Cahaya Hati

Cahaya Hati


Hikmah Keempat Belas

Cahaya Hati

كَيْفَ يَشْرِقُ قَلْبٌ, صُوَرُ الْأَكْوَانِ مُنْطَبِعَةٌ فِي مِرْآتِهِ أَمْ كَيْفَ يَرْحَلُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُكَبَّلٌ بِشَهَوَاتِهِ أَمْ كَيْفَ يَطْمَعُ أَنْ يَدْخُلَ حَضْرَةَ اللهِ وَهُوَ لَمْ يَتَطَهَّرْ مِنْ جَنَابَةِ غَفَلَاتِهِ أَمْ كَيْفَ يَرْجُو أَنْ يَفْهَمَ دَقَائِقَ الْأَسْرَارِ وَهُوَ لَمْ يَتُبْ مِنْ هَفَوَاتِهِ

“Bagaimana hati akan bercahaya, jikalau gambaran-gambaran dunia sudah melekat di cerminnya. Atau bagaimana ia akan menuju Allah Swt, jikalau ia masih terikat syahwat-syahwatnya. Atau bagaimana ia ingin memasuki hadirat-Nya, jikalau ia belum membersihkan dirinya dari junub kelalaian-kelalaiannya. Atau bagaimana ia bisa berharap mampu memahami inti rahasia-rahasia, jikalau ia belum bertaubat dari kesalahan-kesalahannya?!”

(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]

***


Bagaimana mungkin hati Anda akan mendapatkan cahaya Allah Swt, jikalau Anda masih memperserikatkan-Nya dengan makhluknya. Anda lebih mementingkan dunia dari diri-Nya. Jikalau Anda shalat, maka Anda mengerjakannya demi pujian. Jikalau Anda bersedekah, maka Anda mengharapkan balasan materi semata. Jikalau Anda menunaikan haji, maka Anda ingin dihormati. Ikhlaskanlah niat Anda terlebih dahulu, maka semua hasrat dunia akan mengikuti Anda; walaupuan Anda tidak menginginkannya. 

Jikalau Anda ingin mendapatkan cahaya-Nya, maka lepaskanlah gambaran-gambaran dunia yang ada di dalam hati Anda. Ikhlaskanlah diri berbadah kepada-Nya. Di dalam hati seorang hamba, tidak mungkin berkumpulan dua penguasa. Hanya boleh satu saja, yaitu Allah Swt.

Bagaimana Anda bisa mencicipi rasa manisnya mencintai Allah Swt, jikalau Anda masih larut dalam syahwat-syahwat keduniaan. Jikalau tidak ada uang, maka Anda akan meninggalkan ibadah kepada-Nya. Sibuk dengan dunia. Dan jikalau Anda memiliki harta, maka Anda melupakannya begitu saja. Syahwat dunia telah membelunggu Anda, sehingga Andapun terhijab mendapatkan Marifat-Nya. 

Jikalau Anda ingin menuju-Nya, maka lepaskanlah ikatan itu. Jangan biarkan satupun menempel di badan Anda. Ikatan syahwat itu ibarat benalu. Jikalau dibiarkan, maka ia akan menguasainya, dan Anda akan sulit melepaskannya. 

Bagaimana Anda bisa melihat-Nya di Akhirat kelak, jikalau semasa di dunia ini Anda lalai beribah kepada-Nya. Hanyalah orang-orang shaleh dan bersungguh-sungguh saja yang berhak mendapatkannya. 

Oleh karena itu, jikalau datang waktu shalat, maka kerjakanlah pada waktunya. Jikalau datang waktu berzakat, maka keluarkanlah segera. Dan jikalau kemampuan haji sudah terpenuhi, maka tunaikanlah segera. Jangan dilalaikan. 

Dan bagaimana Anda akan mampu memehami rahasia-rahasia Ilahi, jikalau Anda tidak pernah bertaubat Nashuha kepada-Nya. Jikalaupun Anda bertaubat, maka biasanya Anda hanya bisa meninggalkan perbuatan dosa itu sementara saja. Tidak berselang lama, perbuatan itu kembali dikerjakan. 

Bagaimana hati akan bersinar, jikalau hati Anda terus dilumuri dosa dan maksiat. Bersihkan segera dengan taubat nashuha, agar ia bisa bening dan mendapatkan pantulan cahaya Ilahi. [] 

Sunnah Bertahmid Menjelang Tidur

Sunnah Bertahmid Menjelang Tidur


Andaikan kita mau menghitung betapa banyaknya nikmat yang Allah SWT karuniakan kepada kita, maka kita tidak akan pernah mampu melakukannya. 
Hanya saja, kadangkala atau seringkali, kita terfokus melihat apa yang dimiliki orang lain dan kita tidak memilikinya, kemudian lupa dengan limpahan nikmat yang kita nikmati setiap harinya, setiap jamnya, setiap menitnya, dan setiap detiknya. 
Dalam al-Quran dijelaskan: 
وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَشْكُرُونَ
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai kurnia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya)." (Surat al-Naml: 73)
Para ulama sejak lama menjelaskan, salah satu bahaya yang mengintai kita adalah terbiasa dengan suatu nikmat, kemudian menganggapnya tidak penting. Padahal ketika ia hilang, kita benar-benar akan merasakan akibatnya. Nikmat bernafas, salah satunya. Nikmat bisa makan dan menikmatinya. Nikmat bisa minum dan menikmatinya. Nikmat adanya tempat berlindung dan bernaung. Dan banyak lagi yang lainnya.  
Dalam ayat lainnya dijelaskan bahwa hamba Allah SWT yang mau bersyukur itu sedikit. 
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih." (Surat Saba': 13)
Kita semuanya berharap menjadi bagian yang hamba Allah SWT yang sedikit tersebut. 
Maka, salah satu sunnah Rasulullah Saw, beliau selalu bersyukur sebelum tidur, sehingga amalan terakhirnya sebelum memejamkan mata untuk beristirahat adalah bertahmid memuji Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya. 
Dalam riwayat Muslim, dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Saw jikalau akan menghampiri tempat tidurnya, maka beliau membaca: 
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَكَفَانَا وَآوَانَا فَكَمْ مِمَّنْ لاَ كَافِيَ لَهُ وَلاَ مُئْوِيَ
"Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberi kami makan, memberi kami minum, mencukupkan kami, dan melindungi kami. Berapa banyak orang yang tidak mempunyai yang mencukupinya dan yang melindunginya."
Semoga sunnah ini menjadi amalan kita juga hendaknya.[]
Uzlah

Uzlah


Hikmah Ketiga Belas

مَا نَفَعَ الْقَلْبُ مِثْلُ عُزْلَةٍ يَدْخُلُ بِهَا مَيْدَانُ فِكْرَةٍ

“Tidak ada yang bisa memberikan mamfaat kepada hati seperti mamfaat yang diberikan oleh Uzlah, yang digunakannya untuk memasuki medan pemikiran/perenungan.”

(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]

***


Jikalau hati sudah berkarat oleh dosa dan maksiat, maka tidak ada cara lain untuk menjernihkannya kecuali dengan Uzlah, yaitu menyendiri untuk beribadah kepada Allah Swt. Semakin ia bergaul dengan masyarakat, maka semakin besar kesempatannya berbuat maksiat. Dan semakin banyak maksiat yang dilakukannya, maka akan semakin hitam hatinya. Jikalau hati sudah hitam, maka hidayah-Nya akan semakin jauh. Rasa keimanannya akan menipis. Jikalau, misalnya, suatu hari ia meninggalkan shalat fardhu, maka ia akan merasa biasa-biasa saja. Ia tidak merasa berdosa, dan tidak merasa ada sesuatu yang hilang dan belum dilaksanakan. 

Perenungan yang dilakukan ketika Uzlah itu bermamfaat untuk mengikis bekas-bekas hitam dan karat yang menempal di hati. Ia tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena jikalau tidak dihilangkan, maka ia akan kehilangan kenikmatan Islam. Akhirnya, ia akan mudah dituntutan setan meninggalkan agama yang hanif ini. 

Iman itu berada di dalam hati, dan ia tidak boleh dikotori, agar keimanannya tetap bersih dan kokoh. []

Rendahkanlah Dirimu

Rendahkanlah Dirimu


Hikmah Kedua Belas

اِدْفَنْ وُجُوْدَكَ فِي أَرْضِ الْخُمُوْلِ فَمَا نَبَتَ مِمَّا لَمْ يُدْفَنْ لَا يَتِمُّ نَتَاجُهُ

“Tanamlah wujudmu di tanah kerendahan. Sesuatu yang tumbuh namun tanpa ditanam, maka hasilnya tidak akan sempurna.” 

(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]

***


Wahai hamba Allah Swt, janganlah suka meninggikan diri dan hidup penuh kesombongan. Rendahkanlah dirimu dan Tawadhulah. Jadilah orang biasa, seakan-akan Anda bukanlah siapa-siapa. Jadikanlah dirimu hina di hadapan-Nya, yaitu seseorang yang miskin dan selalu mengharapkan bantuan-Nya. 

Janganlah tertipu dengan banyak amalan yang Anda lakukan. Anggaplah, bahwa apa yang Anda lakukan tidaklah seberapa jikalau dibandingkan dengan karunia-Nya. Sibukkanlah dirimu  dengan ibadah, dan jangan menyibukkannya dengan riya. Jikalau Anda melakukannya, maka amalan Anda akan terbang dan berhamburan sia-sia. 

Janganlah mengharapkan ketenaran sebelum Anda berhak mendapatkannya. Tunggulah masanya. 

Jikalau waktunya sudah tiba, maka Anda akan akan tenar dengan sendirinya di hadapan manusia; walaupun pada waktu itu Anda tidak menginginkannya sama sekali. Lihatlah sekeliling Anda, berapa banyak di antara manusia yang ingin tenar dan dikenal luas di kalangan khalayak, namun ia justru dihinakan-Nya. Ia belum siap menerima ketenaran itu dan berusaha keras mendapatkannya; walaupuan caranya salah, sehinggal hasilnya adalah kehancuran. 

Hiduplah sesuai tuntutan-Nya, maka Anda akan beruntung di dunia dan di akhirat kelak. []

Amal dan Ikhlas

Amal dan Ikhlas


Hikmah Kesebelas

الْأَعْمَالُ صُوَرٌ قَائِمَةٌ وَأَرْوَاحُهَا وُجُوْدُ سِرِّ الْإِخْلَاصِ فِيْهَا

“Amal adalah kerangka tegak, dan ruhnya adalah rahasia ikhlas yang ada di dalamnya.” 

(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam Ibn Athaillah al-Sakandari]

***


Amalan apapun yang Anda kerjakan adalah ibarat patung atau kerangka yang tidak nyawanya sama sekali. Ia hanyalah gambaran saja, dan tidak ada yang menggerakannya. Ia hanya bisa digerakkan jikalau ada ruhnya, yaitu ikhlas. 

Ketika Anda mengerjakan suatu amalan, maka ada dua syarat yang perlu Anda penuhi, sehingga amalan Anda diterima oleh Allah Swt: 

1)Ikhlas

Ikhlas adalah tiang utama dalam suatu amalan. Jikalau ia tiada, maka amalanpun tidak akan diterima. Jangan sampai seorang hamba meniatkan amalannya dan ibadahnya untuk selain Allah Swt. Walaupun, misalnya, dia membaca nama-Nya ketika melakukannya, namun jikalau niatnya sudah menyekutukan-Nya, maka amalannya tetap batal dan tidak sah. 

2)Harus sesuai tuntunan Rasulullah Saw. 

Perkara kedua yang perlu diperhatikan dalam suatu amalan adalah kesesuaiannya dengan tuntunan Rasulullah Saw. Boleh jadi seseorang menghabiskan seluruh waktunya untuk beramal dan beramal, namun jikalau tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw, maka amalannya sia-sia belaka. Ia hanya mendapatkan nol besar dan kelelahan semata. 

Dua elemen ini harus ada dalam suatu amalan, agar ia diterima di hadapan Allah Swt. []