Lalai Berzikir

Lalai Berzikir


Hikmah Keempat Puluh Sembilan

لَا تَتْرُكِ الذِّكْرَ لِعَدَمِ حُضُوْرِكَ مَعَ اللهِ فِيْهِ, لِأَنَّ غَفْلَتَكَ عَنْ وُجُوْدِ ذِكْرِهِ أَشَدُّ مِنْ غَفْلَتِكَ فِي وُجُوْدِ ذِكْرِهِ. فَعَسَى أَنْ يَرْفَعَكَ مِنْ ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ غَفْلَةٍ إِلَى ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ يَقِظَةٍ, وَمِنْ ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ يَقِظَةٍ إِلَى ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ حُضُوْرٍ, وَمِنْ ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ حُضُوْرٍ إِلَى ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ غَيْبَةٍ عَمَّا سِوَى الْمَذْكُوْرِ. وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللهِ بِعَزِيْزٍ. 

“Janganlah engkau meninggalkan zikir karena tidak bisa konsentrasi mengingat Allah Swt ketika melakukanya, karena kelalainmu ketika tidak berzikir jauh lebih buruk dari kelalaianmu ketika berzikir. Mudah-mudahan Dia mengangkatmu dari zikir yang masih disertai kelalaian menuju zikir yang disertai konsentrasi, dari zikir yang disertai konsentrasi menuju zikir yang disertai semangat kehadiran-Nya, dari zikir yang disertai semangat kehadiran-Nya menuju zikir yang meniadakan segala sesuatu selain diri-Nya. Dan itu tidaklah sulit bagi-Nya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Janganlah Anda meninggalkan zikir, karena Anda tidak bisa konsentrasi mengingat-Nya, baik karena pekerjaan maupun urusan-urusan dunia lainnya. Jikalau Anda menyangka, bahwa apa yang Anda lakukan tidak bermamfaat sama sekali, maka itu adalah sebuah kesalahan besar. 

Tidak. Sekali lagi tidak. Jangan meninggalkannya. Jikalau Anda berzikir; walaupuan hati Anda tidak bisa konsentrasi, itu jauh lebih baik daripada Anda tidak berzikir sama sekali. Perbedaannya bagaikan langit dan bumi, bagaikan dua orang yang punggungnya berhadap-hadapan dan mukanya saling menjauh. 

Ketika seseorang meninggalkan zikir, berarti ia meninggalkannya secara keseluruhan. Tidak ada kebaikan yang diperolehnya dan pahala yang didapatkannya. Sedangkan orang yang berzikir; walaupun hatinya masih lalai, ia masih berhak mendapatkan pahala, terutama pahala beribadah. Orang yang mendapatkan sebahagian keutamaannya tentu lebih baik dari orang yang tidak mendapatkannya sama sekali. 

Berdasarkan Matan ini, kita bisa mengetahui bahwa zikir itu ada tingkatannya: 

  • -Zikir tanpa konsentrasi hati (Adz-Zikr Ma’a Wujud Ghaflah)
  • -Zikir dengan konsentrasi (Adz-Zikr Ma’a Yaqizhah)
  • -Zikir dengan semangat kehadiran-Nya (Adz-Zikr Ma’a Hudhur)
  • -Zikir dengan meniadakan segala selain-Nya (Adz-Zikr Ma’a Ghaibah)


Jikalau Anda masih berzikir dan konsisten menjalankannya, maka mudah-mudahan Dia mengangkat derajat Anda menuju zikir yang disertai konsentrasi. Setelah itu, mudah-mudahan Dia mengangkat Anda menuju zikir yang disertai semangat kehandiran-Nya. Setelah itu, mudah-mudahan Dia mengangkat Anda menuju zikir yang meniadakan segala selain-Nya. Menaikkan Anda dari satu tingkatan ke tingkatan lainnya, bukanlah sesuatu yang sulit bagi-Nya. Hanya dengan “Terjadilah”, maka apa yang diinginkan-Nya akan terjadi. 

Allah Swt sengaja membuat tahapan-tahapan ini, karena seorang hamba tidak akan mampu mencapai tingkatan tertinggi, kecuali melalui tingkatan sebelumnya. Ada banyak hikmah yang bisa Anda dapatkan di dalamnya. 

Ketika, misalnya, Anda menhentikan zikir, karena tidak kunjung mampu berkonsentrasi, maka lama-kelamaan hati Anda akan dipenuhi kegelapan dan karat, sehingga jikalau tidak dibersihkan, maka cahaya hati akan padam dan dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam kekufuran. 

Selama Anda masih mempertahankan ritme zikir, maka Dia akan membantu Anda dan mengembalikan konsentrasi yang Anda harapkan. Lama-kelamaan Anda akan mendapatkan tingkatan tertinggi di kalangan para Sufi, dan itu masih di bawah tingkatan para Nabi dan Rasul.