usaid bin Hudhair menciumnya, yaitu ketika ia meminta Nabi untuk membuka bajunya, untuk Qishas ketika dahulu pernah menusuknya dengan ranting kayu. Padahal aslinya untuk Tabarruk.

👉Ada dua orang Yahudi bertanya tentang Tis’ Ayat Bayyinat. Kemudian Nabi Muhammad Saw menjelaskannya. Setelah itu, keduanya mencium tangan Nabi dan kakinya, kemudian masuk Islam. 

👉Ketika Umar bin al-Khattab mengunjungi Syam, maka Abu Ubaidah bin al-Jarrah mencium tangannya. Dalam riwayat lainnya, Abu Ubaidah bin al-Jarrah ingin mencium tangannya, namun Umar bin al-Khattab menahan tangannya. Maka, Abu Ubaidah justru memegangn kakinya dan menciumnya. 

👉Zaid bin Tsabit mencium tangan Abdullah bin Abbas ketika ia mengambilkan tunggangannya untuk menghormatinya sebagai ulama. Dan Zaid bin TSabit mencium tangannya karena ia adalah Ahli Bait

👉Orang-orang mencium tangan Salamah bin Al-Akwa' ketika mengetahuinya membaiat Nabi Muhammad Saw.


Pandangan Para Ulama

Imam Ahmad bin Hanbal dan sejumlah ulama lainnya memberingan keringanan mencium untuk memuliakan (al-Takrim) dan kebagusan agamanya (al-Tadayyun)

Imam Malik dan sejumlah ulama lainnya memakruhkan memberikan tangannya untuk dicium oran lain. Sebab, itu merupakan salah satu bentuk ujub dan kesombongan. Bahkan sebaiknya mereka menahan tangannya sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin al-Khattab ketika Abu Ubaidah bin al-Jarrah ingin mencium tangannya. 


Kesimpulan Hukum

Ciuman di antara dua orang, hukumnya tergantung tujuannya dan tempat berciumannya. Bisa jadi karena kasih sayang (al-Hubb wa al-Rahmah), seperti ciuman bapak ke anak perempuannya atau ibu ke anak laki-lakinya. Termasuk juga ciuman saudara laki-laki terhadap saudari perempuannya, atau sebaliknya. Tidak ada masalah, selama tidak disertai syahwat. 

Ada sejumlah riwayat yang menjelaskan masalah ini.

👉Pertama, Nabi Muhammad Saw mencium anak perempuannya Fathimah ketika menemuinya. Beliau menyambutnya, menciumnya, dan menyuruhnya duduk di tempat duduknya. Bahkan, sejumlah riwayat dengan jelas menyatakan, bahwa beliau menciumnya di mulutnya, sebagaimana beliau juga menciumnya di sakit terakhirnya, yang menghantarkannya kepada kematian. 

👉Kedua, Abu Bakar al-Shiddiq radhiyallahu anhu membesuk anaknya Aisyah radhiyallahu anha ketika sakit. Maka, ia mencium pipi anak perempuannya itu. 

👉Ketiga, Khalid bin al-Walid radhiyallahu anhu juga diriwayatkan mencium pipi saudari perempuannya. 

Ciuman itu bisajadi adalah bentuk al-Takrim (penghormatan), seperti ciuman anak laki-laki kepada ibunya, atau ciuman anak perempuan kepada bapaknya, atau ciuman terhadap bibi dari pihak ayah atau pihak ibu. Biasanya di kepala atau tangan. Itu tidak ada masalah sama sekali. Namun jikalau dilakukan di bagian-bagian yang sensitif.

Bisa jadi juga ciuman itu ada kenikmatannya atau al-Lazzah, yaitu di antara pasangan suami istri. Maka, hukumnya tidak apa-apa. Bahkan, yang lebih besar dari itu diizinkan. 

Hanya saja, ciuman di antara orang-orang yang tidak mahram, maka hukumnya Haram. 

Allahu A'lam bi al-Shawab

Sunnah Memberikan Hak Jalan

Sunnah Memberikan Hak Jalan


Rasulullah Saw melarang umatnya untuk tidak mengganggu atau menyakiti orang lain. Salah satu bentuknya, beliau melarang sahabatnya (yang hukumnya juga berlaku buat kita) untuk duduk-duduk di jalanan atau tempat umum yang dilalui oleh orang banyak. Sebab, hal ini akan membuat mereka tidak nyaman. 

Namun, jikalau kadangkala tidak ada pilihan lain kecuali di situ, maka beliau menjelaskan beberapa syarat yang perlu dijaga agar mudharat yang dikhawatirkan terjadi, bisa disingkirkan. 

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu, dari Nabi Muhammad Saw bersabda, "Jangan kalian duduk-duduk di jalanan." 
"Kami tidak punya pilihan lain. Itu Majelis kami yang kami berbincang-bincang disitu." Jawab mereka
"Jikalau kalian enggan, kecuali bermajelis itu. Maka, berikanlah hak jalan!." 
"Apa hak jalan tersebut? Tanya mereka
Nabi Saw menjawab: 
غَضُّ الْبَصَرِ، وَكَفُّ الْأَذَى، وَرَدُّ السَّلَامِ، وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ
"Menundukkan pandangan, tidak menyakiti (menganggu), menjawab salam, memerintahkan yang makruf, mencegah yang mungkar."

Jadi, pada dasarnya dalam sunnah Nabi Muhammad Saw, kaum muslimin dilarang untuk duduk-duduk (nongkrong) di jalan-jalan yang dilalui khalayak. Namun, jikalau terpaksa melakukannya, tidak ada pilihan lain, perhatikan syarat-syarat yang dijelaskan dalam hadits Nabi di atas. Selain akan memberikan kenyamanan bagi diri sendiri dan orang lain, juga yang jauh lebih penting Menjalankan Sunnah Nabi. []