Sunnah Membaca Sayyid al-Istighfar

Sunnah Membaca Sayyid al-Istighfar


Impian; cita-cita tertinggi seorang Muslim adalah masuk surganya Allah SWT. Hanya saja, dosa yang kita lakukan, bisajadi akan menjadi hijab antara kita dengan apa yang kita impikan. Tidak ada hari yang kita lalui, kecuali ada dosa yang kita lakukan. Bahkan, di setiap jamnya, atau setiap menit, bahkan mungkin juga setiap detiknya. Tidak ada manusia yang ma'shum (suci; terjaga) dari dosa dan kesalahan. 

Catatan Malaikat akan menulis setiap apa yang kita lakukan dengan detail, tanpa ada yang luput. Malaikat Raqib dan Atid, ada di kiri dan kanan kita. 

Rasulullah Saw adalah manusia yang paling penyayang kepada umatnya. Beliau selalu menginginkan kebaikan dan kesuksesan hakiki bagi kita semuanya. Maka, beliau mengajarkan kepada kita suatu doa yang bisa kita baca di setiap pagi dan di setiap sore. Dengan izin Allah SWT, ia akan menjadi jalan bagi kita untuk menjadi Ahli Surga. Kita mengenalnya dengan nama Sayyid al-Istighfar (Baca: Sayyidul Istighfar); Pemimpin; Tuan Istighfar. 

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Syaddad bin Aus radhiyallahu anhu, Nabi Saw bersabda: 

"Sayyid al-Istighfar itu, kamu membaca: 

اللَّهُمَّ أنْتَ رَبِّي لا إلَهَ إلَّا أنْتَ، خَلَقْتَنِي وأنا عَبْدُكَ، وأنا علَى عَهْدِكَ ووَعْدِكَ ما اسْتَطَعْتُ، أعُوذُ بكَ مِن شَرِّ ما صَنَعْتُ، أبُوءُ لكَ بنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وأَبُوءُ لكَ بذَنْبِي فاغْفِرْ لِي؛ فإنَّه لا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلَّا أنْتَ

(Allahumma Anta Rabbi, La Ilaha Illa Anta, Khalaqtani, wa Ana Abduka, wa Ana 'ala 'Ahdika, wa Wa'dika Mastatha'tu. A'udzu bika min Syarri Ma Shana'tu, Abu-u laka bi Ni'matika 'alayya, wa Abu-u bi DZanbi Faghfirli, Fa Innahu la Yaghfiruz Zunuba illa Anta)

"Ya Allah, Engkaulah Rabbku, Tidak ada Ilah kecuali Engkau. Aku adalah Hamba-Ku. Aku di atas janji-Mu. Dan ancaman-Mu aku tidak sanggup. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang aku buat. Aku kembali kepada-Mu dengan nikmat-Mu kepadaku. Aku kembali kepada-Mu dengan dosaku, maka ampunilah aku. Tidak ada yang mengampunkan dosa, kecuali Engkau." 

Kemudian beliau melanjutkan: 

ومَن قالَها مِنَ النَّهارِ مُوقِنًا بها، فَماتَ مِن يَومِهِ قَبْلَ أنْ يُمْسِيَ، فَهو مِن أهْلِ الجَنَّةِ، ومَن قالَها مِنَ اللَّيْلِ وهو مُوقِنٌ بها، فَماتَ قَبْلَ أنْ يُصْبِحَ، فَهو مِن أهْلِ الجَنَّةِ

"Siapa yang membacanya di siang hari, dengan meyakininya, kemudian ia meninggal di hari itu sebelum sore, maka ia menjadi Ahli Surga. Dan siapa yang membacanya di malam hari, dengan meyakininya, kemudian meninggal sebelum pagi, maka ia menjadi Ahli Surga." 

Lantas, kenapa dinamakan Sayyid al-Istighfar; Pemimpinnya Istighfar? 

Sebab, Istighfar ini tidak lansung ke Lafadz Istighfarnya. Namun, didahului dengan mentauhidkan Allah SWT; Rabb sekalian alam, pengakuan dosa seorang hamba, pengakuan nikmat Allah SWT atas dirinya. Inilah yang membuatnya menjadi pemintaan besar kepada Allah SWT, penuh kekhusyuan dan ketundukan, yang menjadi jalan mendapatkan ampunan Allah SWT. 

Namun, Rasulullah Saw juga mensyaratkan "yakin" dalam Istighfar ini, agar ampunan itu diberikan oleh Allah SWT. Siapa yang membacanya di pagi hari, kemudian meninggal sebelum sorenya, maka ia dijanjikan menjadi Ahli Surga. Sebab, dosanya sudah diampunkan. Sebaliknya, siapa yang membacanya di sore hari, kemudian meninggal sebelum paginya, maka ia dijanjikan menjadi Ahli Surga. Sebab, dosanya sudah diampunkan. 

Semoga kita bisa merutinkannya; pagi dan sore; sekali dibaca di pagi hari dan sekali dibaca di sore hari. Kemudian semoga Allah SWT menakdirkan kita semuanya menjadi Ahli Jannah. []

Sunnah Shalat Dhuha

Sunnah Shalat Dhuha


Diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Dzar radhiyallahu anhu, dari Nabi Muhammad Saw bersabda: 

يُصْبِحُ علَى كُلِّ سُلَامَى مِن أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بالمَعروفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَيُجْزِئُ مِن ذلكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُما مِنَ الضُّحَى

“Di pagi hari, setiap sendi salah seorang di antara kalian ada sedekahnya. Setiap Tasbih adalah sedekah. Setiap Tahmid adalah sedekah. Setiap Tahlil adalah sedekah. Setiap Takbir adalah sedekah. Amar Ma’ruf adalah sedekah. Nahi Mungkar adalah sedekah. Dan itu cukup (untuk semuanya) dengan dua rakaat yang dikerjakan di waktu Dhuha.”

Pada dasarnya, nikmat yang Allah SWT karuniakan kepada kita, jumlahnya sangat banyak; tidak terhitung. Dalam al-Quran dijelaskan: 

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." 

(Surat al-Nahl: 18)

Jikalau kita memperhatikan riwayat Muslim di atas, maka kita mendapati bahwa ketika kita berada di pagi hari; bangun dari tidur, setiap sendi tubuh kita ini ada kewajiban sedekahnya. Dalam riwayat lainnya dijelaskan, jumlahnya ada 360 sendi. Bisa dengan Tasbih, atau Tahmid, atau Tahlil, atau Takbir, atau Amar Makruf, atau Nahi Mungkar. 

Dan, Rasulullah Saw memberikan kepada kita jalan yang ringan untuk “menutupi” semua sedekah di atas dengan dua rakaat Dhuha. Dan itu juga salah satu bentuk syukur kita kepada Allah SWT. 

Saking pentingnya, dalam beberapa riwayat, Rasulullah Saw menasehati para sahabatnya untuk menjaganya. Dari Abu al-Darda’ radhiyallahu anhu, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim: 

أَوْصَانِي حَبِيبِي صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ بثَلَاثٍ، لَنْ أَدَعَهُنَّ ما عِشْتُ: بصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِن كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلَاةِ الضُّحَى، وَبِأَنْ لا أَنَامَ حتَّى أُوتِرَ

“Kekasihku Rasulullah Saw menasehatiku dengan tiga perkara. Aku tidak akan meninggalkan ketiganya selama aku masih hidup: Berpuasa selama tiga hari di setiap bulannya; Shalat Dhuha; dan tidak tidur sampai saya mengerjakan shalat witir.” 

Dalam riwayat Muslim lainnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dijelaskan: 

ثلاثٌ أوصاني بهنَّ حبيبي صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ سجدتينِ قبلَ الصبحِ وسجدتيْ الضحى والوترِ بعدَ العشاءِ

“Tiga hal yang kekasihku Rasulullah Saw menasehatiku dengannya; dua rakaat sebelum Subuh; dua rakaat Dhuha; dan Witir sesudah Isya.” 

Kita bisa mengerjakan shalat Dhuha setelah masuknya waktu Syuruq, sampai sekitar 10-15 menit sebelum Zuhur. Kita bisa mengerjakannya dua rakaat, atau empat rakaat, atau enam rakaat, atau delapan rakaat, atau dua belas rakaat dalam riwayat lainnya. 

Intinya, jangan sampai waktu Dhuha berlalu, tanpa ada Shalat Dhuha yang kita kerjakan. Semoga Allah SWT memudahkan kita untuk mengamalkannya. []

Hukum Menggerakkan Kepala Atau Tubuh Dalam Shalat

Hukum Menggerakkan Kepala Atau Tubuh Dalam Shalat


Wajib bagi orang yang sedang shalat untuk merasakan sedang berdiri di hadapan Allah SWT; bermunajat kepada-Nya dengan segala pujian dan sanjungan; berdoa kepadanya agar diberikan Hidayah dan Ampunan. Dan itu tampak nyata dalam bentuk ketundukannya, kekhuysuannya dan ketawadhuannya dalam Rukuk dan Sujud. 

Tidak ada sikap yang lebih harus menjadi perhatian seseorang melebihi sikap ini. Makanya, ketika melakukannya, ia harus berada dalam kondisi anggota badan yang tenang; tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak disyariatkannya; tidak sibuk dengan jenggotnya; tidak sibuk merapikan pakaiannya, misalnya; tidak berpindah-pindah tempat; tidak melakukan sesuatu pun kecuali diizinkan dalam Syariat, seperti mengangkat kedua tangan ketika Takbir al-Ihram, ketika Rukuk, ketika Sujud, melirik ketika selesai shalat disertai salam. 

Para Ahli Fikih memiliki pandangan mengenai “Batasan Perbuatan” yang membatalkan shalat. Mereka bersepakat, salah satu yang membatalkan shalat adalah al-‘Amal al-Katsîr (Banyak Gerakan) yang tidak ada hubungannya dengan shalat, yaitu perbuatan jikalau dilihat oleh orang lain, maka ia akan berpandangan orang yang melakukannya tidak berada dalam kondisi shalat. Nah, banyak gerakan inilah yang membatalkan shalat, baik dilakukan sengaja maupun tidak. Sedangkan jikalau standanya dibawah itu; dalam artian orang yang melihat gerakannya masih menganggapnya berada dalam shalat, maka hukumnya tidak sampai membatalkan shalatnya. 

Dalam Kitab Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah dijelaskan bahwa Mazhab Syafii membatasi “Gerakan Banyak” itu dengan tiga langkat berturut-turut yang dilakukan secara yakin atau semaknanya, seperti melompat dengan sekali lompatan besar. Dan makna berurutan disini, salah satu langkah tidak terputus dari yang lainnya. Inilah pandangan yang Râjih (kuat) di kalangan mereka. 

Mazhab Hanafi berpandangan, “Banyak Gerakan” itu jikalau orang yang melihatnya, sama sekali tidak ragu lagi bahwa pelakunya tidak sedang mengerjakan shalat. Jikalau orang yang melihatnya masih meragu menyaksikannya; apakah ia sedang shalat atau tidak, maka berarti Gerakannya tidak banyak (sedikit).  

Mazhab Maliki berpandangan, “Gerakan Tidak Banyak” itu terbagi dua: Bagian yang Mutawassith (Pertengahan), seperti menghentikan shalat; hukumnya batal jikalau sengaja, namun tidak batal jikalau tidak sengaja. Kemudian Bagian yang Yasîr (sedikit), seperti memberi isyarat dan menggaruk kulit. Ini sama sekali tidak membatalkan, baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak (lupa). 

Jikalau terjadi gerakan tubuh akibat Khusyu’, maka hukumnya tidak apa-apa berdasarkan kalam para Ahli Fikih. 
Meragukan Allah SWT & Meyakini Setan

Meragukan Allah SWT & Meyakini Setan


قرأتُ في تسعين موضعاً من القرآن أن الله قدر الأرزاق وضمنها لخلقه، وقرأت في موضع واحد: {الشيطان يعِدُكم الفقر ويأْمُرُكُم بِالفحشاء}، فشككنا في قول الصادق في تسعين موضعاً! وصدقنا الكاذب في موضع واحد!

Aku membaca di 90 tempat di dalam al-Quran bahwa Allah SWT menakdirkan rezeki dan menjaminkan bagi makhluk-Nya. Dan aku hanya membaca di satu tempat "Setan menakut-nakuti dengan kefakiran dan memerintahkan kekejian", kemudian kita ragu dengan firman Zat yang Maha Besar di 90 tempat dan membenarkan Sang Pendusta (yang hanya ada) di satu tempat

Hasan al-Bashri
Dalam Kitab Qam' al-Hirsh bi al-Zuhd wa al-Qana'ah karya al-Qurthubi: 60
***

Kadangkala, Iman kita lebih tipis dari tisu yang paling tipis sekali pun. Kita seringkali mengucapkan di lisan kita, dan meyakini di dalam hati kita bahwa Allah SWT itu al-Raziq dan al-Razzaq; Zat yang Maha Memberikan Rezeki. Tapi nyatanya, perbuatan kita, sikap kita meragui apa yang kita ucapkan. Bahkan, mungkin menyelisihinya. 

Kita mengatakan dengan lisan kita, dan meyakini di dalam hati kita, bahwa setan itu musuh yang nyata; selalu mengajak kepada kebatilan; ke jalan-jalan yang mengarahkan ke Neraka. Tetapi nyatanya, perbuatan kita dan sikap kita mengingkari apa yang kita ucapkan dan apa yang kita yakini. 

Ya, Allah, kuatlah iman kami; mudahkan rezeki kami; jauhkan kami dari tipu daya setan. []
Jangan Bersahabat & Percaya dengan Fasik

Jangan Bersahabat & Percaya dengan Fasik


لا تُصادِقنَّ فاسقًا ولا تثق إليه،
فإنَّ مَن خان أوَّل مُنعمٍ عليه لا يفي لك
Janganlah engkau bersahabat dengan orang Fasik dan jangan percaya kepadanya. Sebab, orang yang khianat dengan Zat yang pertama kali memberikan nikmat kepadanya, maka ia tidak akan setia kepadamu

Ibn al-Qayyim al-Jauziyah
Dalam Kitab Bada'i al-Fawaid: 3/ 235
***

Fasik, berarti muslim yang masih hobi bermaksiat; sehari shalat, seminggu tidak; sehari puasa, sisanya tidak. Ibadahnya anyang-anyangan. Sekali tidak, sekali iya. 

Jikalau ibadahnya total tidak dilakukan, bukan fasik lagi namanya, namun status keislamannya dipertanyakan!

Bersahabat baik dengan fasik, tidak direkomendasikan. Janjinya tidak bisa dipegang; ucapannya diragukan. Apalagi jikalau kita menaruh kepercayaan atau amanah kepadanya.

Kenapa?
Jikalau kepada Allah SWT; Zat yang memberikannya kehidupan, mengaruniakannya berbagai kenikmatan, ia tidak bisa menjalankan amanah dan kewajiban dengan sebaik-baiknya, maka dengan selain-Nya akan lebih tidak amanah lagi. []