Antara Ketetapan Azali dengan Perbuatan

Antara Ketetapan Azali dengan Perbuatan


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Dua

Antara Ketetapan Azali dengan Perbuatan

عَلِمَ أَنَّ الْعِبَادَ يَتَشَوَّقُوْنَ إِلَى ظُهُوْرِ سِرِّ الْعِنَايَةِ, فَقَالَ: يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ, وَعَلِمَ أَنَّهُ لَوْ خَلَّاهُمْ وَذَلِكَ لَتَرَكُوْا الْعَمَلَ اعْتِمَادًا عَلَى الْأَزَلِ, فَقَالَ: إِنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ

“Allah Swt mengetahui bahwa para hamba ingin mengetahui rahasia pertolongan-Nya, sehingga Dia berfirman: Dia mengkhususkan dengan rahmat-Nya siapapun yang diinginkan-Nya. Dia juga mengetahui bahwa jikalau mereka dibiarkan, tentu mereka tidak akan mau beramal, karena berpegang dengan apa yang sudah di tetapkan pada zaman Azali, sehingga Dia berfirman: Rahmat Allah Swt dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Allah Swt Maha Tahu mengenai apa yang tersirat di dalam hati Anda; sebagaimana Dia mengetahui semua detail perbuatan lahir yang Anda lakukan. Dia mengetahui, bahwa Anda ingin mengetahui rahasia para hamba; kenapa orang ini mendapatkan keistimewaan seperti ini, dan orang itu mendapatkan keistimewaan seperti itu. Untuk menuntaskan keinginan tahuan Anda ini, maka Dia menegaskan di dalam Al-Quran Al-Karim:   

“Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar.” [Al-Baqarah: 105]

Artinya, Dia berhak memberikan keistimewaan tertentu kepada siapapun yang diinginkan-Nya. Dan ini tidak ada kaitannya dengan usaha seperti ini, maka akan mendapatkan hasil seperti ini; seperti yang diklaim sebahagian besar masyarakat. Ini berkaitan dengan hibah-Nya. Selama ini, pemikiran yang berkembang di kalangan masyarakat, bahwa jikalau seseorang ingin mendapatkan kelebihan tertentu, misalnya tahan besi, atau tidak mempan peluru dan sebagainya, maka ia harus mengamalkan ibadah-ibadah tertentu. Ini sama sekali tidak benar, dan tidak ada dalil yang menjelaskan, bahkan bisa masuk dalam kategori syirik, karena beribadah untuk mengharapkan sesuatu selain-Nya. Semua yang didapatkan oleh seseorang adalah karunia-Nya semata. 

Selain itu, Dia jugalah yang menentukan, siapakah di antara para hamba-Nya yang masuk ke dalam ketegori orang-orang yang mendapatkan hidayah-Nya dan berbahagia di Akhirat kelak, dan siapa pula yang masuk ke dalam kategori orang-orang yang sengsara dan akan mendiami nerakanya di Akhirat kelak. Semua itu sudah ada dalam catatan-Nya. 

Jikalau mereka diberitahukan tentang rahasia para hamba, maka mereka akan meninggalkan amal kebajikan, karena bergantung dengan apa yang sudah ditetapkan di Lauh Mahfudz. Padahal, amalan-amalan yang dkerjakannya selama di dunia ini adalah jalan dan sarana menggapai apa yang diharapkannya. Mereka akan menyangka, bahwa orang-orang yang sudah ditakdirkan bahagia, maka ia akan tetap bahagia; walaupun tidak beramal sama sekali. Dan orang-orang yang sudah ditakdirkan sengsara, maka ia akan sengsara; walaupuan melakukan banyak amalan. 

Untuk menghilangkan prasangka buruk ini, maka Dia berfirman dalam Al-Quran Al-Karim: 

“Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” [Al-A’raaf: 56]

Artinya, rahmat Allah Swt dekat dari orang-orang Muhsinin, yaitu orang-orang yang rajin mengerjakan amal shaleh. Dan ia jauh dari orang-orang Musi-in, yaitu orang-orang yang gemar mengerjakan amal-amal kejahatan. Ketentuan-Nya memang sudah ada semenjak zaman azali, namun perlu diingat bahwa Dia menjadikan alamat-alamat dan tanda-tanda yang menunjukkan masing-masing kelompok. Jikalau ia rajin mengerjakan amal-amal kebajikan, maka tentu ia termasuk kelompok Ihsan. Jikalau sebaliknya, tentu ia akan jauh dari sifat Ihsan. Dan Dia tidak akan pernah menyia-nyiakan amalan para hamba-Nya. 

Tidak selayaknya seorang muslim meninggalkan amal kebajikan, ketaatan dan ibadah, karena bergantung dengan ketetapan Azali. Sama sekali tidak pantas.