Sunnah Menuntut Ilmu

Sunnah Menuntut Ilmu


Menuntut ilmu; salah satu sunnah Nabi Saw sepanjang hajat, dari ayunan sampai ke liang lahat. 

Diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah Saw bersabda: 

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ 

"Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah mudahkan baginya (dengan menuntut ilmu itu) jalan menuju surga." 

Maka, sunnah ini salah satunya terwujud dengan kehadiran kita di majelis-majelis ilmu yang ada di Masjid-Masjid di sekitar kita. 

Hadirilah dan pastikan ada jejak kita di kajian tersebut. Ada orang yang tidak bisa mendengar, namun hadir di Majelis ilmu, semata-mata ingin mendapatkan pahala dan rahmat Allah SWT yang ada dalam Majelis ilmu. Tentu kita yang punya indera lengkap dan sehat, seharusnya lebih semangat untuk hadir. 

Jikalau tidak ada Majelis di Masjid, ruang online terbuka besar sekarang ini. Kajian-Kajian yang mencerdaskan, bisa didapati dengan mudah. Daripada kuotanya digunakan untuk sekadar menghibur diri dengan video-video yang tidak jelas juntrungnya, mending hadirilah kajian Online atau menyaksikan kajian Online. 

Majelis ilmu bukan hanya mencakup "ilmu agama", namun juga "ilmu umum", seperti Ilmu kedokteran, Teknik, Pertanian, Perdagangan, dan selainnya. Selama ilmu itu bermanfaat, maka ia masuk ke dalam hadits ini. Allah SWT akan memberikan ganjaran kebaikan bagi yang menghadiri Majelis dan dimudahkan baginya jalan untuk nantinya mendapatkan Jannah. 

Niatkan setiap langkah kita ke Majelis-Majelis ilmu untuk mendapatkan ridha Allah SWT. []

Sunnah di Balik Azan

Sunnah di Balik Azan


Azan merupakan panggilan Tauhid, sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Thabari. Ibadah agung yang keutamaannya bukan saja untuk orang yang mengumandangkannya. Tapi juga bagi kita yang mendengarnya. 

Inilah 5 sunnah yang terkait degan Azan, yang bisa menjadi amalan kita. 

👉Pertama, Mengulang Bacaan Azan

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Said al-Khudry radhiyallahu anhu, Rasulullah Saw bersabda: 

إذا سمعتم النداء فقولوا مثل ما يقول المؤذن

"Jikalau kalian mendengar Azan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan Muazzin." 

Kecuali ketika bacaan Hayya 'alas Sholah dan Hayya 'alal Falah, maka kita mengucapkan La Haula wa la Quwwata Illa billah, berdasarkan riwayat al-Bukhari, dari Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu anhuma ketika mendengar Hayya 'alas Shalah, maka ia mengucapkan La Haula wa La Quwwata Illa Billah, kemudian berkata lagi: "Beginilah kami mendengar Nabi kalian mengucapkan." 


👉Kedua, Bershalawat kepada Rasulullah Saw setelah azan. 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Amru radhiyallahu anhuma, Nabi Saw bersabda: 

 ثم صلوا على، فإنه من صلى عليه صلاة صلى الله عليه بها عشرا

"Kemudian bershalawatkan kepadaku. Siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah SWT bershalawat kepadanya sepuuluh kali." 


👉Ketiga, Memohon kedudukan al-Wasilah bagi Rasulullah Saw. 

Beliau bersabda, lanjutan hadits sebelumnya: 

ثم سلوا الله لي الوسيلة، فإنها منزلة في الجنة لا تنبغي الا لعبد من عباد الله، وأرجو أن أكون أنا هو، فمن سأل لي الوسيلة خلت له الشفاعة

"Kemudian mohonlah al-Wasilah bagiku. Ia adalah kedudukan di surga yang tidak layak kecuali bagi hamba Allah SWT. Aku berharap , itu adalah aku. Siapa yang memohonkan al-Wasilah bagiku, maka ia berhak mendapatkan Syafaatku." 


👉Keempat, Mengucapkan persaksian Tauhid, menyatakan keridhaan kita kepada Allah SWT, Rasul-Nya, agama ISlam. 

Diriwayatkan oleh Muslim, dari Saad bin Abi Waqqash, dari Rasulullah Saw bersabda: 

من قال حين يسمع المؤذن: أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأن محمدا عبده ورسوله، رضيت بالله ربا وبمحمد رسولا وبالإسلام دينا غفر له ذئبه

"Siapa yang mengucapkan ketika mendengar Muazzin: La Ilaha Illallah Wahdahu la Syarika Lahu wa Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu, Radhitu billahi Rabban wa bi Muhammadin Rasulan wa bil Islami dinan, maka diampunkan dosanya." 


👉Kelima, Berdoa kepada Allah SWT dengan apapun yang kita inginkan. Doa Mustajab, Insya Allah. 

Diriwayatkan oleh Abu Daud, al-Nasai, Ahmad, dan dishahihkan oleh al-Albani, dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu, seseorang berkata kepada Rasulullah Saw, "Wahai Rasulullah, para Muazzin mengungguli kami." Maka, beliau berkata: 

فل كما يقولون، فإذا انتهيت فسل تغطة

"Katakanlah sebagaimana mereka ucapkan. Jikalau Anda selesai, maka mintalah, engkau akan diberi."

Semoga bisa menjadi amalan kita semua. []

Sunnah Berbagi (Memberi) Makanan

Sunnah Berbagi (Memberi) Makanan


Dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim diceritakan, suatu hari seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad Saw, "Amalan apakah yang terbaik dalam Islam?" 

Kemudian beliau menjawab: 

تطعم الطعام، ونقرأ السلام على من عرفت ومن لم تعرف

"Anda memberi (berbagi) makanan, mengucapkan salam kepada orang yang Anda kenal dan tidak Anda kenal." 

Maka, kebiasaan berbagi makanan yang banyak kita dapati di Negeri ini, baik di hari Jumat atau di hari-hari lainnya, baik di Masjid maupun di Jalanan, atau di tempat-tempat lainnya, baik kepada orang-orang yang membutuhkan maupun tidak, merupakan sunnah Nabi Saw. 

Kenapa mencakup orang-orang yang tidak membutuhkan? Sebab hadits di atas bersifat umum. Maka, berbagi kepada teman, sahabat, tetangga, para pegawai dan pekerja, juga masuk ke dalam pembahasan hadits. 

Salah satu tujuan utama dari sunnah ini adalah menyebarkan ruh kasihsayang sesama manusia. Bahkan, juga kepada Non Muslim.[]

Hukum dan Doa yang Dibaca Ketika Menyembelih Hewan Kurban

Hukum dan Doa yang Dibaca Ketika Menyembelih Hewan Kurban


Pada dasarnya, kita disunnahkan ketika menyembelih kurban untuk membaca doa berikut ini: 

بسم الله ، والله أكبر ، اللهم هذا منك ولك ، هذا عني (هذا عن فلان ) اللهم تقبل من فلان وآل فلان (ويسمي نفسه

Bismillāh. Wallāhu Akbar. Allāhumma Hadzā Minak wa Laka. Hadzā ‘Annī/ Hadzā ‘an Fulān. Allāhumma Taqabbal min Fulān wa Âli Fulān

“Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Ya Allah, ini dari-Mu dan untuk-Mu. Ini dariku (Jikalau ia sendiri yang menyembelihnya. Jikalau bukan ia yang lansung menyembelihnya, diwakilkan panitia kurban, diganti dengan: Ini dariku - Hadzā ‘an Fulān) Ya Allah, terimalah dari Fulan (sebutkan nama Shāhibul Qurbān) dan Keluarga (sebutkan nama Shāhibul Qurbān)

Doa yang sunnah dibaca, itu seperti diatas. Wajibnya, ini batas minimal yang dibaca oleh orang yang akan menyembelih, baik yang menyembelih itu adalah pemilik kurban itu sendiri maupun panitia kurban adalah: 

Bismillah; Dengan nama Allah SWT. 

Kalau sudah membaca Bismillah, hokum kurbannya sudah sah. Halal. Dan sudah sesuai dengan Syariat Islam. 


Hadits-Hadits yang Menjelaskan Tentang Doa Ini

Ada beberapa hadits yang menjelaskan doa yang dibaca ketika akan menyembelih kurban ini, di antaranya diriwayatkan oleh Anas bin Mālik radhiyallahu anhu: 

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

Nabi Saw berkurban dengan dua domba yang berwarna putih yang ada hitamnya dan bertanduk, beliau menyembelihnya dengan tangannya, menyebut nama Allah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di atas samping kambing.” (HR al-Bukhāri 5565, Muslim 1966)

Diriwayatkan dari ‘Âisyah radhiyallahu anha bahwa Rasulullah Saw memerintahkan untuk diambil domba yang bertanduk, kemudian dibawakanlah kepadanya untuk dikurbankan, kemudian beliau bersabda: 

يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ

 “Wahai Aisyah, bawa pisau kesini.” 

Kemudian beliau berkata lagi: 

اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ

“Asahlah ia dengan batu.” 

Kemudian Aisyah mengasahnya. Setelah itu, beliau mengambil pisau dan mengambil dombanya, kemudian membaringkannya dan menyembelihnya seraya membaca: 

بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ

“Dengan nama Allah. Ya Allah, Terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad, serta dari Umat Muhammad.” 

Beliau berkurban dengan itu. (Hr Muslim 1967)

Diriwayatkan oleh Jābir bin Abdullāh radhiyallahu anhu bahwa ia menyaksikan Nabi Muhammad Saw di Hari Raya Idul Adha mengerjakan shalat di lapangan. Ketika beliau selesai berkhutbah, maka beliau turun dari mimbarnya, kemudian dibawalah kepadanya seekor domba dan menyembelihnya dengan tangannya sendiri, seraya membaca: 

بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

“Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Ini dariku dan dari orang yang belum berkurban dari umatku.” (Hr al-Turmudzi, dishahihkan oleh al-Albāni)

Dalam beberapa riwayat, ada tambahan: 

اللهم إن هذا منك ولك

“Ya Allah, ini dari-Mu dan untuk-Mu.” 

(Lihatlah Irwā al-Ghalīl 1138, 1152)

Nah, itu sejumlah hadits atau sunnah yang menjelaskan doa yang kita baca ketika akan menyembelih kurban. Gampangkan? 


Masalah-Masalah yang Sering Dipertanyakan

Ada beberapa pertanyaan yang sering dipertanyakan terkait masalah ini. 

Pertama, Apakah doa menyembelih kurban (qurban) yang sesuai sunnah Rasulullah Saw? 

Inilah doa menyembelih kuban yang sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw, sesuai dengan Manhaj Salaf, Ahli Sunnah wal Jamaah. Jikalau kita bisa membaca bentuk sempurna sebagaimana di atas, itu lebih baik. Jikalau tidak, cukup dengan Bismillah. Dengan Nama Allah SWT. 

Kedua, Bagaimana Doa yang dibaca ketika menyembelih kurban sendiri atau kurban milik orang lain? 

Masalah ini juga sudah kita jelaskan di atas. Jikalau kita lansung sendiri yang menyembalihnya, maka dibaca ‘Annī (dariku). Jikalau kita panitia yang menyembelih sebagai wakil dari pemilik kurban, maka kita baca: 

“Hadzā ‘Annī/ Hadzā ‘an Fulān. Allāhumma Taqabbal min Fulān wa Âli Fulān”

Kata-kata Fulan diganti saja dengan nama pemilik kurban. Kalau namanya Jono,maka sebut namanya sebagai ganti Fulan. 

Ketiga, Bagaimana Doanya jikalau pemilik kurbannya ada 7 orang? 

Gampang, bagian doa yang ini: 

“Hadzā ‘Annī/ Hadzā ‘an Fulān. Allāhumma Taqabbal min Fulān wa Âli Fulān“

Kata-kata Fulan, Anda ganti dengan nama-nama para pemilik kurban yang berjumlah 7 orang. Sebutkan satu-satu. []

Hukum Suami Menikah Lagi Setelah Istrinya Meninggal

Hukum Suami Menikah Lagi Setelah Istrinya Meninggal


Masalah ini akan kita jawab dari dua sisi; pertama, sisi hokum. Kedua, sisi norma dan etika. 


Mari kita lihat dulu dari sisi hokum. Secara hokum Islam, tidak ada masalah bagi seorang suami untuk menikah lagi setelah istrinya meninggal. Lansung menikah, juga tidak masalah. Sebab, bagi laki-laki tidak ada yang namanya Iddah atau Ihdad (masa berkabung). 


Keduanya hanya berlaku bagi para wanita. Inilah yang dijelaskan oleh Ibn al-Quddamah dalam Kitabnya al-Mughni (8/ 125): 

“Istri yang ditinggal mati oleh suaminya, menjauhi wewangian dan berhias… Ini dinamakan dengan al-Ihdad (berkabung). Kami tidak mendapatinya adanya perbedaan di kalangan ulama tentang kewajibannya bagi perempuan yang ditingal mati suaminya.” 


Dalam fatwa al-Lajnah al-Daimah (20/ 479) dijelaskan: 

“Wajib bagi perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya untuk melakukan Iddah dan Ihdad.”


Bagi laki-laki, tidak ada kewajiban tersebut. Jikalau istrinya sudah meninggal, maka selesai sudah hubungan keduanya. Cerai sudah. Tidak ada Iddah, dan tidak ada kewajiban untuk Ihdad. 


Untuk catatan saja bagi kita semuanya, ada tiga hal yang menyebabkan putusnya hubungan pernikahan: 

Pertama, Faskh/ Nikahnya Batal. Banyak hal yang menyebabkan hal ini. Nanti akan coba kita tulis masalah ini secara khusus. Sebagai contohnya, ketika salah satu pasangan yang sudah sah menikah secara Islam, kemudian salah satunya murtad; keluar dari Islam, maka nikahnya Faskh; batal demi agama. 


Kedua, Talak/ Cerai. Jikalau sudah cerai, dan istri sudah selesai masa Iddah, habis masa ruju’ dalam Talak Raj’I, maka keduanya tidak boleh berhubungan sama sekali, haram tinggal serumah. Statusnya sudah bukan lagi suami istri. Masalah ini juga panjang dan luas, akan kita bahas juga di artikel khusus. 


Ketiga, Mati/ Meninggal/ Wafat. Jikalau salah satu pasangan meninggal, maka terputuslah hubungan suami-istri di antara keduanya. Bagi istri, wajib ada Iddah dan al-Ihdad. Tidak bagi laki-laki. 


Artinya apa? 

Artinya, jikalau di suami menikah lagi setelahnya, lansung atau nanti, hukumnya sah-sah saja. Tidak masalah. Apalagi jikalau istrinya baru satu. Jangankan setelah kematiannya. Ketika istrinya masih hidup saja, ia bisa menikah lagi dengan wanita lainnya. Sebab jatahnya memang empat. Asalkan memang mampu. Jangan asal mau poligami saja. Makan sehari saja ga lurus, mau poligami pula, itu dengkul dimana?


Ini juga yang dijelaskan dalam Kitab al-Muwsuah al-Fiqhiyyah (2/ 105): 

أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ لَا إحْدَادَ عَلَى الرَّجُلِ

“Para ulama berijma bahwa tidak ada al-Ihdad bagi laki-laki.” 


Sekarang, mari kita lihat secara etika. Kalau kita berbicara masalah etika, kita harus melihat secara budaya, social, dan faktor sekelilingnya. Maka, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan: 


  1. Kesiapan diri; Diri dan Materi. Ya, jangan asal mau menikah saja. Udah siap mental diri apa belum? Menikah lagi, artinya akan menghadapi suasana baru, orang baru, karakter baru. Pikirkanlah semua hal yang terkait dengan hal ini. Jangan sampai pernikahan yang niatnya mendapatkan mawaddah wa rahmah, malah berujung sengsara. Kemudian materi juga. Siapkan. Jangan bekal badan doang. 
  2. Pertimbangan juga perasaan keluarga istri dan anak-anak. Kalau masalah hitam putih saja, kan sudah jelas. Hukumnya sah, boleh. Tapi, bagaimana perasaan anak-anak Anda; ibunya baru meninggal, Anda lansung menikah, seolah-olah tidak ada kesedihan di balik musibah kematian. Apalagi keluarga besar sang istri, tentu akan lebih berburuk sangka. Manajemen hati dan perasaan itu penting juga. Jangan abaikan. 


Pasangan Suami-Istri di Surga Kelak; Akhirat


Istri yang mencintai suaminya, dan suami yang mencintai istrinya, tidak usah khawatir. Jikalau Anda berdua berpisah di dunia. Itu hanyalah perpisalahan sementara. Asalkan Anda berdua dari golongan Ahli Islam, Ahli Syahadat, maka Anda berdua akan berkumpulkan lagi di surge kelak. Orang yang menjadi suami Anda di surge, yang Anda dicintai dengan sepenuh hati Anda, akan menjadi suami Anda lagi kelak di surge. Bahkan, Anda akan dikumpulkan dan dipertemukan dengan seluruh anak-anak Anda, cucu-cucu Anda, dan seluruh keturunan Anda. 


Inilah yang dijelaskan dalam firman Allah SWT: 

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ 

Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya." (Surat al-Thur: 21)


Di antara doa para malaikat pemikul Arsy adalah: 

رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ 

Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Surat Ghafir: 8) []

Hukum Ziarah Kubur

Hukum Ziarah Kubur


Pada dasarnya, hokum Ziarah kubur adalah sunnah. Sebab ia mengingatkan akhirat, kemudian juga akan bermanfaat bagi Mayat dengan mendapatkan doa dan Istighfar. 

Rasulullah Saw bersabda: 

قد كنت نهيتكم عن زيارة القبور فقد أذن لمحمد في زيارة قبر أمه فزوروها فإنها تذكر بالآخرة

 “Dahulu saya melarang kalian untuk menziarahi kubur. Maka, sudah diizinkan Muhammad untuk menziarahi kuburan ibunya. Sebab, iaa mengingatkan kalian akan akhirat.” (Hr al-Turmudzi)

Di awal sejarahnya, berdasarkan hadits ini, memang ziarah kubur itu dilarang secara mutlak, baik laki-laki maupun perempuan. Namun setelahnya, hukumnya diubah oleh Rasulullah Saw, dengan diizinkan. Sebab ada kemanfaatannya bagi diri yang berziarah. 

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Muhammad Saw menziarahi kuburan ibunya, kemudian beliau menangis dan membuat menangis orang-orang yang ada di sekitarnya, kemudian beliau bersabda: 

استأذنت ربي في أن أستغفر لها فلم يؤذن لي ، واستأذنته في أن أزور قبرها فأذن لي ، فزوروا القبور فإنها تذكر بالموت

“Saya memohon izin kepada Rabbku agar bisa memohonkan ampunan baginya, namun saya tidak diizinkan. Kemudian saya memohon izin kepadanya agar saya bisa menziarahi kuburannya, maka Dia mengizinanku. Maka. Ziarahilah kubur, sebab ia mengingatkan akhirat.” (HR Muslim)

Hukum sunnahnya ini, merupakan kesepakatan para ulama. Bahkan Ibn Hazm al-Andalusi menyatakan hukumnya wajib menziarahi kubur berdasarkan kedua hadits di atas. Dalam artian, jikalau Anda tidak menziarahi kubur, maka Anda berdosa kata Ibn Hazm. 

Tapi… Sekali lagi Tapi…Ingat dengan baik!

Kecuali, jikalau kuburan itu atau Jenazahnya berada jauh, bagi yang ingin menziarahinya harus bersusah payah melakukan perjalanan dan mengadakan rihlah khusus. Maka ketika itu, ia tidak disyariatkan, berdasarkan sabda Rasulullah Saw: 

لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد، المسجد الحرام ومسجدي هذا والمسجد الأقصى

 “Janganlah diupayakeraskan perjalanan kecuali ke tiga Masjid; Masjidil Haram, Masjid saya ini, dan Masjid al-Aqsha.” (HR Bukhari dan Muslim)


Hukum Ziarah Kubur bagi Para Wanita/ Muslimah

Masalah hokum ziarah kubur bagi wanita atau muslimah, agak sedikit berbeda dengan hokum di atas. Sebab, khusus untuk wanita, ada dalil khusus dalam hal ini, yang kedua dalilnya saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya dalam  kandungan hukumnya.

Pertama, hadits yang diriwayatkan Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Rasulullah Saw bersabda: 

قد كنت نهيتكم عن زيارة القبور فقد أذن لمحمد في زيارة قبر أمه فزوروها فإنها تذكر بالآخرة

 “Dahulu saya melarang kalian untuk menziarahi kubur. Maka, sudah diizinkan Muhammad untuk menziarahi kuburan ibunya. Sebab, iaa mengingatkan kalian akan akhirat.” (Hr al-Turmudzi)


Laki-laki dan perempuan, tercakup dalam keumuman hadits ini. Bukan saja laki-laki  yang butuh peringatan akan akhiratnya, namun perempuan juga. Kedudukannya sama, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: 

النساء شقائق الرجال

“Para wanita itu kansungnya para laki-laki.” 

Kedua, hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibn Majah, dan al-Turmudzi, bahwa Rasulullah Saw bersabda: 

لعن الله زوارات القبور

“Allah SWT melaknat para wanita peziarah kubur.” 

Zahirnya, kedua hadis di atas saling kontradiksi, saling  bertentangan. Makanya, dalam masalah ini, ada tiga pendapat ulama. 

Kelompok Pertama, mereka membolehkannya berdasarkan hadits yang pertama. Kelompok Kedua, mereka melarangnya secara mutlak berdasakan hadits yang kedua. Jikalau ada wanita yang berziarah kubur, maka ia akan mendapatkan laknat Allah SWT. Kelompok ketiga, mereka berusaha mengkompromikan antara kedua dalil, sehingga lahir hokum kebolekahannya tapi dengan syarat. 

Menurut saya, mengikuti sejumlah ulama lainnya, pendapat yang ketiga adalah pendapat yang kuat. Tidak masalah perempuan itu berziarah kubur, asalkan tidak dilakukan berulang-ulang dan berkali-kali. Sedangkan jikalau tidak sering melakukannya dan tidak dilakukan berulang-ulang, maka sebagian ulama menyatakan kemakruhannya. 

Ulama yang membolehkan, bukan boleh begitu saja, ya. Mereka juga menetapkan syarat: tidak melakukan kemungkaran di kuburan, seperti meratap di kuburan, atau berteriak, atau berangkat untuk ziarah dengan bertabarruj, atau berdoa kepada si Mayat dan meminta hajatnya, atau perbuatan terlarang lainnya.

Orang yang menziarahi kuburan kaum muslimin, mengucapkan apa yang diucapkan oleh Rasulullah Saw ketika menziarahi al-Baqi’, yaitu: 

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ, وَأَنَا إِنْ شَاءَ اللَّه بِكُمْ لَاحِقُوْن, أَنْتُمْ فَرَطُنَا وَنَحْنُ لَكُمْ تَبَعٌ, نَسْأَل اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ, اللَّهُمَّ اغْفِر لَهُمْ, اللَّهُمَّ ارْحَمَهُمْ

“Keselamatan bagi kalian wahai para penghuni negeri dari kalangan mukminin dan muslimin. Saya dengan izin Allah SWT akan mengikuti kalian. Kalian adalah pendahulu kami, dan kami pengikut kalian. Kami memohon Allah SWT bagi kami dan kalian semuanya keselamata. Ya Allah, ampunilah mereka. Ya Allah, rahmatilah mereka.” (Hr Muslim)[]