Intervensi Nafsu Dalam Lapang dan Sempit

Intervensi Nafsu Dalam Lapang dan Sempit


Hikmah Kedelapan Puluh Tiga

الْبَسْطُ تَأْخُذُ النَّفْسُ مِنْهُ حَظَّهَا بِوُجُوْدِ الْفَرْحِ, وَالْقَبْضُ لَا حَظَّ لِلنَّفْسِ فِيْهِ

“Nafsu mengambil peranan dalam masa lapang, yaitu dengan kebahagiaan. Dan nafsu tidak ada peranan dalam masa sempit.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Biasanya, ketika seseorang mendapatkan kelapangan, baik harta maupun nikmat lainnya, ia senang dan bahagia. Jikalau tidak hati-hati, maka ini adalah jalan masuknya nafsu. Ketika itu ia akan meremehkan orang-orang yang kurang darinya, baik kurang harta maupun kurang bahagia atau sedang menderita. Ini adalah bentuk adab yang buruk terhadap makhluk. 


Lebih parah lagi, jikalau tidak hati-hati, maka ia akan terjerumus dalam sikap kurang ajar terhadap Allah Swt, misalnya merasa hebat dan sombong karena berhasil mendapatkan kelapangan. Ia merasa, bahwa semua yang didapatkannya adalah hasil kerja kerasnya dan buah keringatnya. Padahal kenyataannya tidaklah seperti itu. Semua yang didapatkannya adalah karunia-Nya. 


Ini berbanding terbalik dengan kesempitan. Dalam keadaan ini, tidak ada intervensi nafsu. Jiwanya sudah dipenuhi keresahan, kegelisahan dan kebutuhan kepada-Nya. Bagaimana mungkin ia akan menjauhi-Nya; padahal ia justru sangat membutuhkan-Nya. Ia akan semakin menjaga adab-adabnya bersama-Nya, sehingga bisa mendapatkan curahan rahmat-Nya dan rezki-Nya.