Orang Alim, Jahil dan Hawa Nafsu

Orang Alim, Jahil dan Hawa Nafsu


Hikmah Ketiga Puluh Tujuh

وَلِأَنْ تَصْحَبَ جَاهِلاً لَا يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تَصْحَبَ عَالِمًا يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ. فَأَيُّ عِلْمٍ لِعَالِمٍ يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ وَأَيُّ جَهْلٍ لِجَاهِلٍ لَا يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ

“Jikalau engkau berteman dengan orang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, lebih baik bagimu daripada berteman dengan orang mengetahui yang memperturutkan hawa nafsunya. Ilmu apakah yang layak disandang oleh seorang alim yang memperturutkan hawa nafsunya, dan kejahilan apakah yang masih disandang oleh seseorang yang tidak memperturutkan hawa nafsunya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jikalau Anda berteman dengan orang yang tidak begitu mengetahui dan mendalami ilmu-ilmu syariat, seperti Fiqih, Tafsir, hadits dan sebagainya, akan tetapi dia mengamalkan ilmu yang dimilikinya dan tidak mengikuti hawa nafsunya, maka itu jauh lebih baik daripada berteman dengan seseorang yang memiliki banyak ilmu dan mendalami lmu syariat, namun larut dalam maksiat dan jarang mengamalkan ilmunya. 

Ilmu yang dimilikinya hanyalah untuk kebanggaan belaka dan ingin dipuji di hadapan khalayak ramai. Jikalau sendirian, maka dia akan melakukan ini dan melakukan itu, yang jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan Syara’. Sedangkan jikalau di hadapan umum, ia akan berlagak shaleh dan baik. Ini adalah sebuah kemunafikan yang nyata.

Orang yang hanya memiliki sedikit ilmu, namun ilmu itu mampu menyelamatkannya dari panasnya api neraka, tentu lebih baik dari seseorang yang memiliki segudang ilmu, namun semua itu hanya mengantarkannya menuju Jahannam. 

Oleh karena itu, jikalau kita memiliki ilmu, maka marilah kita berusaha menjalankannya. Janganlah tergiur dengan hawanafsu yang menginginkan kita untuk selalu berada di bawah kekuasaan. Lawanlah ia, maka kita akan mendapatkan kemenangan besar. 

Rasa manisnya iman hanya bisa dicicipi oleh seseorang yang hatinya dekat dengan Allah Swt, bukan sebaliknya. 

Hulu Segala Maksiat dan Ketaatan

Hulu Segala Maksiat dan Ketaatan


Hikmah Ketiga Puluh Enam

أَصْلُ كُلِّ مَعْصِيَّةِ وَغَفْلَةٍ وَشَهْوَةٍ الرِّضَا عَنِ النَّفْسِ. وَأَصْلُ كُلِّ طَاعَةٍ وَيَقِظَةٍ وَعِفَّةٍ عَدَمُ الرِّضَا عَنْكَ عَنْهَا

“Hulu segala maksiat, kelalaian dan syahwat adalah memperturutkan hawa nafsu. Sedangkan Hulu segala ketaatan, kewaspadaan dan kesucian diri adalah ketidak inginanmu memperturutkannya.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Ketika Anda melakukan maksiat yang membuat Anda jauh dari Allah Swt, atau ketika Anda lalai beribadah sehingga Anda terhijab dari-Nya, atau ketika Anda mengikuti syahwat yang membiat Anda terhalang mencapai-Nya, maka itu tidak lain hanyalah akibat hawa nafsu yang Anda perturutkan. 

Bagaimanapun, hawa nafsu itu tidak akan pernah rela dan membiarkan Anda berada di titik aman keimanan. Ia adalah senjata utama setan. Berapa banyak Ahli Ibadah yang berada di puncak Marifatnya, kemudian jatuh sehina-hinanya dalam lumpur kemaksiatan, karena tidak mampu menahan hawa nafsu yang bersarang dalam dirinya.

Sebaliknya, ketika Anda menjalani kehidupan ini dengan penuh ketaatan, kewaspadaan dan Iffah, maka itu adalah efek dari ketidak inginan Anda menuruti hawa nafsu. Keadaan seperti ini akan mebuat hati Anda bercahaya dan bersinar terang, sehingga Anda semakin dekat dengan-Nya dan berhak mendapatkan cahaya-Nya. Lama-kelamaan, Anda akan mampu mengetahui hikmah dan rahasia di balik peristiwa, karena mata hati Anda sudah terbuka dan hijab yang menutupi Anda sudah lenyap

Meninggalkan Sifat Manusiawi

Meninggalkan Sifat Manusiawi


Hikmah Ketiga Puluh Lima

اخْرُجْ مِنْ أَوْصَافِ بَشَرِيَّتِكَ عَنْ كُلِّ وَصْفٍ مُنَاقِضٍ لِعُبُوْدِيَّتِكَ لِتَكُوْنَ لِنِدَاءِ الْحَقِّ مُجِيْبًا وَمِنْ حَضْرَتِهِ قَرِيْبًا

“Keluarlah dari sifat-sifat manusiawimu, yaitu dari semua sifat yang kontradiksi dengan sifat Ubudiyyahmu, agar engkau bisa menyambut seruan Allah Swt dan dekat dari hadirat-Nya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Wahai hamba Allah Swt, bebaskanlah dirimu dari sifat-sifat kemanusiaan yang tercela dan terhina, seperti suka mengikuti syahwat, bakhil, cinta harta dan sebagainya, agar Anda bisa biaa menyambut perintah-Nya dan semakin dekat dengan-Nya. 

Selama Anda masih berpakaiankan syahwat, maka jarak Anda akan semakin jauh dari-Nya, dan cahaya-Nya akan semakin redup di hatimu. Tinggalkanlah sifat jelek yang mirip dengan sifat kebinatangan itu, agar Anda mulia di hadapan penduduk bumi dan mulia di hadapan penduduk langit. 

Manusia itu memiliki potensi lebih baik dari para Malaikat, yaitu ketika mereka menanggalkan semua sifat jeleknya dan menjalankan semua perintah-Nya. Dan mereka juga berpotensi lebih buruk dari binatang, yaitu jikalau mereka hanya mau mengikuti hawa nafsunya dan berpaling dari aturan-aturan yang ditetapkan-Nya. 

Pilihan ada di tangan Anda. Dia sudah menunjukkan jalan kebenaran dan jalan kemaksiatan. Dan Anda memiliki akal untuk menentukannya

Terhijab

Terhijab


Hikmah Ketiga Puluh Empat

الْحَقُّ لَيْسَ بِمَحْجُوْبٍ, وَإِنَّمَا الْمَحْجُوْبُ أَنْتَ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهِ, إِذْ لَوْ حَجَبَهُ شَيْءٌ لَسَتَرَهُ مَا حَجَبَهُ. وَلَوْ كَانَ لَهُ سَاتِرٌ لَكَانَ لِوُجُوْدِهِ حَاصِرٌ وَكُلُّ حَاصِرٍ لِشَيْءٍ فَهُوَ لَهُ قَاهِرٌ. وَهُوُ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ

“Allah Swt tidak terhijab, akan tetapi engkaulah yang terhijab melihat-Nya. Karena jikalau ada sesuatu yang menghijab-Nya, maka Dia akan menutup apa yang menghijabnya itu. Jikalau ada penutup-Nya, berarti wujud-Nya terbatas. Sesuatu yang membatasi sesuatu lainnya, tentu ia menguasainya. Dan Dia Maha Kuasa terhadap para hamba-Nya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Allah Swt tidak pernah terhijab, atau ada sesuatu yang menghalangi-Nya. Jikalau Anda tidak pernah mendapati-Nya dan menyaksikan cahaya-Nya, maka Andalah yang terhijab dari-Nya. Ini tidak akan terjadi, kecuali karena mata hati Anda telah buta dan tertutupi maksiat. Ibarat cermin, hati Anda sudah dipenuhi karat dan kotoran. Semakin Anda bermaksiat, maka mata hati Anda akan semakin buta. 

Apa gunanya mata melihat, jikalau hati tidak mengenal hidayah-Nya. Anda akan tersesat dan akan terus tersesat di lembah kehinaan. Tidak ada jalan lain, kecuali kembali kepada-Nya dan bertaubat Nashuha, agar cahaya-Nya kembali diberikan-Nya. Dia adalah Zat yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 

Jikalau ada sesuatu yang menghijab-Nya, maka hijab itu akan dihilangkan-Nya, bahkan dihancurkan-Nya. Dia tidak akan mampu dihijab selama-lamanya, karena kekuasaan-Nya tidak terbatas. Dan ini berbanding terbalik dengan makhluk-Nya, yang hanya memiliki kemampuan terbatas. 

Sekuat apapun Anda, sebanyak apapun harta Anda dan sebebesar apapun kekuasaan Anda, maka Anda tetaplah budak-Nya dan hamba-Nya yang harus berbakti dan mengabdikan diri kepada-Nya. Jikalau Anda ingkar, maka azad-Nya siap menanti, baik di dunia maupun di akhirat kelak.  

Mengenal Aib Diri

Mengenal Aib Diri


Hikmah Ketiga Puluh Tiga

تَشَوُّفُكَ إِلَى مَا بَطَنَ فِيْكَ مِنَ الْعُيُوْبِ خَيْرٌ مِنْ تَشَوُّفِكَ إِلَى مَا حُجِبَ عَنْكَ  مِنَ الْغُيُوْبِ

“Keinginanmu untuk mengetahui aib-aib yang tersembunyi di dalam dirimu lebih baik dari keinginanmu untuk mengetahui perkara-perkara ghaib yang tersimpan di dalam dirimu.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Keinginan Anda untuk mengetahui dan melepaskan semua sifat-sifat buruk yang ada di dalam diri Anda, seperti iri, dengki, loba, pelit dan sebagainya, jauh lebih baik daripada Anda sibuk mencari perkara-perkara ghaib yang ada di dalam diri Anda, seperti kekuatan tersembunyi atau kemampuan lainnya yang tidak kasat mata. 

Perbaikilah diri Anda terlebih dahulu, karena ia akan menentukan perjalanan Anda menuju ke hadirat-Nya. Jangan pernah lalai menjalankan perintah-Nya, karena disitulah sumber kebahagiaan sebenarnya. Dekatkanlah dirimu dengan-Nya, maka Dia akan dekat kepadamu.