Karunia Dalam Kesulitan

Karunia Dalam Kesulitan


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Tujuh 

Karunia Dalam Kesulitan

رُبَمَا وَجَدْتَ الْمَزِيْدَ فِي الْفَاقَاتِ مَا لَا تَجِدْهُ فِي الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ

“Bisa jadi engkau mendapatkan kelebihan di dalam kesulitan, yang tidak engkau dapatkan dalam puasa dan shalat.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari

 

Kadang-kadang Anda justru mendapatkan keuntungan besar dalam berbagai ujian dan cobaan yang mendera Anda. Biasanya, ketika itu Anda akan mendaki menuju tangga yang lebih baik. Anda berusaha mengintropeksi diri dan memperbaiki hati. Jikalau selama ini ada kesalahan, maka Anda akan memperbaikinya. Jikalau selama ini Anda lalai bersedekah, maka Anda akan melakukannya. Dan banyak lagi inisiatif kebaikan yang muncul ketika Anda berada dalam kesulitan. 

Kelebihan ini mungkin tidak akan Anda dapatkan dalam shalat dan puasa; padahal keduanya adalah ibadah utama yang merupakan bagian dari rukun Islam. Ketika Anda berpuasa, misalnya, maka Anda hanya merasakan kelaparan dan kehausan, dan tidak ada rasa penyesalan terhadap kesalahan-kesalahan yang Anda lakukan dan rasa hina di hadapan Ilahy, karena pada saat bersamaan kaum muslimin lainnya juga melakukan apa yang Anda lakukan. Begitu halnya ketika Anda mengerjakan shalat. 

Oleh karena itu, nikmatilah musibah dan bencana yang menimpa Anda. Segala ketentuan-Nya pasti ada hikmahnya. Di balik satu kesusahan ada dua kemudahan, bahkan kemudahan itu selalu mengiringinya dan tidak pernah meninggalkannya. 

Jangan pernah mengeluh; apalagi mencela!!!

Jikalau Berbagai Kesulitan Menimpa

Jikalau Berbagai Kesulitan Menimpa

 

Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Enam

Jikalau Berbagai Kesulitan Menimpa

وُرُوْدُ الْفَاقَاتِ أَعْيَادُ الْمُرِيْدِيْنَ

“Datangnya berbagai kesulitan adalah hari raya bagi para murid.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Jikalau Anda ditimpa berbagai musibah dan kesulitan, maka ketahuilah bahwa itu adalah masa-masa yang baik bagi orang-orang yang ingin mendekatkan dirinya kepada Allah Swt. Bukanlah ketika itu hati Anda akan patah dan diliputi kesedihan? Dan kepada siapakah Anda mengadu pada waktu itu? 

Yah, Anda akan menghampiri-Nya dengan segenap hati Anda. Tidak ada lagi rasa egois. Anda akan merasa hina-dina di hadapan-Nya. Pada waktu itu, hati Anda akan bersih dari segala bentuk Ubudiyyah kepada selain-Nya. 

Cobalah Anda perhatikan orang yang terdampar di lautan luas. Tidak ada lagi yang mampu menyelamatkan mereka, kecuali kematian. Apakah yang akan mereka lakukan pada waktu itu? 

Tidak ada yang bisa diucapkannya dan dilakukannya, kecuali menyerahkan dirinya sepenuh hati kepada Rabb-Nya. Ia akan menangis dan mengikhlaskan seganap usahanya kepada-Nya, seraya berharap mudah-mudahan masih ada baginya kehidupan di hari esok. 

Begitulah hari raya yang dimaksud dalam bait kata-kata ini, yaitu hari ketika Anda menyerahkan diri sepenuhnya kepada Zat yang Maha Pencipta. 

Apa yang Perlu Diingatkan dan Ditegur?

Apa yang Perlu Diingatkan dan Ditegur?

 
Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Lima

Apa yang Perlu Diingatkan dan Ditegur?

إِنَّمَا يُذَكَّرُ مَنْ يَجُوْزُ عَلَيْهِ الْإِغْفَالُ وَإِنَّمَا يُنَبَّهُ مَنْ يُمْكِنُ مِنْهُ الْإِهْمَالُ

“Yang diingatkan itu adalah yang bisa lalai, dan yang ditegur itu adalah yang teledor.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Orang yang layak diingatkan tentang permintaan adalah orang yang lalai. Sifat ini adalah tabiat asli manusia, yang selalu lupa dan lalai. Jikalau ia memegang hak orang lain, kemudian tidak diingatkan, maka bisa jadi ia akan lupa dan memakannya, atau memberikannya kepada keluarganya; padahal barang itu bukan haknya. Sifat seperti ini tidak berlaku bagi Allah Swt. Dia bersih dari segala sifat kekurangan. 

Dan apa hak Anda yang berada di tangan-Nya, sehingga Anda mengingatkan-Nya. Bukankah segala sesuatu adalah milik-Nya; termasuk apa yang Anda pegang dan miliki selama ini. Kepemilikan Anda hanyalah bersifat semu, sedangkan pemilik hakikinya adalah diri-Nya. Jadi, Dia tidak perlu diingatkan, karena Dia tidak pernah lalai sekejappun. 

Dan orang yang layak ditegur adalah orang yang lalai memberikan hak orang lain. Jikalau Anda menitipkan sesuatu kepada orang lain, kemudia ia lupa mengembalikannya, maka silahkanlah Anda menegurnya, karena itu adalah hak Anda. Sifat ini juga tidak berlaku bagi Allah Swt. Dia akan memberkan hak setiap hamba-Nya, tanpa perlu ditegur. 

Intinya, jikalau Anda berdoa hanya sekedar untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan, maka ini adalah sebuah kesalahan besar. Seolah-olah Anda menuduh-Nya tidak akan memberikan bagian Anda. Jikalau Anda berdoa, maka yakinilah dan kerjakanlah sebagai bentuk Ubudiyyah Anda kepada-Nya. 

Berdoalah Selalu Kepada Allah Swt

Berdoalah Selalu Kepada Allah Swt


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Empat

Berdoalah Selalu Kepada Allah Swt

رُبَمَا دَلَّهُمُ الْأَدَبُ عَلَى تَرْكِ الطَّلَبِ اعْتِمَادًا عَلَى قِسْمَتِهِ وَاشْتِغَالًا بِذِكْرِهِ

 عَنْ مَسْئَلَتِهِ

“Kadangkala adab menuntun mereka untuk tidak meminta (berdoa) karena bergantung dengan pembagian Allah Swt dan sibuk dengan zikir-Nya.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


 Kadang-kadang Adab bersama Allah Swt menuntun orang-orang Arif dan bijaksana untuk tidak meminta kepada-Nya. Mereka takut jikalau hal ini masuk dalam kategori tidak beradab terhadap-Nya; padahal Dia telah menentukan rezki para hamba-Nya semenjak zaman azali. Semua itu semata-mata karunia-Nya, bukan karena ada intervensi atau usaha dari pihak lain. 

Meminta yang dimaksudkan disini adalah berdoa untuk sekedar mendapatkan sesuatu. Sedangkan jikalau berdoa untuk menunjukkan Ubudiyyah dan menjalankan hak Rububiyyah, maka itu adalah salah satu bentuk kesempurnaan dalam diri seorang hamba. 

Orang-Orang Arif biasanya lebih sibuk dengan berzikir mengingat-Nya, baik dengan lisan maupun hati, daripada meminta dan menuntut-Nya. Jikalau mereka sibuk mengingat-Nya, maka Dia akan memberikan sesuatu lebih baik dari apa yang diberikan-Nya kepada orang-orang yang meminta. Ketika Anda menyebut-nyebut nama-Nya, bukankah hal itu menunjukkan Anda membutuhkan-Nya dan fakir di hadapan-Nya. 

Cobalah Anda perhatikan di jalanan, bagaimana seorang pengemis selalu memanggil orang kaya yang dilihatnya berjalan di hadapan-Nya. Ia tidak mengatakan secara terus-terang, bahwa ia meminta duitnya, tetapi ia hanya menyeru. Namun seruannya itu sudah menunjukkan bahwa ia membutuhkan bantuan dan pemberian orang lain. 

Itulah hanyalah sekedar contoh. Dan Allah Swt Maha Mulia dari contoh yang rendah dan hina seperti ini. 

Kehendak Allah Swt Tempat Bergantung

Kehendak Allah Swt Tempat Bergantung


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Tiga

Kehendak Allah Swt Tempat Bergantung

إِنَّ الْمَشِيْئَةَ يَسْتَنِدُ كُلُّ شَيْءٍ وَلَا تَسْتَنِدُ هِيَ إِلَى شَيْءٍ

“Keinginan Allah Swt adalah tempat bersandar segala sesuatu, dan ia tidak bersandar kepada apapun.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Segala sesuatu yang ada di dunia ini bergantung dengan keinginan Allah Swt. Jikalau Anda melihat matahari yang memancarkan cahayanya dengan sangat terangnya, maka ketahuilah bahwa itu adalah atas kehendak-Nya. Andaikan saja Dia berkehendak lain, maka bisa jadi matahari itu redup dan tidak akan memancarkan lagi sinarnya selama-lamanya. 

Anda bisa bernafas dan berjalan pada hari ini, itu adalah karena keinginan-Nya. Andaikan Dia menginginkan Anda meninggal pada detik ini juga, maka Anda tidak akan pernah bisa menyelamatkan diri; walaupun Anda memiliki kecepatan yang luar biasa. Dan masih banyak lagi contoh lainnya yang menunjukkan keinginan-Nya adalah penopang segala sesuatu. 

Sedangkan keinginan-Nya, maka ia tidak bergantung dengan apapun. Dia menciptakan ini dan itu adalah berdasarkan pilihan-Nya. Tidak ada seorangpun atau apapun yang mengintervensi-Nya. Jangan Anda pernah menyangka, bahwa apa yang Anda dapatkan adalah berkat usaha Anda sendiri, atau doa Anda. Tidak, sama sekali tidak. Itu adalah keinginan-Nya, yang sudah ditakdirkan menjadi bagian Anda. 

Antara Ketetapan Azali dengan Perbuatan

Antara Ketetapan Azali dengan Perbuatan


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Dua

Antara Ketetapan Azali dengan Perbuatan

عَلِمَ أَنَّ الْعِبَادَ يَتَشَوَّقُوْنَ إِلَى ظُهُوْرِ سِرِّ الْعِنَايَةِ, فَقَالَ: يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ, وَعَلِمَ أَنَّهُ لَوْ خَلَّاهُمْ وَذَلِكَ لَتَرَكُوْا الْعَمَلَ اعْتِمَادًا عَلَى الْأَزَلِ, فَقَالَ: إِنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ

“Allah Swt mengetahui bahwa para hamba ingin mengetahui rahasia pertolongan-Nya, sehingga Dia berfirman: Dia mengkhususkan dengan rahmat-Nya siapapun yang diinginkan-Nya. Dia juga mengetahui bahwa jikalau mereka dibiarkan, tentu mereka tidak akan mau beramal, karena berpegang dengan apa yang sudah di tetapkan pada zaman Azali, sehingga Dia berfirman: Rahmat Allah Swt dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Allah Swt Maha Tahu mengenai apa yang tersirat di dalam hati Anda; sebagaimana Dia mengetahui semua detail perbuatan lahir yang Anda lakukan. Dia mengetahui, bahwa Anda ingin mengetahui rahasia para hamba; kenapa orang ini mendapatkan keistimewaan seperti ini, dan orang itu mendapatkan keistimewaan seperti itu. Untuk menuntaskan keinginan tahuan Anda ini, maka Dia menegaskan di dalam Al-Quran Al-Karim:   

“Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar.” [Al-Baqarah: 105]

Artinya, Dia berhak memberikan keistimewaan tertentu kepada siapapun yang diinginkan-Nya. Dan ini tidak ada kaitannya dengan usaha seperti ini, maka akan mendapatkan hasil seperti ini; seperti yang diklaim sebahagian besar masyarakat. Ini berkaitan dengan hibah-Nya. Selama ini, pemikiran yang berkembang di kalangan masyarakat, bahwa jikalau seseorang ingin mendapatkan kelebihan tertentu, misalnya tahan besi, atau tidak mempan peluru dan sebagainya, maka ia harus mengamalkan ibadah-ibadah tertentu. Ini sama sekali tidak benar, dan tidak ada dalil yang menjelaskan, bahkan bisa masuk dalam kategori syirik, karena beribadah untuk mengharapkan sesuatu selain-Nya. Semua yang didapatkan oleh seseorang adalah karunia-Nya semata. 

Selain itu, Dia jugalah yang menentukan, siapakah di antara para hamba-Nya yang masuk ke dalam ketegori orang-orang yang mendapatkan hidayah-Nya dan berbahagia di Akhirat kelak, dan siapa pula yang masuk ke dalam kategori orang-orang yang sengsara dan akan mendiami nerakanya di Akhirat kelak. Semua itu sudah ada dalam catatan-Nya. 

Jikalau mereka diberitahukan tentang rahasia para hamba, maka mereka akan meninggalkan amal kebajikan, karena bergantung dengan apa yang sudah ditetapkan di Lauh Mahfudz. Padahal, amalan-amalan yang dkerjakannya selama di dunia ini adalah jalan dan sarana menggapai apa yang diharapkannya. Mereka akan menyangka, bahwa orang-orang yang sudah ditakdirkan bahagia, maka ia akan tetap bahagia; walaupun tidak beramal sama sekali. Dan orang-orang yang sudah ditakdirkan sengsara, maka ia akan sengsara; walaupuan melakukan banyak amalan. 

Untuk menghilangkan prasangka buruk ini, maka Dia berfirman dalam Al-Quran Al-Karim: 

“Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” [Al-A’raaf: 56]

Artinya, rahmat Allah Swt dekat dari orang-orang Muhsinin, yaitu orang-orang yang rajin mengerjakan amal shaleh. Dan ia jauh dari orang-orang Musi-in, yaitu orang-orang yang gemar mengerjakan amal-amal kejahatan. Ketentuan-Nya memang sudah ada semenjak zaman azali, namun perlu diingat bahwa Dia menjadikan alamat-alamat dan tanda-tanda yang menunjukkan masing-masing kelompok. Jikalau ia rajin mengerjakan amal-amal kebajikan, maka tentu ia termasuk kelompok Ihsan. Jikalau sebaliknya, tentu ia akan jauh dari sifat Ihsan. Dan Dia tidak akan pernah menyia-nyiakan amalan para hamba-Nya. 

Tidak selayaknya seorang muslim meninggalkan amal kebajikan, ketaatan dan ibadah, karena bergantung dengan ketetapan Azali. Sama sekali tidak pantas. 

Kandungan Zaman Azali

Kandungan Zaman Azali


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Satu

Kandungan Zaman Azali

عِنَايَتُهُ فِيْكَ لَا لِشَيْءٍ مِنْكَ. وَأَيْنَ كُنْتَ حِيْنَ وَاجَهَتْكَ عِنَايَتُهُ وَقَابَلَتْكَ رِعَايَتُهُ. لَمْ يَكُنْ فِي أَزَلِهِ إِخْلَاصُ أَعْمَالٍ وَلَا وُجُوْدُ أَحْوَالٍ, بَلْ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ إِلَّا مَحْضُ الْإِفْضَالِ وَعَظِيْمُ النَّوَالِ

“Pertolongan Allah Swt kepadamu bukanlah karena sesuatu yang berasal dari dirimu. Dimana engkau ketika pertolongan-Nya menghampirimu dan penjagaan-Nya dan menemuimu. Ketika zaman azali belum ada yang  namanya ikhlas beramal dan keadaan spritual, bahkan tidak ada sesuatupun pada masa itu kecuali hanya karunia dan pemberian yang besar.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari 

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari 


Pertolongan yang diberikan oleh Allah Swt kepada Anda, bukanlah karena sesuatu yang Anda persembahkan kepada-Nya. Jikalau Dia memberikan Anda rezki di tengah kesulitan Anda, atau dalam menjalani kehidupan sehari-hari, maka ketahuilah bahwa itu adalah bentuk karunia-Nya dan rezki-Nya kepada Anda. Jangan menyangka, bahwa usaha Andalah yang menyebabkan-Nya melakukan itu. 

Jikalau Anda berpendapat seperti itu selama ini, maka segeralah sadar dan insaf. Kemana saja pemikiran Anda selama ini, yaitu ketika Dia memberikan berbagai bantuan-Nya kepada Anda, mulai dari makanan yang menghindarkan Anda dari rasa lapar, minuman yang membebaskan Anda dari rasa haus, pakaian yang melindungi Anda dari rasa dingin, dan sebagainya. Kemudian kemanakah fikiran Anda ketika Dia memberikan penjagaan-Nya kepada Anda. Ketika, misalnya, Anda berada di jurang kematian, maka Dia menyelamatkan Anda dengan kekuasaan-Nya. Ingatlah semua itu, dan fikirkanlah baik-baik

Pada zaman azali dulu, tidak ada yang namanya ikhlas beramal dan keadaan-keadaan spritual, karena Anda dan seluruh manusia ini belum Ada, begitu juga halnya dengan ketetapan hukum. Pada waktu itu, yang ada hanyalah karunia-Nya dan kedermawanan-Nya. 

Sudahlah, janganlah mengkhayal lagi. Jangan pernah menyangka, bahwa permintaan Andalah yang menyebabkannya memberikan apa yang Anda inginkan. Tidak, sama sekali tidak. Semua yang Anda terima pada saat sekarang ini adalah karunia-Nya semata dan sudah ditentukan-Nya semenjak zaman azali. 

Ketentuan Azali Sangatlah Mulia

Ketentuan Azali Sangatlah Mulia


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh

Ketentuan Azali Sangatlah Mulia

جَلَّ حُكْمُ الْأَزَلِ أَنْ يَنْضَافَ إِلَى الْعِلَلِ

“Ketentuan azali Allah Swt sangatlah mulia jikalau disandarkan pada berbagai sebab.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari 

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari 


Ketentuan Allah Swt yang termaktub di Lauh Mahfudz semenjak zaman azali, apakah Dia akan memberikan rezki-Nya kepada Anda atau tidak, tidak layak disandingkan dengan rangkaian sebab-musabbab yang baru muncul kemudian hari. 

Dia adalah Zat yang Maha Mulia dan Maha Pemberi. Jikalau Dia ingin memberi, maka Dia tidak membutuhkan doa Anda. Cukuplah dengan mengatakan “Terjadi”, maka akan terjadilah apa yang diinginkan-Nya. 

Sekali lagi, doa yang Anda panjatkan adalah salah satu bentuk Ubudiyyah Anda kepada-Nya, yaitu Ubudiyyah seorang hamba kepada Tuhannya. Ia bukanlah rangkaian sebab, karena segala sesuatu di dunia ini sudah ada dalam ketetapan-Nya. 

Antara Doa dan Ketentuan Allah Swt

Antara Doa dan Ketentuan Allah Swt


 Hikmah Keseratus Enam Puluh Sembilan

Antara Doa dan Ketentuan Allah Swt

كَيْفَ يَكُوْنُ طَلَبُكَ اللَّاحِقُ سَبَبًا فِي عَطَائِهِ السَّابِقِ

“Bagaimana mungkin permintaanmu yang datang kemudian menjadi sebab pemberian Allah Swt yang sudah ditentukan sebelumnya.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


 Jikalau Anda mendapatkan sesuatu pada hari ini, apakah itu karena permintaan Anda kepada Allah Swt dalam setiap doa Anda?

Tidak, sama sekali tidak. Bagaimana mungkin permintaan yang baru saja Anda panjatkan kepada-Nya bisa mendatangkan sesuatu yang sudah ditakdirkan-Nya bagi Anda. Mustahil. Apa yang Anda dapatkan hari ini, di masa lalu dan di masa depan, semua itu sudah ditetapkan-Nya di Lauh Mahfuzd. Tugas adalah berdoa kepada-Nya sebagai bentuk Ubudiyyah Anda, bukan jalan untuk memperoleh apa yang Anda inginkan. 

Inilah salah satu kesalahan yang banyak terjadi di kalangan masyarakat awam. Mereka memandang doa itu bukanlah bentuk Ubudiyyahnya kepada sang Khalik, tetapi menganggapnya sebagai sarana yang menyebabkannya mendapatkan apa yang dipintanya. 

Kenapa Anda Meminta Kepada Allah Swt?

Kenapa Anda Meminta Kepada Allah Swt?


Hikmah Keseratus Enam Puluh Delapan

Kenapa Anda Meminta Kepada Allah Swt?

لَا يَكُنْ طَلَبُكَ تَسَبُّبًا إِلَى الْعَطَاءِ مِنْهُ فَيَقِلَّ فَهْمُكَ عَنْهُ, وَلْيَكُنْ طَلَبُكَ لِإِظْهَارِ الْعُبُوْدِيَّةِ وَقِيَامًا بِحُقُوْقِ الرُّبُوْبِيَّةِ

“Jangan sampai permintaanmu engkau jadikan sebab pemberian, sehingga pemahamanmu minim tentang Allah Swt. Jadikanlah permintaanmu untuk menampakkan Ubudiyyah dan menjalankan hak-hak Rububiyyah.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Ketika Anda meminta kepada Allah Swt, kemudian Anda mendapatkan apa yang Anda inginkan, maka janganlah menyangka bahwa Anda mendapatkannya karena doa Anda kepada-Nya. Seolah-olah, Dia tidak akan memberikan Anda, kecuali jikalau Anda meminta kepada-Nya. Ini adalah pemikiran bodoh dan tolol yang tidak layak dimiliki seorang hamba. 

Jikalaupun Anda tidak meminta kepada-Nya, maka Dia akan tetapkan memberikannya kepada Anda, karena Dia adalah Zat yang Maha Mulia dan Maha Dermawan. Tidak ada yang sulit baginya. Dengan kata-kata “kun”, maka segala keinginan-Nya dan perintah-Nya akan terwujud. 

Anda memang dituntut berdoa kepada-Nya, namun itu bertujuan untuk menunjukkan kefakiran Anda dan kehinaan Anda di hadapan-Nya. Anda adalah seorang hamba yang harus menjalankan hak Ubudiyyah kepada-Nya, dan juga harus menjalankan hak-hak Rububiyyah. 

Renungkanlah itu baik-baik, karena benang merah di antara kedua jenis sikap berdoa tadi sangat tipis sekali.