Hukum Mewarnai Rambut

Hukum Mewarnai Rambut


Mau tampil gagah atau cantik, merupakan sesuatu yang bernilai pahala di sisi Allah SWT. Dan rambut adalah salah satu karunia keindahan yang diberikan-Nya kepada para hamba, yang harus dijaga dan dirawat dengan sebaiknya. 

Dalam haditsnya, Rasulullah Saw bersabda: 

من كان له شَعرٌ فليُكرمه

“Siapa yang memiliki rambut, maka muliakanlah.” (HR Abu Daud)

“Muliakanlah”, maksudnya dijaga dengan sebaik-baiknya; dibersihkan, dishampooi, dirapikan. Jangan sampai rambut gondrong, katanya mengikuti sunnah Nabi, namun apek; bau busuk; banyak kutu. Itu namanya menghinakan rambut, merendahkan sunnah Nabi. 

Dalam hadits lainnya dijelaskan: 

إن الله جميلٌ يحب الجمال

“Allah itu Indah, dan menyukai keindahan.” (HR Muslim)

Dan salah satu bentuk keindahan itu adalah mewarnai rambut. 


Hukum Mewarnai Rambut Dalam Islam, Selain dengan Hitam

Ulama bersepakat, mewarnai rambut dengan warna apapun, menjadi merah atau kuning atau apapun itu, selain dengan warna hitam, maka hukumnya boleh. Tidak masalah, mau mewarnainya dengan henna, atau dengan za'faran, dan lain sebagainnya. 

Mewakili fikih Mazhab Hanafi, dalam al-Fatawa al-Hindiyyah (44/45): “Para syeikh rahimahumullah bersepakat bahwa menginai bagi laki-laki dengan warna merah adalah sunnah, dan ia merupakan salah satu cirri kaum muslimin dan tanda mereka.” 

Kemudian dikatakan oleh al-Hashfaky al-Hanafy (Kitab al-Durr al-Mukhtar: 6/ 422): “Disunnahkan bagi laki-laki menginai rambutnya dan jenggotnya.” 

Mewakili pendapat Mazhab Maliki, dijelaskan dalam al-Dzakhirah (Kitab al-Fawakih al-Dawani ala Risalah Ibn Abi Zaid al-Qayrawani: 8/ 191) dijelaskan, “Mereka bersepakat bolehnya mengubah uban dengan al-Shafrah, Inai, dan al-Katm. Mereka hanya berbeda pendapat tentang mana yang lebih baik; mengerjakannya atau meninggalkannya. Dalam hal ini, Imam Malik ada dua pendapat.” 

Ibn Abdil Barr mengatakan (Kitab al-Istidzakar: 8/ 439): “Para ulama tidak berbeda pendapat tentang bolehnya berinai dengan henna, al-Katm, dan semisal keduanya.” 

Mewakili pendapat Mazhab Syafii, dijelaskan dalam Kitab al-Majmu (1/ 293-294): “Disunnahkan menginai uban dengan kuning atau merah. Ini disepakati oleh para sahabat kami, di antara yang terang-terang menyatakannya adalah al-Shumairy, al-Baghawy, dan selainnya.” 

Mewakili pendapat dalam Mazhab Hanbali, dijelaskan dalam Kitab al-Mughni (1/ 105): “Disunnahkan menginai uban dengan selain warna hitam. Ahmad mengatakan: Saya melihat orang tua yang menginai rambutnya, dan saya bahagia melihatnya.” 

Apa dalil mereka? 

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Saw bersabda: 

إن اليهود والنصارى لا يصبغون فخالفوهم

“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak berinai, maka bedalah dengan mereka.” (HR Bukhari)

Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah bahwa ketika Fathu Makkah dibawalah Abu Quhafah mendatangi Nabi Muhammad Saw; rambutnya dan jenggotnya sudah memutih. Kemudian beliau bersabda: 

غيروا هذا بشيءٍ واجتنبوا السَّواد

“Ubahlah ini dengan sesuatu, dan jauhilah yang hitam.” (Hr Muslim)

Rasulullah Saw bersabda: 

غيِّروا الشيب ولا تشبَّهوا باليهود

“Ubahlah uban dan janganlah kalian menyerupai yahudi.” (HR al-Turmudzi)

Abu Umamah radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw berjalan bersama sekelompok sepuh Anshar yang jenggot mereka sudah memutih, kemudian beliau bersabda: 

يا معشر الأنصار، حَمِّّروا وصَفِّروا وخالفوا أهل الكتاب

“Wahai sekalian Ashar, merahkanlah dan kuningkanlah, berbedalah dengan Ahli Kitab.” (Hr Ahmad)

Umm Salamah radhiyallahu anha meriwayatakan bahwa ia melihat rambut Nabi Muhammad Saw merah. (HR Bukhari)

Abu Ramtsah meriwayatkan bahwa ia dan bapaknya mendatangi Nabi Muhammad Saw, dan mereka mendapati jenggot Nabi Muhammad Saw dipenuhi inai. (Hr Bukhari)


Hukum Mewarnai Rambut dengan Warna Hitam

Dalam masalah mewarnai rambut dengan warna hitam ini, ada point yang disepakati para ulama dan ada point yang mereka berbeda pendapat dalam menyikapinya. 

Point yang disepakati itu ada dua: 

Pertama, Mereka bersepakat bolehnya menginai atau mewarnai rambut dengan warna hitam ketika berjihad, sebagaimana dijelaskan dalam al-Fatawa al-Hindiyah(44/ 45): “Sedangkan menginai dengan hitam, siapa saja pasukan perang yang melakukannya, agar semakin ditakuti musuh, maka itu tindakan terpuji. Masalah ini disepakati oleh para syeikh.” 

Hal yang sama juga diungkapkan oleh al-Syarwani al-Syafii: 9/ 375: “Menginai rambut dengan hitam, hukumnya haram, kecuali bagi yang berjihad melawan kaum kafirin, maka tidak masalah.”

Ada sejumlah pendapat ulama lain dari mazhab yang sama atau Mazhab lainnya, mengungkapkan pendapat serupa. Intinya, kenapa diizinkan di medan jihad, untuk menakuti para musuh, agar para pasukan kelihatan muda dan kuat. Kalau ubanan, khawatir akan membuat musuh semakin percaya diri, sehingga melahirkan kekuatan lebih. 

Kedua, Mereka sepakat tidak bolehnya mewarnai rambut dengan warna hitam dengan niat al-Talbis (menyembunyikan fakta) dan al-Khada’ (menipu). Misalnya, orang yang sudah usia tua, mau menikahi gadis, maka ia sengaja menghitamkan rambutnya, agar sang gadis tertarik menikah dengannya dan menyangkanya masih muda. Ini jelas. Disepakati keharamannya oleh seluruh Mazhab. 

Dalilnya sabda Rasulullah Saw: 

من غشّنا فليس منّا

“Siapa yang menipu kami, bukan bagian dari kami.” (Hr Muslim)

Sedangkan point yang menjadi perbedaan di kalangan ulama adalah bagaimana hukumnya mewarnai rambut dengan warna hitam bagi yang tidak dalam kondisi berjihad, kemudian tidak juga ada niat untuk melakukan al-Talbis kepada orang lain atau al-Khada’. 

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini: 

Pertama: Makruh dengan warna hitam, kecuali bagi orang yang berjihad. Ini merupakan pendapat Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, dan Mazhab Syafii tapi pendapat ini tidak dijadikan pegangan alam Mazhab, serta juga merupakan pendapat Mazhab Hanbali. 

Dalil mereka adalah hadits Abu Quhafah yang sudah kita paparkan di atas, yang disuruh untuk menjauhi warna hitam. Hanya saja, larangan disini, dipalingkan maknanya dari haram ke makruh. Karena kata-katanya “jauhilah” bukan “janganlah”. 

Kedua, Haram mewarnai rambut dengan warna hitam. Inilah pendapat yang paling shahih dalam Mazhab Syafii, dan salah satu pendapat dalam Mazhab Hanbali. 

Dalilnya sama dengan di atas, yaitu hadits mengenai Abu Quhafah. Hanya saja, larangan “jauhilah hitam” itu dimakna al-Tahrim; haram. 

Ketiga, Boleh mewarnai rambut dengan warna hitam, selama tidak mengandung unsure al-Talbis dan al-Khada’. Ini adalah pendapat Abu Yusuf, Muhammad bin Sirin, dan Ishaq bin Rahawaih. 

Dalilnya adalah sabda Rasulullah Saw: 

إن أحسن ما اختضبتم به لهذا السَّواد، أرغب لنسائكم فيكم وأهيب لكم في صدور عدوِّكم

“Sebaik-baik yang kalian gunakan untuk ini adalah hitam, lebih menarik bagi para wanita kalian dan lebih ditakuti di hadapan musuh kalian.” (HR Ibn Majah)

Kemudian juga diriwayatkan banyak para sahabat dan para tabiin yang menginai rambut mereka dengan warna hitam, salah satu tokok utamanya adalah dua orang cucu Nabi; al-Hasan dan al-Husain. Ibn Qayyim al-Jauziyah menjelaskan dalam Kitabnya Zaad al-Maad (4/ 368): 

“Memang benar riwayat yang menyatakan bahwa al-Hasan dan al-Husain menginai rambut mereka dengan warna hitam.”

Keempat, Boleh mewarnai rambut dengan warna hitam bagi wanita dengan seizing suaminya. Ini merupakan salah satu pendapat dalam Mazhab Syafii, namun tidak dijadikan sebagai pegangan dalam Mazhab. Artinya, bagi wanita yang belum menikah, tidak boleh. Bagi yang sudah menikah, tapi tidak ada izin suaminya, tidak boleh juga. 

Tapi syaratnya harus berhijab ya. Kalau tidak berhijab, ya haram. Mutlak. 

Kelima, Boleh bagi perempuan, tapi tidak laki-laki. Hanya saja pendapat ini lemah sekali. Ini merupakan pendapat al-Qary dalam kitabnya Mirqat al-Mafatih. 

Kesimpulannya, mewarna rambut dengan warna hitam, hukumnya paling tinggi itu Makruh. Tidak sampai haram. Sebab, ada beberapa riwayat yang menjelaskan para sahabat yang menggunakan warna hitam untuk menginai rambutnya, salah satunya cucu nabi. Apalagi lafadz haditsnya “jauhilah” bukan “janganlah”.  Dan tidak masalah juga dengan pendapat Mubah atau boleh. Asalkan tidak ada niat al-Talbis atau al-Khada’, yaitu niat menipu orang lain, menampakkan diri masih muda padahal udah tua Bangka, pengen dapat gadis tidak sadar usia. 

Namun untuk kehati-hatian; hindarilah mewarnai rambut dengan hitam, apalagi yang warna sudah memutih, usia sudah tua. 


Catatan-Catatan

Oke, di ujung catatan ini, saya ada beberapa catatan: 

  • Cat rambut atau mewarnai rambut itu halal-halal saja, baik laki-laki dan perempuan, tua maupun muda, selain warna hitam. Tapi.. sekali lagi tapi. Jangan sampai bermirip-miripan dengan non muslim atau kaum kafir atau kaum musyrikin ya, seperti nyatanya sekarang. Dikenal juga dengan istilah Tasyabbuh bi al-Kuffar Bagi perempuan, silahkan saja, tapi harus berjilbab. Rambut itu aurat.
  • Apa hukum mewarnai rambut yang belum beruban? Tidak masalah. Sudah dijelaskan di atas. Pahamkan?!
  • Menyemir uban dengan warna hitam, sudah kita jelaskan pendapat para ulama dalam masalah ini. Untuk kehati-hatian, ya tidak usah. Jikalau mau juga, niatnya jangan sampai al-Talbis dan al-Khada’. Jikalau sudah terlanjur di warnai dengan hitam, ya niatnya jangan sampai salah. Kalau niat awalnya salah, ya segera diperbaiki.[]