Hukum Cipika-Cipiki (Cium Pipi Kiri/Kanan)

Hukum Cipika-Cipiki (Cium Pipi Kiri/Kanan)


Secara Umum, Hukum Cium Pipi Kiri-Kanan atau dikenal juga dengan Cipika-Cipiki, bisa dibagi menjadi 3 Hukum. 

👉Pertama, Mubah

Jikalau itu dilakukan antara Laki-Laki sama Laki-Laki dan Perempuan sama Perempuan. Hanya saja ada syaratnya, yaitu harus bebas dari Fitnah, Merasakan Kenikmatan (al-Ladzzah), atau Tujuan Rusak (al-Ghard al-Fasid) seperti kefasikan; menyukai sesama jenis, dan semakna dengan itu.

👉Kedua, Sunnah

Jikalau itu dilakukan oleh pasangan Suami-Istri. Jangankan Cipika-Cipiki, jikalau statusnya sudah suami istri, maka lebih dari itu pun tidak ada masalah sama sekali. 

👉Ketiga, Haram

Jikalau Cipika-Cipiki itu dilakukan antara Laki-Laki dengan Perempuan yang tidak ada Hubungan Legal (Syar'i) sama sekali atau bukan Mahram sama sekali. Misalnya, seseorang Cipika-Cipiki dengan Ibunya atau Saudari Perempuan Kandungnya, atau Mahram Perempuannya, tidak ada masalah.


Pandangan Syeikh Athiyyah Saqr

Beliau ini merupakan salah seorang Ulama Besar al-Azhar, Mesir.

Jawabannya: 

إن كان التَّقْبيل بيْن الجنس الواحد، كالرَّجل للرجل والمرأة للمرأة فلا مانع منه شرعًا بشرْطين: 

الأوَّل : ألا يَكون فيه لذَّة. 

والثاني: ألا يكون لغَرَض فاسِد، ومنه تقْبيل يدِ الفاسق لتكْريمه، أما إن كان خَوْفًا من بطْشه فهو جَائز للضَّرورة. 

Selama masih satu jenis; sesama laki-laki atau sesama perempuan, maka DIBOLEHKAN, dengan 2 syarat: 

  1. Tidak ada al-Ladzzah (Kenikmatan) 
  2. Bukan untuk tujuan yang rusak, seperti mencium tangan pelaku kezaliman. Namun jikalau khawatir dengan kezalimannya, maka hukumnya BOLEH

Tradisi Cium Tangan dan Cium Kening (Dahi), baik kepada Ibu-Bapak, Kyai, Ustadz, atau siapa pun yang kita tuakan dan kita hormati, sesuatu yang lumrah di tengah masyarakat Muslim. Utamanya di Tradisi Pesantren (Baca: Santri)

Berikut ini, ada sejumlah Atsar yang mendukung masalah ini. Hanya saja, ini bersifat paparan. Jikalau ada yang ingin mendalami lebih dalam referensinya, silahkan merujuk dan melakukan penelitian. 

👉Nabi Muhammad Saw menyambut Jafar bin Abu Thalib ketika pulang dari Habsyah, kemudian melaziminya dan mencium keningnya.

👉Ketika Zaid bin Haritsah menemuinya di rumah Aisyah, kemudian beliau (saking gembiranya) berjalan sambil memakai pakaian. 

والله ما رأيتُه عُرْيَانًا قبْله ولا بعْده

Kemudian beliau memeluknya dan menciumnya. 

👉Para pasukan pulang yang baru dari Mu’tah, mereka mencium tangan Nabi Muhammad Saw. 

👉Ketika Allah SWT menerima pertaubatan orang-orang yang tidak ikut dalam perang Tabuk, mereka mencium tangan Nabi Muhammad Saw. 

👉Nabi Muhammad Saw mengizinkan utusan Abd al-Qays untuk mencium tangannya, bahkan kakinya.

👉Nabi Muhammad Saw mengizinkan Usaid bin Hudhair menciumnya, yaitu ketika ia meminta Nabi untuk membuka bajunya, untuk Qishas ketika dahulu pernah menusuknya dengan ranting kayu. Padahal aslinya untuk Tabarruk.

👉Ada dua orang Yahudi bertanya tentang Tis’ Ayat Bayyinat. Kemudian Nabi Muhammad Saw menjelaskannya. Setelah itu, keduanya mencium tangan Nabi dan kakinya, kemudian masuk Islam. 

👉Ketika Umar bin al-Khattab mengunjungi Syam, maka Abu Ubaidah bin al-Jarrah mencium tangannya. Dalam riwayat lainnya, Abu Ubaidah bin al-Jarrah ingin mencium tangannya, namun Umar bin al-Khattab menahan tangannya. Maka, Abu Ubaidah justru memegangn kakinya dan menciumnya. 

👉Zaid bin Tsabit mencium tangan Abdullah bin Abbas ketika ia mengambilkan tunggangannya untuk menghormatinya sebagai ulama. Dan Zaid bin TSabit mencium tangannya karena ia adalah Ahli Bait

👉Orang-orang mencium tangan Salamah bin Al-Akwa' ketika mengetahuinya membaiat Nabi Muhammad Saw.


Pandangan Para Ulama

Imam Ahmad bin Hanbal dan sejumlah ulama lainnya memberingan keringanan mencium untuk memuliakan (al-Takrim) dan kebagusan agamanya (al-Tadayyun)

Imam Malik dan sejumlah ulama lainnya memakruhkan memberikan tangannya untuk dicium oran lain. Sebab, itu merupakan salah satu bentuk ujub dan kesombongan. Bahkan sebaiknya mereka menahan tangannya sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin al-Khattab ketika Abu Ubaidah bin al-Jarrah ingin mencium tangannya. 


Kesimpulan Hukum

Ciuman di antara dua orang, hukumnya tergantung tujuannya dan tempat berciumannya. Bisa jadi karena kasih sayang (al-Hubb wa al-Rahmah), seperti ciuman bapak ke anak perempuannya atau ibu ke anak laki-lakinya. Termasuk juga ciuman saudara laki-laki terhadap saudari perempuannya, atau sebaliknya. Tidak ada masalah, selama tidak disertai syahwat. 

Ada sejumlah riwayat yang menjelaskan masalah ini.

👉Pertama, Nabi Muhammad Saw mencium anak perempuannya Fathimah ketika menemuinya. Beliau menyambutnya, menciumnya, dan menyuruhnya duduk di tempat duduknya. Bahkan, sejumlah riwayat dengan jelas menyatakan, bahwa beliau menciumnya di mulutnya, sebagaimana beliau juga menciumnya di sakit terakhirnya, yang menghantarkannya kepada kematian. 

👉Kedua, Abu Bakar al-Shiddiq radhiyallahu anhu membesuk anaknya Aisyah radhiyallahu anha ketika sakit. Maka, ia mencium pipi anak perempuannya itu. 

👉Ketiga, Khalid bin al-Walid radhiyallahu anhu juga diriwayatkan mencium pipi saudari perempuannya. 

Ciuman itu bisajadi adalah bentuk al-Takrim (penghormatan), seperti ciuman anak laki-laki kepada ibunya, atau ciuman anak perempuan kepada bapaknya, atau ciuman terhadap bibi dari pihak ayah atau pihak ibu. Biasanya di kepala atau tangan. Itu tidak ada masalah sama sekali. Namun jikalau dilakukan di bagian-bagian yang sensitif.

Bisa jadi juga ciuman itu ada kenikmatannya atau al-Lazzah, yaitu di antara pasangan suami istri. Maka, hukumnya tidak apa-apa. Bahkan, yang lebih besar dari itu diizinkan. 

Hanya saja, ciuman di antara orang-orang yang tidak mahram, maka hukumnya Haram. 

Allahu A'lam bi al-Shawab